Dylan Pov.
Aku menghampiri wanita yang kini sedang berdiri tegak di hadapanku, wanita yang begitu cerewet dan banyak bicara tapi memiliki kepribadian mengesankan. Dia tak susah untuk berperan penting menjadi Ibu bagi anakku.
Apa karena dia emang pintar bersandiwara, aku pun tak tau. Aku sengaja membawa Jean dan wanita ini ke rumah pribadiku. Hanya karena aku malas berada di mansion dan mendengar ocehan Mommy setiap hari tentang pilihanku kepada Emily.
Selangkah demi selangkah aku menghampiri Emily, dia pun tak bergeming sama sekali seperti menantikanku berdiri tepat di hadapannya.
"Apa yang kau lakukan?" Emily bertanya seakan takut untuk melangkah mundur atau melangkah pergi karena tatapanku.
Di sinilah aku, tepat di hadapanya dan hanya ada beberapa centi saja dari wajahnya. Aku tak sedang bercanda mendekatinya seperti ini, entah apa yang merasukiku.
Aku melihat wajah Emily menunduk, ia seperti terkunci.
Tak seperti biasa banyak bicara.
"Ke'kenapa kau mendekatiku?" Bibirnya berbicara.
Aku melihat belahan d**a milik Emily, yang terekspos tepat di hadapanku, entah gairah atau apa, namu, perasaanku sangat ingin memilikinya pagi ini. Apa karena kesepian ?
Kesepian karena sudah hampir 5 tahun aku kehilangan seorang istri dan hidup sendirian ?
"Menjauhlah," ujarnya.
Aku memagut bibirnya dengan cepat sebelum ia mengatakan sesuatu yang terdengar sedikit membosankan seperti biasa. Itulah caraku untuk membuatnya diam.
Pandangan mataku bertumpu kepada belahan d**a Emily. Emily berusaha menghentikanku tapi itu tak berhasil karena saat ini aku di kuasai gairah yang sudah lama hilang.
Aku sadar telah melakukan ini, namun tubuhku sangat berat untuk menghentikannya.
Baru kali ini juga aku merasakan sentuhan bibirku kepada wanita lain selama lima tahun lamanya.
Aku pun tak tau apa alasannya. Alasan jelas dengan sikapku kali ini. Aku merasakan rasa manis di bibir Emily, rasa yang sedikit memabukkanku, aku akui.
"Hentikan!" ujarnya di sela pagutanku.
Aku tak perduli, persetan dengan semuanya. Caraku memperlakukannya selama ini membuatku merasa bersalah. Rasa bersalah yang menyeruak.
Ada apa denganku? Kenapa aku melakukan ini ? Meskipun aku sudah sadar sepenuhnya kenapa aku begitu enggan melepas pagutanku?
Ada apa? Kenapa?
Tanpa ku rencanakan dan tanpa ku inginkan tanganku bergerak menggenggam miliknya, cukup di tangan besarku. Aku tak tau kenapa aku melakukan ini.
Yang pasti ku tau nafsu membawaku melakukan ini.
Emily selalu berusaha melepas pagutanku dan mencoba melepas tanganku, namun caraku memperlakukannya akhirnya membuatnya diam dan aku dapat menggenggam.
Aku menggendong Emily. Menggendongnya dengan lembut dan aku tak lagi mengasarinya. Ia menatapku. Aku tau tatapan itu penuh dengan pertanyaan.
Aku menurunkannya ke atas ranjang dengan lembut.
Shitt ... aku tak tau ada apa denganku?
Semakin ku coba ingin menanyakannya kepada diriku sendiri apa yang ku lakukan semakin kuat rasa ini untuk memiliki wanita cerewet ini.
Entah memilikinya hanya untuk pagi ini atau untuk seterusnya. Tapi yang ku tau aku hanya ingin bermain dengannya khusus hari ini. Aku tau ini sangat jahat tapi itu lah yang ku pikirkan saat ini.
Aku berbaring di sampingnya, kali ini aku memperlakukannya sangat lembut. aku membuka satu demi satu kancing yang melekat di kemeja wanita cerewet ini.
1.2.3 kancing ku buka membuat miliknya terlihat sempurna dengan balutan bra berwarna hitam. Aku seperti ingin berteriak.
Nafsu benar-benar menguasaiku. Menguasaiku sampai pikiranku menjadi lemah. Emily tak lagi melawan apa yang ku lakukan.
Ia sepertinya menikmatinya. Aku membangunkannya agar dia duduk di hadapanku dan kami sejajar.
"Aku ingin bertanya, aku pria keberapa yang menyentuh tubuhmu?" tanyaku.
Keinginan tauku begitu besar.
"Kau bisa merasakannya sendiri," jawabnya lirih tanpa penolakan.
Ada apa dengan wanita ini? Dia tak menolak sama sekali. Walaupun aku tak ingin dia sampai menolak, namun aku hanya heran, apa dia sedang berusaha membuat dirinya hamil agar aku melupakan kesepakatan itu dan menjadikannya istri sesungguhnya. Emily sepertinya bukan wanita seperti itu.
Wanita ini mampu membuatku gila. Kulit putihnya membuatku mampu melayang. Melayang dan menari-menari di kepalaku. Benar-benar sangat indah tubuh wanita ini.
"Stop!" ujarnya.
"Ada apa?" tanyaku ketika aku hendak melumat lehernya.
"Jangan menyakitiku," ujarnya lirih.
"Tahanlah sedikit, ini akan sakit di awal tapi lama-kelamaan kau akan menikmatinya."
Emily menggeleng pasrah. Aku kembali memagut lehernya dan menyelusupkan tanganku dibagian leher belakangnya.
Hmmpp ... lenguhan akhirnya lolos dari bibir Emily. Aku kembali menenggelamkan wajahku di belahan gundukan miliknya. Emily selalu mendesah setiap kali aku menggigit kecil bagian tubuh mungilnya.
Emily mendesah tak karuan, dan aku suka itu.
Aku membantu wanita ini berbaring dan membuka resleting celana jeans yang ia pakai, aku pun menarik celananya agar terbuka dan meninggalkan CD berwarna hitam yang menutupi miliknya.
Cukup membuatku melongo kagum. Aku membuka CD miliknya dan tubuhnya benar-benar sangat indah mampu membuatku melayang.
Nafsu saat ini benar-benar menguasaiku. Untuk kali pertamanya setelah 5 tahun berlalu aku melakukan ini.
Tubuh mungil mungil emily. Aku menindihnya dan membuka lebar pahanya.
"Tahanlah sedikit," ujarku.
.
.
BERSAMBUNG