9. Terimakasih

973 Words
Seperti yang telah diprediksi sebelumnya, pameran yang diikuti oleh Deri meraih sukses besar. Berbagai ucapan dan pujian serta penghargaan ia terima. Berkat pameran yang bernuansa Batik itu berbagai pemesan produk langsung membludak. Begitu pun dengan nama dirinya DERI HADIWIJAYA mendapat sorotan dari pers dan langsung popular di kalangan seniman tanah air dan mancanegara. "Alhamdulillah, Der pamerannya sukses," ucap Gio kepada Deri. Pemuda itu langsung memeluk Deri yang disambut dengan hangat oleh sahabatnya. Jadilah mereka berpelukan ala Teletubbies. Mereka berdua berada di galeri membereskan barang-barang bekas acara pameran. "Semua berkat Ambar. Gua sangat berterima kasih dan berhutang budi kepadanya," ucap Deri bahagia. Gadis itu memiliki andil yang cukup besar dalam kesuksesan dirinya. "Ngomong-ngomong kok dia ga hadir ke pameran?" Gio sedikit heran. Selama 4 hari pelaksanaan acara, Ambar tidak menunjukkan diri harusnya Deri mengajaknya jika menganggap gadis itu memiliki andil. "Ambar sakit." Deri memberikan alasan. Hampir seminggu Ambar sakit gejala Typus. "Oh kirain lo sengaja ngelarang dia datang," ucap Gio. "Jangan nuduh sembarangan. Ga mungkin gua sejahat itu. Dia tuh sudah banyak memberikan kontribusi. Sayang sekali dia ga bisa menyaksikan pameran ini." Deri terlihat sangat kecewa. "Sorry." Gio tak bermaksud buruk. Sebagai seorang seniman dirinya pun sangat menghargai Ambar. "Gua ga suka kalau ada yang merendahkan Ambar," ucap Deri serius. "Betewe akhir-akhir ini nama Ambar selalu lo sebut dalam percakapan. Lo ga lagi jatuh cinta kan sama dia?" Gio menatap sahabatnya penuh curiga. Gio ingat jika membicarakan Ambar Deri selalu antusias. Berbagai ungkapan dan pujian tanpa sadar sering terlontar dari mulut Deri. "Gio kok lo nanyanya gitu?" Deri berusaha menyangkal. Hati kecilnya mengakui, namun ia enggan jujur kepada Gio. "Kali aja." Gio memberikan cengirannya. "Terus terang saja gua memang kagum sama dia, dia gadis lugu dan polos dari desa namun benar-benar hebat dengan sejuta bakatnya. Gua suka dengan karya- karyanya. Luar biasa hebat." Puji Deri berlebihan. "Jadi sebenarnya perasaan lo gimana lo cinta sama karyanya apa orangnya?" Gio menatap tajam sahabatnya yang masih berbelit-belit. "Entahlah gua ga bisa menterjemahkan perasaan hati gua," Uuap Deri. Jauh dari dasar hatinya sebenarnya ada perasaan khusus kepada Ambar. Entah perasaan apa. Deri tak bisa melukiskannya, padahal di atas kanvas ia adalah pelukis yang handal. "Kayanya lo bukan Deri yang gua kenal. Lo kan biasa pacaran sama cewek cantik dan seksi yang berprofesi model. Kenapa jadi turun level gini" Gio menggelengkan kepalanya. Selera Deri berubah 180 derajat. "Apa lo bilang?"Deri memicingkan matanya. "Enggak." Gio tak ingin Deri salah paham. Untung ia tak tersinggung. "Gua memang bukan Deri yang dulu Gio, ucapan lo seribu persen bener, setelah penghianatan Stella gua baru sadar kalau selama ini hubungan gua dengan cewek-cewek cantik dan seksi itu ga berfaedah. Mereka cuma morotin gua saja tanpa banyak memberikan kontribusi. Ga pernah peduli dengan kerjaan gua dan ga paham dengan yang namanya SENI. Gua udah punya penilaian lain terhadap yang namanya WANITA. Gua butuh sosok cewek yang mendukung karir gua dan cinta pekerjaan gua," ucap Deri panjang lebar. *** "Mas Deri selamat ya." Ambar memberikan ucapan kepada Deri atas kesuksesannya. Begitu melihat anak majikannya datang Ambar langsung menghadangnya. "Makasih ya Mbar semua ini juga berkat kamu yang sudah banyak membantu aku. Sayangnya kamu tidak datang," ucap Deri dengan nada sedikit kecewa. "Maaf ya mas, padahal saya kepingin sekali berkunjung. Eh malah sakit. " Ambar berkata dengan nada penuh penyesalan. Gadis itu kini menatap Deri namun sekilas. Menatap nya terlalu lama membuat matanya perih dan jantungan. "Gimana kamu udah sehat sekarang?" Deri menatap Ambar penuh perhatian. Ia sangat mengkhawatirkannya. Ia bahkan hendak meraba keningnya namun segera ditepis oleh Ambar. Bersentuhan dengan Deri membuatnya menggigil dan bisa berpotensi kembali sakit. "Alhamdulillah Mas, makanya saya udah bisa kerja." Ambar tersenyum manis. Ia memang tidak cantik namun memiliki inner beauty. "Syukurlah. Aku cemas banget. Jangan terlalu cape ya, kamu harus cukup istirahat!" pesan Deri penuh perhatian. Iya Mas, makasih" Mendapat perhatian dari Deri perasaan Ambar seolah terbang ke langit ke tujuh. Selama hidupnya, baru Deri yang melakukannya. "Sebagai ucapan terima kasih dan perayaan. Malam minggu ini aku mau ngajak kamu makan malam," ucap Deri tiba-tiba. "Wah... Boleh juga Mas, ajak Mbak Ari juga ya Mas. Saya sudah lama tidak keluar rumah." Ambar menerima ajakan Deri dengan suka cita. Itu bukan ajakan yang pernama karena beberapa waktu lalu Deri juga pernah membawa Ambar dan Sri makan di cafe dan angkringan. "Ga...aku maunya cuma sama kamu saja, berdua." Tolak Deri. "Lho...kenapa mas?" Ambar menatap Deri namun hanya sesaat karena ia tak tahan melihat ketampanan Deri. Bisa copot jantungnya. Terlebih Deri juga menatapnya bak busur panah yang siap menghuninya. "Aku mau kenalin kamu sama teman aku," ucap Deri. "Aduh Mas saya malu." Ambar merasa tidak percaya diri. "Rekan aku sesasama seniman. Dia tahu tentang kamu kok. Kamu mau ya Mbar, please!" Deri membujuk Ambar. "Baiklah kalau begitu." Akhirnya Ambar setuju. "Deri....kamu udah pulang sayang." Suara Bu Ratih akhirnya mengintrupsi percakapan mereka. Ambar pun segera pamit melanjutkan pekerjaannya. *** Malam ini langit tampak mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Deri termenung di kamarnya. Kembali teringat percakapan terakhir dengan Gio dengan topik Ambar. Kenapa akhir-akhir ini dirinya selalu memikirkan Ambar. Ada apa dengan Gua, kenapa jadi kepikiran Ambar terus.Dia lagi ngapain ya? Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Deri yang kesulitan tidur akhirnya bangkit dari pembaringan lalu keluar dari kamarnya menuju dapur. Rasanya ia ingin minum minuman segar agar pikiran nya menjadi jernih. Deri menyalakan lampu dapur lalu membuka kulkas dan mengeluarkan minuman jus jeruk. "Mas Deri lagi ngapain tengah malam begini di dapur?" Suara Ambar mengagetkan Deri. "Ambar, aku haus jadi ambil minuman. Kamu sendiri mau ngapain? Kok belum tidur?" Tanya Deri. "Saya juga mau ambil minum mas, gerah banget," jawab Ambar. ART itu pun menuju tempat penyimpanan gelas, namun langkahnya terhenti karena Deri menyodorkan gelas berisi jus jeruk yang dipegangnya. "Kamu haus? Minum ini saja." Deri menarik tangan Ambar dan memaksanya untuk menerima gelasnya. "Makasih Mas." Ambar pun menerima nya. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD