T I G A B E L A S

1270 Words
Setelah Ella pulang dan keadaan rumah yang terasa sepi, mendadak Brianna menjadi bingung harus melakukan apa. Ia yang tadinya tengah membaca buku kedua yang ia ambil dari perpustakaan pribadi di rumah ini, memilih untuk menutup buku itu, meletakkannya kembali ke tempatnya lalu berjalan keluar perpustakaan sambil memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini. Saat melewati dapur, Brianna tiba-tiba mendapatkan sebuah ide. Ia lantas tersenyum tipis sebelum berjalan ringan menuju dapur. Brianna mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk lalu membuka kulkas dan mengecek bahan untuk membuat kue. Tapi nyatanya ia tidak menemukan apa-apa selain sayur-sayuran, daging dan juga s**u ibu hamil yang entah kapan sudah ada di sana. Mencebik sedih, Brianna pun menutup kembali kulkas dan tersentak kaget saat melihat Adam berdiri di baliknya. "Astaga!" Brianna mengusap pelan dadanya, berusaha menenangkan debaran jantungnya sebelum akhirnya memundurkan langkah agar tidak terlalu dekat dengan Adam, karena mau bagaimana pun Brianna belum terbiasa dengan kehadiran pria itu di sekitarnya. Dan surat perjanjian yang ditulis pria itu juga menyadarkan Brianna. "Apa yang kau lakukan?" Adam mengangkat satu alisnya sambil mengambil air minum dari dalam kulkas dan meneguknya di depan Brianna. "T-tadinya aku ingin membuat kue, tapi bahan-bahannya tidak ada," ucap Brianna sambil mengusap pelan lengannya untuk membuang rasa canggung. "Oh," Adam mengangguk mengerti, lalu meletakan botol air minumnya ke wastafel. "Eva!" Panggil Adam sedikit kencang, membuat Brianna tersentak di tempatnya. Tak berapa lama Eva pun datang diikuti oleh dua orang pelayan lainnya, yang Brianna kenal dengan nama Bella dan Laila. Ketiganya langsung menunduk hormat pada Adam dan Brianna. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Tanya Eva. "Siapkan bahan-bahan untuk membuat kue, dan bantu Brianna untuk membuatnya." Perintah Adam sebelum beralih menatap Brianna. “Kau bisa meminta bantuan Eva.” “Um...tapi aku bisa menyiapkannya sendiri...Adam." Adam lantas memberikan tatapan tajamnya pada Brianna, merasa tidak suka karena Brianna yang berani memotong ucapannya. "Turuti ucapanku dan tidak usah banyak protes!" Brianna langsung menunduk takut lalu perlahan mengangguk. Adam pun tersenyum tipis sebelum beralih menatap ketiga pelayannya. "Jangan sampai ada kekacauan." "Baik, Tuan." Eva mengangguk pada Adam. Sedangkan pria itu kini tengah sibuk dengan ponselnya yang berbunyi. Adam menatap Brianna sejenak sebelum mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya. "Iya, Calla. Aku akan segera ke sana, sayang." ucap Adam lalu pergi begitu saja bersama ponsel yang menempel di telinga. Sementara Brianna hanya bisa menatap punggung Adam yang perlahan menjauh dan akhirnya menghilang. Ia kemudian menghela nafas panjang untuk membuang perasaan tidak nyaman yang sedikit mengganggunya. *** Setelah hampir satu jam lebih menghabiskan waktunya untuk membuat kue red velvet dan juga black forest, kini Brianna akhirnya bisa bernafas lega saat melihat kue-kue buatannya sudah tersusun rapi di atas meja pantry. Hah! Tiba-tiba saja Brianna jadi merindukan tempat kerjanya dulu. Brianna kemudian beralih menatap para pelayan yang kini sibuk membereskan semua peralatan membuat kue, lalu memberi mereka kue buatan Brianna. "Ini sebagai rasa terima kasihku karena kalian sudah membantuku." ucap Brianna tulus, bibirnya mengulas senyuman manis. "Tidak usah, Nyonya." "Aku mohon terimalah." Brinna memasang ekspresi wajah memelasnya, berharap itu bisa membuat para pelayan itu mau menerima kuenya. Eva yang melihat itu hanya bisa tersenyum tipis, sedikit heran dengan tingkah majikan barunya yang begitu polos itu. Selama menjadi pelayan di keluarga Chaiden, baru kali ini eva menemukan majikan seperti Brianna. Karena tidak tega membuat Brianna memelas, Eva pun akhirnya menerima kue yang diberikan Brianna tadi. "Terima kasih, Nyonya." Brianna mengangguk semangat seperti anak kecil, nampak senang sekali. "Sama-sama. Kalau tidak keberatan, kalian bisa memanggil pelayan lainnya dan juga para penjaga keamanan untuk mencicipi kue buatanku." "Tidak usah, Nyonya. Saya takut—" Lagi-lagi Brianna memberikan tatapan memelasnya, membuat Eva kembali menelan kata-katanya lalu menghela nafas panjang sebelum berbalik untuk melaksanakan ucapan Brianna itu. *** Adam sudah terlihat sangat bosan ketika harus menemani Calla berkeliling mencari gaun yang akan dipakai wanita itu ke pesta peresmian kosmetik ternama, di mana Calla merupakan brand ambassador dari produk itu. "Apa masih lama, La?" Mendengar ucapan bernada malas itu, Calla lantas menoleh cepat untuk memandang Adam dengan tatapan menyelidiknya. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Kau bosan menemaniku dan ingin cepat pulang menemui istrimu itu?" ucap Calla menekankan kata istri. Adam memutar matanya. "C’mon. Kita sudah sering membahas hal ini, Cal. Aku juga sudah sering mengatakannya jika aku tidak punya perasaan apapun padanya. Ini hanya sekedar tanggung jawab." "Tanggung jawab?" Kali ini Calla menatap Adam dengan tatapan tajamnya, meminta penjelasan pada pria itu mengenai maksud dari 'tanggung jawab' yang dimaksud. "Tanggung jawab apa maksudmu, Dam?" Adam merutuk dalam hati, merasa kesal karena harus tersudut di keadaan seperti ini. "Calla, maksudku bukan seperti itu." "Lalu apa maksudnya?" Calla memundurkan langkah ketika Adam mencoba untuk menggapai tangannya. "Katakan padaku jika apa yang aku pikirkan sekarang tidak benar, Dam." Ia menatap mata Adam bergantian, berharap jika tebakannya itu salah. Tidak mungkinkan Adam-- "Maafkan aku," Adam menatap Calla menyesal. "Aku tidak butuh permintaan maafmu. Aku butuh penjelasanmu!" Adam menundukan kepalanya untuk menarik nafas panjang lalu memberanikan diri menatap Calla yang kini sudah menangis di depannya. "Dia...hamil, La. Aku--" Ucapan Adam terpotong karena Calla yang langsung berbalik pergi begitu saja. Adam sontak mengejarnya, meminta wanita itu untuk berhenti agar ia bisa menjelaskan semuanya. "Calla, stop!" "Leave me alone!" balas Calla sedikit berteriak hingga memancing perhatian beberapa orang yang lewat. Mereka seketika berbisik ketika melihat Calla yang berlari sambil menangis. Adam pun menggeram di tempatnya, ia mempercepat langkah untuk merampas ponsel seorang pria yang akan merekam Calla dan membantingnya ke lantai. "Sh*it! Apa yang kau—" "Aku akan membuatmu hancur seperti ponselmu jika kau berani merekamnya." ucap Adam tajam, membuat nyali pria itu seketika menciut takut. Setelah memastikan orang itu tidak akan merekam Calla, Adam pun kembali melanjutkan langkah untuk mengejar Calla yang sudah lumayan jauh di depannya. Adam lantas mengumpat kesal ketika ia kehilangan jejak Calla. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Calla, tapi justru tidak ada jawaban. Sialan! Adam pun memilih untuk kembali ke mobilnya. Ia membanting belanjaan Calla di kursi belakang sebelum duduk di balik kemudi dan segera menjalankan mobilnya menuju apartemen Calla karena ia yakin wanita itu berada di sana. *** Benar saja, ketika Adam memarkirkan mobilnya, ia melihat Calla yang baru saja turun dari mobil dan berlari memasuki apartemen. Adam pun segera berlari mengejar Calla, menahan wanita itu dan mendorongnya pelan memasuki lift. Ia memojokan Calla ke dinding sambil menatapnya dengan nafas memburu. "Lepaskan aku!" Calla memberontak untuk melepaskan diri dari Adam, tapi apa daya ketika tenaga pria itu justru lebih kuat darinya. "Aku akan melepaskanmu jika kau mau mendengar penjelasanku." "Apa lagi yang perlu dijelaskan, Dam?" Calla menatap Adam dengan mata berairnya. "Bukankah semuanya sudah jelas? Aku akhirnya tahu apa alasan kau harus menikah dengan wanita itu." "Kau belum tahu semuanya, La." "Apapun yang kau jelaskan, aku tidak mau mendengarnya. Karena bagiku—" Adam langung mencumbu bibir Calla untuk menghentikan ucapan wanita itu. Ia menahan kedua tangan Calla di atas kepala, sementara satu tangannya lagi menahan tengkuk Calla agar berhenti memberontak. Adam memperdalam ciumannya, membelai bibir Calla dengan lidahnya hingga akhirnya wanita itu berhenti memberontak dan membalas ciumannya. Tangan Calla kini sudah berada di rambut Adam, meremas pelan di sana untuk menarik Adam mendekat. Adam pun melakukan hal yang sama. Ia memeluk Calla hingga wanita itu bisa merasakan tonjolan keras diantara kedua kakinya. "Aku menginginkanmu." ucap Adam sambil menjeda ciuman untuk mengambil nafas. Kedua matanya menatap Calla berkabut. "Aku juga." jawab Calla lalu lalu mengajak Adam untuk segera keluar dari lift dan masuk ke apartemennya. Ketika Calla baru akan berbalik menutup pintu, Adam sudah lebih dulu menariknya, menghimpitnya ke dinding dan kembali mencumbu bibir Calla sambil meremas kedua p******a wanita itu. Calla mendesah, melengkungkan punggungnya pada Adam untuk meminta lebih. Adam yang mengerti dengan hal itu pun langsung menurutinya, ia menurunkan tali gaun yang digunakan Calla lalu melepaskan kaitan bra-nya dengan cepat hingga membuat dua keindahan itu terpampang di depannya. Adam meremasnya sekilas, menghembuskan nafas hangat sebelum akhirnya menangkupnya dengan mulut. Desahan demi desahan yang dikeluarkan Calla semakin membuat pening. Ia pun segera menggendong Calla ke kamar, membantingnya ke ranjang dan kembali mencumbu wanita itu dengan liar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD