13. Good News

1482 Words
Chapter 13 Good News Charlotte mendekati Sunshine yang sedang menggunting bunga mawar untuk dimasukkan ke dalam vas. "Kulihat kau melakukan hal yang sama setiap hari," ucap Charlotte. Ia mengambil satu tangkai mawar berwarna merah yang tangkainya masih utuh. "Aku menikmatinya," ujar Sunshine seolah tidak terusik dengan ucapan Charlotte yang bernada ejekan. "Menggunting mawar setiap pagi." Charlotte menggoyangkan tangkai mawar di tangannya. "Melukis, membaca buku, dan...." "Pergi berkuda," pungkas Sunshine. Charlotte memberikan mawar di tangannya kepada Sunshine. "Kurasa itu satu-satunya yang paling menyenangkan dalam hidupmu." Sunshine mulai memasukkan satu persatu tangkai mawar yang telah ia seimbangkan ukuran panjangnya ke dalam vas bunga berisi air. Air di dalam vas itu telah diisi serbuk pengawet agar mawar bisa bertahan beberapa hari. "Ya, berkuda paling menyenangkan." Charlotte mendengus. "Berapa tahun kau bergabung di klub berkuda?" Sunshine mengedikkan bahunya. "Enam atau tujuh tahun. Sepertinya." "Dan kau tidak pernah mengikuti lomba pacuan kuda sekali pun." Sunshine mengamati bunga di dalam vas, memastikan susunannya sesuai dengan keinginannya. Ia memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, kemudian memperbaiki beberapa tangkai bunga seraya berucap, "Mustahil aku mengikuti lomba. Yang terjadi adalah, seluruh peserta akan diganti dengan tim kerajaan agar tidak ada yang membahayakanku." "Itu adalah jawaban yang paling relevan hingga aku tidak yakin jika kau tahu caranya bersenang-senang," ejek Charlotte. "Aku sering bersenang-senang, kok." "Bagaimana mungkin? Menonton pacuan kuda saja kau harus berada di tenda khusus untuk keluarga istana, tidak bisa berteriak, tidak bisa mengumpat! Ya Tuhan, jika aku jadi kau aku akan segera mati karena bosan." Sunshine menatap Charlotte dengan tatapan lurus. "Kau benar, membosankan." Charlotte menyeringai. "Aku tidak bermaksud begitu. "Semua yang kau katakan benar." Ia semakin menyadari jika hidupnya memang membosankan. Sunshine berjalan menuju ruang makan diiringi Charlotte di mana pelayan telah menyiapkan sarapan untuk mereka. "Apa rencanamu hari ini?" tanya Charlotte setelah mereka berdua duduk berhadap-hadapan. "Sebenarnya aku tidak memiliki acara apa pun hingga beberapa hari ke depan. Jadi, aku akan menghabiskan waktuku untuk pergi ke klub berkuda. Ada apa?" Karena ia telah memutuskan untuk tidak lagi mengunjungi Lexy, dan akan menganggap Lexy tidak ada dalam hidupnya lagi. Kedengarannya seperti seorang gadis patah hati sebelum bermain cinta. Tetapi, dari pada harus patah hati nanti, menurutnya lebih baik sekarang. Charlotte menuangkan gula ke dalam cangkir tehnya, kali ini bukan teh mawar. "Aku sedang berpikir untuk menggunakan fasilitas bulan maduku." Beck tidak berusaha menghubunginya, ia juga tidak berusaha mencari Beck seolah hubungan mereka berakhir begitu saja tanpa kejelasan. Sunshine yang sedang menjilati gula cair tanpa kalori di sendoknya menghentikan gerakannya. "Bukankah seharusnya fasilitas itu telah hangus?" Charlotte menyeringai. "Pada hari batalnya pernikahanku, aku menghubungi agen perjalananku. Kau pikir aku akan membiarkan ratusan ribu dolar hangus begitu saja?" Sunshine menggelengkan kepalanya, ia tidak mengerti mengapa Charlotte sangat santai menghadapi masalah. Padahal melarikan diri dari pernikahan yang telah di depan mata, bukan perkara kecil. Tetapi, sahabatnya masih sempat memikirkan ratusan ribu dolarnya. Sedangkan dirinya? Pernikahannya memang telah ditentukan, tetapi tidak di depan mata. Masih ada waktu setidaknya dua tahun lagi. Ia harus menyelesaikan tugas sebagai penyandang gelar Ratu Kecantikan selama satu tahun, Lexy juga harus menyelesaikan banyak pelatihan sebelum resmi naik tahta. Seharusnya ia bisa seperti Charlotte, bukan malah berpikir terlalu banyak mengenai hubungannya dengan Lexy. Atau mungkin karena Charlotte berusia tiga tahun di atasnya hingga membuat cara berpikir Charlotte lebih dewasa dan santai? "Sepertinya menyenangkan jika kita bisa berlibur bersama ke Yunani," ujar Charlotte membuyarkan lamunan Sunshine. Pergi ke Yunani. Tentu saja menyenangkan. Sepertinya ia memang butuh sedikit relaksasi dari penatnya masalah akhir-akhir ini. Kenapa tidak bersenang-senang sedikit? "Aku akan bertanya lebih dulu pada Mona." "Ya Tuhan," erang Charlotte. "Tidak, kurasa tidak mungkin pergi ke Yunani bersamamu." "Aku bisa meminta Mona menyesuaikan jadwalku," ucap Sunshine tidak terima. Ia ingin pergi berlibur. Setidaknya ini liburan pertama bersama temannya. "Masalahnya, kau tidak bisa pergi tanpa pengawalan." Charlotte mendengus. "Kurasa lebih baik aku pergi sendiri." "Ya Tuhan." Sunshine lemas mendengar ucapan Charlotte. Ia nyaris meletakkan dahinya ke atas piring yang berisi bacon, sosis, dan telur. Kali ini ia benar-benar semakin membulatkan tekad untuk menjadi gadis bebas, ia ingin hidup sebagai gadis biasa yang bisa pergi kapan saja, ke mana saja, bersama siapa saja yang ia mau tanpa diawasi oleh pengawal berpakaian formal dengan wajah datar. Besoknya, Charlotte benar-benar pergi sendiri ke Yunani. Impiannya merelaksasikan pikiran dan tubuhnya di pinggir kolam renang sambil menatap laut yang biru di Santorini menguap, harapannya untuk menikmati birunya air di Mykonos, Zakynthos, Thasos, Shiaktos, dan mengamati benda-benda di museum arkeologi juga melebur. Tidak bersisa. Sudahlah, hidupnya memang telah digariskan seperti ini. Setidaknya sekarang ia tidak terlalu sibuk dengan urusan harus pergi ke rumah sakit, ia bisa berkuda setiap hari, atau akan mencari kegiatan lain. Seperti mengasah kemampuan tarian Flamenco. Namun, semua usahanya untuk memantaskan diri menjadi pendamping Lexy mendadak menjadi tidak menarik. Lebih menarik dorongan konyol dari pemikiran mencari pria polos tanpa masa lalu. Sunshine memikirkan cara untuk mencari pria tanpa masa lalu sambil memegangi tali kekang kudanya, pria polos tanpa masa laku mungkin hanya ada di perpustakaan atau toko buku. "Baiklah." Ia bergumam. Ini saatnya. Sunshine memberikan kode kepada kudanya untuk berhenti, ia turun dari atas kuda dan memberikan tali kekang kuda kepada pegawai klub. Ketika ia berjalan melewati pintu keluar dari lapangan, Mona menyambutnya, asistennya mengulurkan sebotol air mineral yang masih tersegel rapi. Sunshine tidak langsung menerimanya, ia memerintahkan kepada Mona untuk membuka tutupnya agar ia bisa menikmati isinya. Setelah merasa cukup ia mengembalikan botol air mineralnya kepada Mona lalu meminta tolong kepada Mona untuk membantunya melepaskan pelindung kepala. "Kau memberi tahu Jessie jika aku di sini?" tanya Sunshine seraya melirik ke arah Jessie yang duduk di bangku kayu. "Pengawal selalu menginformasikan di mana pun Anda berada," jawab Mona sopan. Rencananya kembali memudar, sepertinya pertanda buruk. Ia tidak akan bisa pergi ke perpustakaan secepatnya. Ia menghela napas lalu menghampiri Jessie dan menyapa, "Hai, Jessie. Sepertinya hari yang indah. Apa kau juga ingin belajar berkuda?" Menurut Sunshine, Jessie tidak mungkin datang untuk orang lain. Dan ia tahu untuk apa Jessie datang. Tetapi, tidak etis jika ia langsung menanyakan kepentingan Jessie kepadanya. "Aku mencarimu," ujar Jessie, ia mempersilakan Sunshine untuk duduk di bangku kosong yang berada tepat di sampingnya. "Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Sunshine dengan nada biasa meski ia juga tahu untuk apa Jessie datang. "Sudah hampir dua Minggu kau tidak datang ke rumah sakit." Tepat. Seperti dugaan Sunshine. Ia berdehem pelan. "Maaf, aku sangat sibuk akhir-akhir ini." "Temanmu lebih penting dari calon suamimu?" tanya Jessie sedikit terdengar sinis. "Maaf, Jessie. Terkadang aku juga memerlukan privasi." Seperti Jessie yang sedikit sinis, Sunshine tidak mampu menahan kejengkelannya karena ia merasa tidak lagi memiliki privasi. Sebenarnya hal seperti itu telah berlangsung sejak dulu, tetapi baru kali ini ia mempersalahkannya. Ia menginginkan kebebasan. Jika tidak ada harapan bersama Lexy, maka ia ingin menukarnya dengan kebebasan. "Lexy membutuhkanmu," ujar Jessie. Kali ini nadanya lebih rendah. Sunshine tidak langsung menyahut. Tetapi, di dalam benaknya mencebik. Sama sekali bukan urusanku karena yang Lexy butuhkan adalah Poppy. Bukan aku. "Aku akan ke rumah sakit setelah semua urusanku selesai," ujar Sunshine setelah menjilat bibirnya yang terasa kering. "Kau seharusnya tidak perlu merisaukan apa pun. Masalah kau dan kakakku, semua akan berjalan sesuai pengaturan. Tidak akan ada yang bisa menghalangi karena keluarga kami tidak akan tinggal diam jika ada yang berani mengganggu hubungan kalian." Jessie mengucapkan kalimatnya lambat-lambat, tetapi nadanya tegas. "Pengaturan itu, bisakah dibatalkan?" Sunshine menatap Jessie dari arah samping, ia sedikit menyipitkan sebelah matanya. Jessie bersedekap, ia menghela napas seraya menyandarkan punggungnya sandaran bangku. "Kita tidak dilahirkan untuk itu. Kita dilahirkan dengan garis keturunan yang tidak bisa diputus oleh apa pun." Ibu Sunshine memiliki darah bangsawan di Spanyol, ayahnya juga. Entah bagaimana keluarga kerajaan berinisiatif menjodohkan dirinya dengan Putra Mahkota sejak pertama kali ia menghirup udara di bumi. "Aku dan Lexy, kami tidak saling mencintai. Dan kau sendiri tahu jika Lexy dan Poppy...." "Tugasmu hanya memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi milikmu. Paksa kakakku untuk jatuh cinta padamu." Secara teori sepertinya mudah, tetapi hati manusia adalah sesuatu yang berwujud namun abstrak. "Aku tidak bisa." "Kau belum mencobanya." "Aku sudah mencoba." "Kapan?" Sunshine terdiam. Ia telah mencoba, ia mencoba mendekati Lexy selama Lexy terbaring di atas ranjang pasien. Tapi, pengakuan Poppy meluluhlantakkan tekadnya. Ia tidak lagi memiliki tekad, ia memilih mundur sebelum berperang. "Aku tidak bisa. Lexy berhak memilih siapa pun yang ia inginkan." "Tidak ada tempat untuk seorang pengkhianat di dalam istana." "Mereka saling mencintai," ujar Sunshine dengan perasaan hancur. Hancur mengingat tega-teganya Poppy dan Lexy bermain di belakangnya bertahun-tahun. "Aku bahkan tidak yakin jika orang yang kau anggap sahabat itu tidak pantas dicintai, gadis yang bermartabat tidak akan bersedia diajak bermain gila di belakang punggung sahabatnya sendiri. Apa pun alasannya." Sunshine tidak ingin memperpanjang perdebatan yang mungkin akan menjadi sengit, ia bangkit dari duduknya. "Jessie, sudah saatnya aku kembali. Aku masih ada beberapa kegiatan." "Kuharap kau berubah pikiran." "Saat ini aku tidak memikirkan apa pun selain menjadi gadis biasa dan meninggalkan negara ini, seperti Poppy." Dan Charlotte. "Kakakku telah terbangun dari koma." Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD