06 - Memalukan

1826 Words
Happy Reading Gengs ❤️ ******* Zeline kini telah duduk manis di salah satu kafe daerah sekitaran Seminyak. Ia memesan Lemon Ice Tea kesukaannya. Wanita berambut cokelat terang itu sedang menunggu teman lamanya yang kebetulan pemilik kafe yang ia datangi. Mereka sudah berjanji untuk temu kangen ketika Zeline memiliki waktu senggang di Bali. Setelah sepuluh menit menunggu, akhirnya Bagus, owner cafe dan juga teman lama Zeline datang menghampiri. Mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol dan sebenarnya Zeline datang juga ingin mengantarkan hadiah pernikahan untuk Bagus dan istrinya. "Terima kasih banyak, Zel. Tidak perlu repot memberikan hadiah seperti ini," kata Bagus saat menerima hadiah dari Zeline. "Tidak perlu sungkan. Ini sebagai ungkapan permintaan maafku juga karena tidak bisa hadir saat pernikahanmu, Gus," kata Zeline. "Istriku pasti senang menerima hadiah ini. Dia ingin sekali bertemu denganmu, tapi dia sedang sibuk malam ini." Zeline tersenyum, "lain kali, atur waktu lagi biar kita bisa kumpul bersama. Aku juga penasaran dengan istrimu, wanita yang mau-maunya menikah dengan lelaki playboy seperti dirimu," ledek Zeline. "Sialaaan! Ada masanya playboy untuk tobat. Lagi pula, aku tidak mau menyia-nyiakan wanita sesabar istriku ini. Dia benar-benar berbeda dari deretan wanita yang pernah aku kencani," ungkap Bagus. "Syukurlah kalau begitu. Aku ikut bahagia mendengarnya. Semoga pernikahanmu langgeng sampai ajal memisahkan." Doa Zeline tulus. "Aamiin. Bagaimana Bali? Kau betah di sini?" tanya Bagus dan Zeline mengangguk antusias. "Tentu saja, Bali selalu luar biasa untukku. Aku suka pantai dan suara deburan ombak seolah mengangkat semua bebanku. Tidak seperti Jakarta. Padat dan penat." "Pindah saja kemari, Zel. By the way, kapan kau akan menyusulku ke pelaminan?" tanya Bagus. Zeline terkekeh sambil mengaduk salad-nya. "Maksudmu menikah?" Bagus mengangguk. "Memangnya dengan siapa aku mau menikah? Aku ini masih single, Gus. Lagi pula, belum ada pria yang mau mengajakku menikah." Bagus terkejut, ia tidak menyangka wanita secantik Zeline masih berstatus jomlo alias sendiri. "Kau bercanda 'kan, Zel? Tidak mungkin wanita sepertimu menjomlo." Bagus meragukan. Zeline memukul lengan Bagus pelan sambil terkekeh lagi. "Memangnya aku wanita seperti apa? Kau mau mengejekku ya? Aku benar-benar tidak punya pacar." "Kau mau kukenalkan dengan temanku di sini? Dia seorang pengusaha perhiasan dan memiliki banyak resto ternama pula. Ku rasa dia akan cocok denganmu." Bagus berniat menjadi mak comblang. "Terima kasih atas tawaranmu, Gus. Tapi, aku akan mencarinya sendiri. Kau tahu bukan, aku selalu gagal jadian jika dijodohkan," ucap Zeline dan Bagus mengangguk sambil tertawa. "Ya sudah kalau begitu. Aku yakin, kau bisa mendapatkan kekasih sendiri. Akan tetapi ingat, Zel,  jangan terlalu memilih." "Kabari aku jika kau sudah menemukan jodohmu, yah. Aku usahakan untuk hadir ke pernikahanmu nanti," kata Bagus. ****** Waktu sudah menunjukkan pukul 10.17 di Bali. Zeline sudah sangat kenyang dengan sajian secara gratis yang diberikan Bagus padanya dan juga ia sudah puas bercerita dengan pria itu. Saat ini, waktunya Zeline untuk kembali ke hotel untuk beristirahat. Setiba di lobi hotel, ponselnya berbunyi, panggilan masuk dari Fini. "Ya, Fin!" "Kau di mana?" "Aku? Aku di lobi utama." "Tsk! Cepat kemari, aku sudah menunggumu lama di kamar Mesya." "Kalian sudah sampai?" "Berapa nomor kamarmu? Kami ke sana!" "601!" Sambungan telepon diputus begitu saja. Zeline menggeleng tak habis pikir memiliki sahabat seperti Fini. ******* Sesampai di kamar, Zeline meletakkan ponsel dan tasnya di atas meja. Ia bergegas mandi dan membiarkan Fini, Mesya dan Vera melakukan apa pun di kamarnya itu. Zeline hanya ingin menyegarkan tubuhnya yang sepanjang sore tadi ia habiskan di luar. Cuaca di Bali tidak jauh berbeda dengan  cuaca jakarta, panas. Mesya datang bersama tunangannya, Vera juga bersama gebetannya dan Fini baru akan mencari mangsanya malam ini, sebelum mereka bergulat panas di ranjang masing-masing, mereka akan menyempatkan diri untuk menemani Zeline yang selalu sendiri jika berlibur, meskipun Zeline sendiri merasa tidak perlu dengan tindakan mereka tersebut. Untuk kali ini,  alasan para sahabatnya berada di dalam kamar Zeline adalah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan mengenai kencan online Zeline. Ponsel Zeline bergetar di atas nakas. Vera mengambil ponsel Zeline dan melihat notifikasi apa yang muncul. Ternyata ada tiga w******p yang dikirimkan dari nomor asing. Tingkat penasaran Vera meningkat dan dengan lancang ia membuka isi chat tersebut. Fello Zeline, apa kau sedang sibuk? Atau sudah tidur? Aku ingin mengajakmu skype, kebetulan aku sedang tidak ada kegiatan Hubungi aku, jika kau punya waktu senggang. Mata Vera terbelalak melihat isi chat tersebut. Senyum tersungging di wajah cantiknya. Ternyata Zeline sedang pendekatan dengan salah satu teman dari aplikasi kencannya. "Great Job, Zeline!" pekik Vera membuat Mesya dan Fini menoleh. "OMG!!! Zeline—" teriak Vera lagi saat melihat foto profil seorang yang bernama Fello. Mesya dan Fini mendekat menuju Vera, sedangkan Zeline tampak linglung ketika baru saja keluar dari kamar mandi. "Kalian kenapa?" tanya Zeline penasaran. Mesya, Fini dan Vera, ketiganya kompak tersenyum misterius menatap Zeline. "Kemajuanmu begitu pesat!" "Tangkapan jitu!" "Luar biasa! Pasti memuaskan!" Zeline mengernyitkan dahi, mencoba mencerna ucapan ambigu dari ketiga sahabatnya itu. "Kalian ini bicara apa? Biasakan bicara dengan bahasa yang jelas dan normal. Aku bukan peramal yang bisa mengerti bahasa isyarat kalian," keluh Zeline. Vera menyodorkan layar ponsel yang menunjuk-kan wajah Fello. Seketika Zeline berdiri, dan merebut ponselnya. "Apa yang kalian lakukan dengan ponselku?" tanya Zeline. "Hanya membaca ajakan skype dari pria tampan bernama Fello itu." "Cepat buka skype-mu! Aku sudah tidak sabar melihatnya dan memberi penilaian apa dia layak atau tidak," ucap Mesya. Zeline menghembuskan napas berat. Tingkat kekepoan para sahabatnya sudah memasuki ambang di atas normal, mau tidak mau membuat Zeline mengikuti titah mereka. Sebelum mengaktifkan sambungan Skype-nya, Zeline terlebih dahulu mengabari Fello agar pria itu bersiap-siap di sana. ****** Sebelum mengaktifkan sambungan Skype-nya, Zeline terlebih dahulu mengabari Fello agar pria itu bersiap-siap di sana. MacBook Zeline diletakkan di atas meja dan Zeline sendiri duduk di lantai yang beralaskan karpet tebal, sedangkan ketiga sahabatnya duduk berdesakan di atas sofa kecil di belakang Zeline. Zeline hanya menggelengkan kepala melihat tingkah absurd mereka bertiga. Seketika layar MacBook Zeline menampilkan pria tampan yang sedang shirtless, pemandangan yang cukup segar. d**a bidang, perut six pack persis roti sobek, otot-otot yang kencang. Tubuh pria itu layaknya seperti model Papan atas Internasional yang sering muncul di majalah olahraga. Baik Zeline, Mesya, Fini atau Vera, mereka semua secara bersamaan terdiam terpaku dan tanpa sadar menahan napas, menikmati indahnya ciptaan Tuhan. "Ini surga!" gumam Fini. "Dia bukan manusia!" timpal Mesya. "Aku jatuh cinta," bisik Vera. Zeline sendiri masih diam terpaku menatap hal yang mampu merusak kinerja otaknya. Lamunan Zeline seketika buyar saat Fello menyapanya. "Hai, Zeline. Apa kau baik-baik saja?" "Hah? Iy ... iya! Aku baik-baik saja." "Tapi kenapa wajahmu terlihat pucat. Kau yakin baik-baik saja?" "Iya, aku baik!" "Apa yang sedang kau lakukan?" "Oh, maaf! Aku baru saja selesai Gym. Aku belum sempat mandi dan berpakaian. Maafkan aku, karena tidak sopan." "Aku malah menginginkan, kau menurunkan celana hitammu itu!" gumam Vera. "Oh, shiit! Aku hooorny!" ucap Fini. Fello sepertinya mendengar dan mengerti apa yang diucapkan Fini barusan. Ia memasang wajah penasaran. Zeline menoleh sinis ke arah Fini dan mengisyaratkan pada ketiga temannya untuk diam dan tidak berkata yang aneh-aneh. "Apakah mereka semua teman-temanmu?" "Ah, iya. Mereka semua sahabatku. Maaf, membuatmu tidak nyaman. Mereka ingin berkenalan denganmu, Fe!" "Oh, ya! Dengan senang hati. Kenalkan aku, Fello. Aku menetap di New York. Aku teman baru, Zeline." "Ya Tuhan! Suaranya begitu seksi. Rahimku seketika panas seperti tersiram jutaan benih kecebong miliknya!" bisik Fini. "Apa kau single, Fello? Kenalkan aku Vera." "Ya, tentu saja. Ah, aku akan mengingat namamu. Ver-a!" "Kenalkan, namaku Mesya! Senang melihat dadaaamu." "Apa? Kau apa?" "Tidak! Mesya bilang, dia senang berkenalan denganmu!" Zeline memberikan tatapan tajam pada Mesya, karena ucapannya yang begitu blak-blakan. Mesya hanya menyengir menanggapi tatapan Zeline. "Aku Fini. Kau memiliki tubuh yang luar biasa. Apa kau seorang model di sana? Kapan kau berencana akan terbang ke Indonesia?" Fello nampak berpikir menanggapi pertanyaan Fini. Baru saja akan menjawab, Zeline menyelanya. "Abaikan pertanyaan Fini. By the way, kau punya rencana apa hari ini?" "Oh, okay! Aku tidak ingin kemana-mana. Aku akan beristirahat saja di rumah, mungkin nanti sore aku akan jalan-jalan di pantai." "Semoga harimu menyenangkan." "Terima kasih, Zeline. Semoga tidurmu juga nyenyak dan bermimpi indah." "Aku akan tidur. Aku sudahi dulu ya. Lain kali kita berbincang-bincang lagi." Zeline memilih untuk mengakhiri skype-nya dengan Fello. Ia sudah tak kuasa lagi melihat pemandangan yang membuatnya pening dan susah berkonsentrasi itu, sedangkan di sana, lagi-lagi Fello menampilkan wajah kecewanya saat mendengar Zeline ingin mengakhiri percakapan video mereka. "Ah—Baiklah. Aku akan menghubungimu lagi nanti. Kau harus beristirahat." "Oh, yah. Kau terlihat lebih cantik jika tanpa make up yang berlebihan. Aku menyukainya." Seketika hawa panas menyerang wajah Zeline. Wajahnya dipenuhi semburat merah. Sungguh, pria di layar MacBook-nya ini berbahaya. Selain dapat merusak kinerja jantungnya, ia juga mampu memporakporandakan isi kepala Zeline. "Terima kasih. Bye!" Zeline menutup layar MacBook-nya dan menghela napas panjang, yang ternyata diikuti oleh ketiga sahabatnya yang lain. "Demi Tuhan, Zeline!! Dia tampak seperti malaikat!" "Lubang surgawiku mendadak basah hanya karena mendengar suara dan tubuh setengah telanjangnya!" ucap Fini vulgar. Zeline bergidik ngeri mendengar ucapan Fini lantas memukul lengan Fini kencang. "Aku bisa membayangkan betapa besar dan panjang serta keras miliknya!" timpal Vera. "Oh, s**t! Kalian bertiga cepat pergi dari kamarku! Sungguh, kehadiran kalian bertiga benar-benar merusak pikiranku," usir Zeline. "Bisakah aku minta nomor ponselnya?" tanya Fini dihadiahi tatapan menusuk Zeline. "Tidak! Sudah, sana kalian pergi! Kalian menyebalkan, memalukan sekali," omel Zeline. "Jika Fello ke Indonesia, kau harus memberi tahu kami semua, okay!" kata Vera dan Zeline memutar bola matanya. Zeline memijit dahinya yang mendadak dua kali lipat rasa peningnya, sepeninggalan ketiga sahabatnya yang sudah keluar dari kamarnya. Sungguh munafik, jika Zeline tidak mengakui betapa HOT-nya seorang Fello. Zeline merasakan gelenyar-gelenyar aneh muncul saat ia mendengar suara berat dan seksi Fello, ditambah tubuh layaknya pahatan sempurna dari Tuhan yang sengaja diciptakan untuk merusak kinerja otaknya. Zeline tidak menampik, jika ia ingin bertemu langsung dengan Fello. Namun, Zeline tidak akan terburu-buru apalagi memaksa agar pria itu datang menemuinya. Toh, belum tentu Fello orang yang mampu membeli tiket pesawat New York - Indonesia. Untuk sekarang lebih baik, Zeline mencari tahu lebih banyak mengenai pria itu. ***** Lagi-lagi Ricard tertawa kecil di depan cermin. Ia mematut penampilannya yang memang begitu tidak sopan. Ia sampai lupa untuk memakai baju, saat Zeline mengabarinya, jika wanita itu akan mengajaknya Video Call. Ricard awalnya cukup terkejut saat melihat di layar ponselnya bukan hanya wajah cantik Zeline yang berada di sana. Melainkan di belakangnya masih ada tiga wanita cantik  yang tidak dikenal Ricard. Tapi entah mengapa, wajah Zeline yang tanpa make up lebih menarik untuk ditatap dibanding ketiga wajah teman Zeline. Rasanya, Ricard ingin setiap hari memandang wajah polos Zeline saat bangun tidur atau akan tidur. Oh, s**t! Pemikiran yang terlalu jauh. Fantasi-fantasi aneh bercokol di kepalanya. Otak kotornya memikirkan bagaimana jika bibir tipis Zeline ia kecup dan lumat berkali-kali, ia pastikan jika bibir itu rasanya manis. Sial! Tongkatnya berdiri! Itu hanya karena memikirkan dan membayangkan wajah Zeline. Benar-benar, sepertinya Ricard harus memeriksakan otaknya ke rumah sakit! Ricard benar-benar harus mandi air dingin, untuk menyingkirkan pikiran-pikiran mesumnya dan fantasi liarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD