Asmira dan Aliken.
Hai perkenalkan nama aku Keni, nama panjang ku, keni putri lestari. Aku di panggil dengan teman teman ku Keni, ada juga yang memanggil ku INI, ada juga yang memanggil ku Teli, aku juga bingung dengan teman ku, mengapa mereka memanggil ku Teli, padahal jauh sekali dengan nama ku, tetapi kalau yang itu jangan di pikirkan terlalu lama, karena tidak berperan banyak dalam cerita ini. Usia ku sekarang seratus satu tahun, aku menulis cerita ini tepat di usiaku yang sekarang ini. Mungkin ada banyak sekali kata kata yang membingungkan, atau tidak jelas, atau mungkin sangat sulit untuk di mengerti, maklum kan saja, karena waktu aku muda, aku hanya sampai tamat bangku SMA, dan tidak banyak mengetahui tentang sastra, itu pun aku tamat untung-untung, karena rapor aku kebakaran, (banyak yang nilai merah atau jelek). Tetapi inti nya aku menulis cerita ini, karena masa mudaku yang banyak sekali rasa bahagia, sedih, kecewa, bangga dan masih banyak sekali perasaan perasaan yang sulit untuk di jelaskan.
Walau orang tuaku juga tidak banyak berperan dalam cerita ini, namun tidak salah kan, untuk memasukan nama mereka di cerita ini. Papaku bernama pak Agung setia budi, atau biasa aku panggil papi Agung, tetapi lebih sering memanggil Papi saja. Mamaku bernama ibu Rosi putri lestari, sama dengan nama panjang ku, karena nama panjang ku juga mengikuti mamaku, aku biasa memanggil mamaku Bunda. Orang tuaku meninggal saat berusia tujuh puluh satu tahun dan mamaku meninggal saat berusia delapan puluh lima tahun. Kedua orang tuaku meninggal karena faktor yang sama, yaitu Usia.
Aku dari dulu hingga sekarang, yang usia nya seratus satu tahun, tinggal di rumah yang sudah sangat terlihat tua, karena sudah tidak terawat lagi, rumah ku berada di jalan pangkalan asam raya, Jakarta pusat, Jakarta. Luas rumah ku sekitar empat ratus meter, ya bisa di katakan lumayan luas lah. Oh ia, aku tidak memiliki kakak atau adek, karena aku anak satu satu nya dari ke dua orang tuaku. Aku rasa kamu(pembaca) sudah bisa mengenaliku dengan sangat jelas atau mungkin ada yang tidak mengenaliku dengan sangat jelas, tidak masalah sedikit pun, karena aku yakin, setelah kamu membaca cerita aku ini hingga akhir, kamu akan mengenaliku dengan sangat jelas.
Cerita ini di mulai satu tahun yang lalu, saat aku berusia seratus tahun, karena di usia ku itu ialah hari paling bahagia ke dua kali dalam hidup ku terulang.Hari sebelum aku berangkat ke Swiss, aku menyiapkan barang-barang yang akan aku bawa ke negara itu. Aku pergi ke supermarket untuk membeli barang, makanan, minuman, obat-obatan dan segala persediaan yang aku perlukan di negara itu. Aku telusuri di google, untuk mengetahui apakah di Swiss sedang turun salju, dan ternyata betul dugaan ku, di negara bagian eropa itu sedang musim turun nya salju. Setelah aku mengetahui, bahwa di Swiss sedang turun salju, aku membeli pakaian pakaian yang terbuat dari kulit, untuk aku gunakan di negara itu. Dan semua kebutuhan yang aku perlukan untuk aku bawa ke Swiss sudah aku beli, aku pulang ke rumah dan mengemas barang-barangku yang akan aku bawa ke negara Swiss. Hari paling bahagia dalam hidup ku pun tiba. aku memesan taksi online untuk aku gunakan menuju bandara soekarno-hatta. Aku menaiki taksi online itu dan menuju ke bandara internasional Soekarno-Hatta.
Negara Swiss memang negara yang indah, tenang, bersih, nyaman, dan sejuk. Tetapi jika aku pergi ke Swiss hanya untuk mencari ketenangan, kesejukan, kebersihan, dan kenyamanan, mungkin aku bisa pergi ke negara-negara yang terdekat dari Indonesia, seperti Australia, Singapore dan masih banyak lagi negara di dekat Indonesia yang seperti negara Swiss itu, tentunya untuk menghemat uang yang aku miliki. Lalu apa yang aku ingin rasakan di negara swiss itu?, kalau hanya ingin mencari semua yang aku sebutkan di atas itu saja, mending aku ke negara terdekat dari Indonesia saja. Jawaban nya ialah aku pergi ke negara Swiss itu bukan untuk berlibur, melainkan untuk melakukan Euthanasia. Mungkin di telinga orang awam atau mungkin juga di telinga masyarakat biasa, atau bisa jadi di telinga pejabat negara terdengar asing, mengapa bisa begitu?, di karenakan Euthanasia di kenali oleh orang tua seperti aku yang sudah berusia seratus tahun yang tidak kuat lagi menghadapi dunia ini dan orang yang memiliki penyakit yang tidak dapat di sembuh kan karena beberapa faktor, salah satunya biaya pengobatan.
Aku akan menjelaskan sedikit tentang Euthanasia. Euthanasia ialah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk menghilangkan penderitaannya, itulah gambaran sedikit tentang Euthanasia, pasti kamu(pembaca) juga bertanya, mengapa aku ingin sekali melakukan euthanasia, aku bisa menjawab nya pertanyaan itu. Aku ingin sekali melakukan euthanasia di karenakan beberapa faktor yang aku hadapi di dunia ini, faktor pertama yaitu faktor usia, aku sudah berumur seratus tahun dan belum mati juga, mungkin kamu berpikir, usia panjang ialah hal yang sangat menyenangkan, tetapi kalian salah, usia panjang seperti aku ini yang berusia seratus tahun ini, bukanlah hal yang menyenangkan, melainkan penderitaan yang harus aku pikul di dunia yang kejam ini, di tambah lagi aku sudah tidak mendapatkan penghasilan bulanan lagi.
Aku menghidupi hidup aku ini dengan uang kedua orang tuaku yang sangat banyak, mereka tinggalkan untuk aku, tetapi berjalan nya waktu, uang yang di tinggalkan kedua orang tuaku tinggal sedikit, karena aku gunakan untuk semua kebutuhan ku. Faktor yang ke dua ialah faktor keluarga, aku di dunia ini sudah tidak memiliki keluarga lagi, maka dari itu tidak ada yang mengurusku dan merawat aku, itulah beberapa faktor yang aku sudah pertimbangkan selama satu tahun, dan pertimbangan aku ialah memutuskan untuk mengakhiri hidupku dengan Euthanasia. Seperti itulah alasan ku, mengapa aku pergi ke negara Swiss, bukan untuk berlibur, bersenang senang, atau lain sebagai nya, melainkan untuk melakukan Euthanasia atau mengakhiri hidup aku. Negara Swiss adalah yang yang aku ketahui melegalkan euthanasia satu-satu nya di dunia, maka atas semua faktor kehidupan ku ini, aku memutuskan untuk pergi ke negara Swiss, untuk mengakhiri hidupku.
Aku sampai di bandara internasional Soekarno-Hatta yang berada di Banten. Setelah aku menunggu sekian lama di Bandara, perberangkatan Swiss akan berangkat menuju negara Swiss tanpa transit. Aku menaiki pesawat yang akan berangkat menuju negara Swiss. aku meninggalkan negara Indonesia, tempat aku di lahirkan dan di besarkan, tempat aku tinggalkan semua rasa senang, sedih, dan lain sebagai nya dan aku tidak akan kembali lagi ke Indonesia. Setelah sekian lama aku berada di dalam pesawat, aku pun sampai di bandar udara bern,Bandara yang berada di ibu kota negara Swiss yaitu kota Bern. Setelah aku sampai di bandar udara Bern, aku langsung menaiki taksi yang melewati Bandara itu, dan aku menuju kota Jenewa, kota Jenewa adalah kota terpadat kedua di Swiss setelah kota Zurich.Dan aku sampai di kota Jenewa, aku langsung menuju salah satu rumah sakit yang berada di kota itu. Aku menemukan salah satu rumah sakit yang melegalkan euthanasia.
Aku langsung berkonsultasi ke seorang dokter yang berada di rumah sakit itu, aku menceritakan semua faktor yang ada dalam hidup ku dan alasan mengapa aku ingin melakukan Euthanasia, aku berkonsultasi menggunakan google translate. Dan setelah aku mengurus semua proposal, surat, dan ketentuan-ketentuan yang ada, aku pun di bawa ke sebuah kamar yang berada di rumah sakit itu, akan segera di mulai proses Euthanasia. Aku membawa headset penerjemah bahasa termasuk bahasa yang di gunakan di kota Jenewa, bahasa yang di gunakan di kota Jenewa adalah bahasa Prancis, headset yang aku bawa juga bisa menerjemahkan bahasa Perancis. Aku membawa sekitar sepuluh headset di dalam tas aku, aku berikan satu kepada dokter yang akan melakukan euthanasia, aku juga mengenakan nya. Aku memanggil dokter itu dan menyuruh nya dengan bahasa tubuh yang aku bisa untuk menggunakan headset yang aku pegang, ia pun mengerti dan menggunakan nya. Lalu aku coba headset itu kepada dokter tersebut dan berakata "sebelum dokter melakukan euthanasia kepada aku, boleh aku menceritakan buku-buku yang aku bawa?." Dokter itu mengatakan menggunakan bahasa Perancis dan di terjemahkan kedalam headset penerjemah yang aku gunakan dan berbunyi "sangat boleh sekali, aku ingin sekali mendengarkan buku yang kamu bawa itu." Sebetulnya Buku-buku yang aku bawa itu ialah kisah nyata yang aku alami saat aku masih menduduki bangku SMA. Aku mengeluarkan buku yang aku bawa dan mulai menceritakan ke dokter itu.