ENTAHLAH

771 Words
Jantung Ranti terus berdebar kencang, padahal Ario tidak ada di situ. Ranti mengalihkan perhatian dengan menyusun beberapa jadwal pertemuan. Ia pun mulai sibuk menerima beberapa telepon masuk. Alarm ponselnya berbunyi, ternyata sudah pukul 11.00, waktunya rapat. Artinya, ia akan kembali bertemu Ario. Jantungnya berdebar tak karuan, dag dig dug... Linda mendatangi mejanya dan beranjak menuju lantai 9. Memasuki ruang rapat, terlihat Tim Legal dan Ario masih membicarakan beberapa hal serius. Mereka telah rapat dari pagi dan kelihatannya belum selesai. Ranti dan Linda mengetuk pintu ruang rapat yang terbuka, lalu mengambil posisi duduk. Linda menyapa semuanya. Ranti hanya duduk, terdiam, dan mulai mengeluarkan tabletnya, serta membuka beberapa catatan. "Kita menunggu tim finance dan corporate, sebentar lagi mulai," ujar Wira. Tak lama, Mirna dan Erik dari Corporate dan Finance pun memasuki ruang rapat. Rapat pun dimulai. "Seperti kita tahu, media kita baru mengalami pemutusan kontrak sepihak dari klien. Tim Legal berusaha mempersiapkan segala dokumen yang dibutuhkan. Pa Ario selaku konsultan hukum kita sudah menjelaskan posisi kita dalam kasus ini, dan akan mendampingi kita selama proses ini berlangsung," jelas Wira. "Saya minta kerjasama semua divisi agar kita bisa segera menyelesaikan ini," tambahnya. Tiap divisi memberikan dan menjelaskan duduk perkara versi masing-masing. Ranti melihat Ario dari sudut matanya. Ia memang terlihat berkharisma. Tidak mengherankan di usianya yang terbilang muda di usia 35 tahun sudah memiliki law firm sendiri. Orangnya pintar, cerdas dan tegas. Tiba-tiba Ranti terpikirkan sesuatu. Jangan-jangan ia sudah menikah? Masa seganteng dan sesempuna itu belum punya pasangan? Sekilas Ranti melihat tangan Ario. Jari-jarinya yang kekar itu tidak mengenakan cincin. Perutnya tiba-tiba mulas membayangkan kalau ternyata Ario sudah punya pasangan. Semoga saja ia single, harapan itu terbersit dalam pikirannya. "Nanti Mirna dari Corporate bisa sharing langsung ke Pa Ario," Wira berkata dan menyadarkannya dari lamunan. "Iya ok, mungkin kita harus segera bertemu dengan pihak legal dari klien. Saya coba arrange untuk meeting," ujar Mirna. "Baik, mungkin bisa secepatnya," Ario menimpali perkataannya. Wira pun menutup rapat tersebut. Semua membereskan barang-barangnya. "Jadi kita lunch hari ini?" ujar Wira pada Ranti. "Jadi. Lin join yu. Ada acara?" Ranti bertanya pada Linda. "Available, let's go," ujarnya. "Pa Ario, gabung yu?" Linda mengajak Ario. Ario seperti agak ragu, tapi langsung menjawab,"Ok." Ok? Ok? Ario bilang ok??? Ranti merasa jantungnya berdebar tambah kencang. Sampai-sampai ia merasa mungkin orang sekitarnya bisa mendengar debar jantungnya. "Ok. Lunch di Bistro ya," Ranti menjelaskan sambil menenangkan diri sendiri. Oh jantungkuuu... Ranti berteriak dalam hati. *** Suasana makan siang berlangsung menyenangkan. Ario ternyata tidak sekaku dan sedingin yang terlihat. Ranti pun merasa ketegangannya berkurang dan merasa lebih tenang. Ia jadi tahu kalau Ario menyukai makanan manis, tapi memilih air mineral untuk minum karena kurang menyukai minuman yang memiliki rasa. Lucunya, Ario tidak kuat pedas. Saat itu, tidak sengaja ada sedikit potongan cabe rawit yang ia makan, tiba-tiba hampir satu gelas air mineral ia habiskan. Entah kenapa, dimatanya hal itu terlihat cute. Ternyata, meski Ario serius dan gagah, bisa kalah oleh rasa pedas. "Pa Ario sudah menikah?" Linda tiba-tiba bertanya. "Belum," jawabnya pendek. Dug dug dug.. Jantung Ranti berdegup kencang. Ahh dia belum menikah.. Tapi apa ia punya pacar? "Sibuk terus ya? Tapi pasti bisa bagi waktu untuk pacar kan ya?" Linda pun iseng bertanya. Ario tertawa kecil, "Belum ada pacarnya," jawabnya. Ahh.. Perut Ranti langsung seperti melilit. Jantungnya berdebar kencang. Tanpa sadar, ia tersenyum. Yess, ujarnya dalam hati. Linda dengan bawelnya terus bercerita. "Susah memang kalau kesibukan menyita waktu. Kapan ketemu pasangan? Saya pun seringkali bingung, pacar sering dinas ke luar kota. Sama-sama sibuk. Meski satu kota, tapi jarang ketemu.” "Curhat nih," Wira berkomentar. Linda tertawa, "Hahaha... Nasib sering lembur, terpaksa percintaan jadi korban." Ario tersenyum kecil. Terlihat kaget dengan pertanyaan-pertanyaan dan cerita Linda, tapi sepertinya memahami kalau itu karakter Linda yang memang terbuka dan cuek. Ranti yang sudah terbiasa dengan sikap Linda hanya diam sambil menyendok sisa cake yang ia pesan. Tiba-tiba Wira menyomot potongan cake yang sedang ia makan dengan sendoknya, "Minta," sambil memasukan cake itu ke mulutnya. "Hmm..." Ranti hanya bergumam. Ia sudah kenyang, jadi Wira sebetulnya membantunya untuk segera menghabiskan cake itu. "Nih habiskan," sodor Ranti pada Wira, yang langsung menyantap cake itu. "Maaf saya ke toilet dulu," Ario berdiri dan melangkah menuju toilet. "Sudah jam 1, aku bayar bill dulu ya. Jadi nanti Pa Ario ke sini, kita tinggal cabut," Ranti berdiri menuju kasir. Ternyata saat di kasir, Ario ada di situ sedang membayar tagihan makan. "Pa Ario, sudah dibayar? Saya yang mau traktir tadinya," ujar Ranti kaget. "Tidak apa-apa, dari saya saja,” Ario berkata dingin, tanpa menatapnya dan tanpa basa-basi lalu berbalik menuju table. Ranti kaget. Kenapa Ario kembali dingin padanya? Tiba-tiba, ia merasa ingin menangis. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD