Dipulangkan

1187 Words
Alex geram melihat Rizal yang seenaknya masuk ke dalam apartemennya tanpa izin. “Berani-beraninya kau masuk ke tempatku, kau siapa, hah...?!” hardiknya dengan geram. Ia bahkan sudah melayangkan tinjunya ke arah dokter rupawan itu tapi dengan sigap Rizal menahan serangan dengan menangkap tinju Alex menggunakan telapak tangannya. Tatapan mata tajam keduanya saling beradu, sorot mata dingin Rizal tampak tidak terpengaruh dengan kemarahan Alex. “Bagaimana denganmu? kau pikir apa yang kau lakukan dengan seorang gadis tanpa ikatan pernikahan di tempat ini? aku tidak datang sendiri, beberapa aparat keamanan sedang menunggu di luar, jika kau bertindak gegabah, kau tahu kan apa yang akan terjadi? Jadi lebih baik biarkan aku melakukan tugasku dengan tenang.” Wajah Alex berubah tegang, bisa kacau kalau apartemennya digerebek dan menemukan Lina sedang berada di kamarnya. Ia tidak bisa membayangkan dirinya dan Lina akan dikawinkan. Ia sama sekali tidak ada niatan untuk menikahi Lina sedikitpun, Lina hanya teman bersenang-senangnya saja. Sehingga ia pun pasrah membiarkan Rizal masuk ke dalam. Rizal tersenyum sinis lalu melangkah masuk ke dalam. Pria itu melangkah masuk ke dalam kamar dan mencari keberadaan Lina. Tetapi ia tidak menemukan Lina di tempat itu. Ia kemudian mencari di kamar yang lain. Rizal melangkah masuk, pandangannya menyapu seluruh ruangan tapi ia tidak melihat gadis itu. Pandangannya tertuju pada kasur yang berantakan. Ia menghampiri tempat itu mencari jejak keberadaan Lina. Gadis itu tidak terlihat tetapi Rizal masih bisa mencium wangi parfum Lina yang masih tertinggal di kasur itu. Hatinya seketika miris menyadari tingkah putri Kizara yang sudah melewati batasan, tapi ia sendiri sudah berjanji akan menyembuhkan Lina dan bertekad untuk mengubah sikap gadis itu menjadi lebih baik. Pandangannya kemudian tertuju pada kamar mandi, Lina kemungkinan bersembunyi di sana. Rizal melangkah perlahan dan membuka pintu kamar mandi, tapi anehnya di sana juga gadis itu tidak terlihat. ‘Kemana dia?’ pikirnya. Rizal tempak berpikir, kira-kira Lina sembunyi di mana? Tidak mungkin ia bisa keluar dari apartemen ini karena akses untuk keluar hanya ada satu yaitu pintu depan. Ia tidak mungkin tiba-tiba menghilang begitu saja. “Nona Lina, aku tahu kau bersembunyi, aku minta kau keluar sekarang juga,” Rizal mulai memancing Lina untuk keluar, tapi sama sekali tidak ada respon. Rizal sudah memprediksi jika Lina tidak akan menyerah. “Baiklah, jika kau tidak mau keluar. Tapi jangan salahkan aku jika orang lain yang menemukanmu. Kau tahu di luar di depan pintu ada beberapa petugas yang siap menggeledah setiap inci tempat ini, kau tahu kan kalau petugas menemukan pasangan tanpa pernikahan berada di sebuah kamar, maka apa yang akan terjadi? jadi selagi aku masih berada di sini untuk membantumu keluar dari masalah ini, gunakan kesempatan itu dengan baik. Karena aku tidak akan bertanggung jawab jika sudah meninggalkan tempat ini.” Masih tidak ada respon. Rupanya gadis itu tetap keras kepala. “Baiklah, aku akan menghitung sampai lima, jika setelah itu kau masih belum muncul, aku akan meninggalkan kalian di sini dan membiarkan para petugas itu menjalankan tugasnya. Laporan akan sampai kepada om Kizara sebentar lagi. Jadi siapkan saja dirimu untuk dinikahkan dengan pasanganmu itu. Mungkin hal itu akan lebih baik untuk menyembuhkanmu. Satu…” Rizal mulai menghitung memancing Lina untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Sungguh, baru kali ini Rizal menangani pasien model begini. Ia rupanya harus berusaha ekstra untuk pasiennya kali ini. “Dua…” Rizal masih terus menghitung angka untuk memancing Lina keluar, tapi sampai pada hitungan keempat pun, Lina masih juga belum muncul. “Oke, berarti itu pilihanmu, setelah aku menghitung angka terakhir, aku akan keluar dari sini dan meminta para petugas itu menggeledah tempat ini,” ucap Rizal. “Lima…” ternyata pada angka terakhir pun, Lina masih tidak menampakkan batang hidungnya. Rizal pun menghela nafas panjang, mungkin Lina harus diberikan sedikit efek jera. Gadis itu harus merasakan ganjaran untuk perbuatannya. Selama ini ia hanya merasakan kasih sayang berlebih dari orang tuanya sehingga menyebabkan ia bersikap tidak mau tahu terhadap apapun yang ia lakukan. “Baiklah, terserah kau saja. Aku sudah memperingatkanmu. Jadi jangan menyesal,” ucap Rizal lalu melangkah meninggalkan tempat itu. “Tunggu…!” tiba-tiba suara Lina terdengar. Rizal menghentikan langkahnya dan menoleh. Lina tampak keluar dari lemari tempat ia bersembunyi dengan wajah yang tertunduk. Rizal hanya menatapnya dengan senyum puas. “Ternyata kau bersembunyi di lemari? Kenapa keluar, apa kau takut digrebek satpol PP? aku pikir kau memang ingin menikah dengan pasanganmu itu,” ledek Rizal. “Jangan banyak bicara, bawa aku pulang sekarang,” ucap Lina menahan kesal. Pria ini selalu saja mengacaukan hidupnya. “Apa kau yakin tidak ingin tinggal lebih lama di sini?” Rizal masih memancing Lina, gadis itu hanya menggeleng pasrah. “Kau tahu kejadian seperti ini kemungkinan akan terulang, kau bisa saja menghilang lagi saat akan menjalani pengobatan dan tentunya aku akan repot mencarimu. Kau tahu aku bukan dokter yang tidak memiliki pekerjaan lain, pasienku masih banyak, jadi sebelum keluar dari sini, aku ingin kau berjanji tidak akan melakukan hal bodoh seperti ini lagi, dan kalau melaggar, aku akan lansung memita bantuan yang berwajib untuk menertibkanmu. Bagaimana, apa kau bersedia berjanji ?” tanya Rizal. Lina tidak menjawab, lama ia berpikir keras. Dalam hati ia merutuk dokter menyebalkan yang ada di hadapannya itu. Kenapa pria ini selalu saja mengganggu kesenangannya? tapi ia juga tidak bisa menolak, ia merasa terjebak. “Kalau kau tidak setuju juga tidak apa-apa, aku bisa pergi dari sini. setidaknya aku tidak akan mengurusi pasien yang tidak mau bekerja sama.” Rizal kembali memancing Lina untuk bereaksi. Ia lalu melangkah pergi. “Oke baik. Aku janji akan bekerja sama,” ucap Lina dengan cepat. “Kau juga harus bersedia untuk tidak lagi berhubungan dengan pria tadi,” Rizal kembali menambahkan. Mendengar itu tentu saja Lina keberatan. Gadis itu semakin kesal karena merasa Rizal sudah bertindak mengatur semaunya. “Mana bisa seperti itu, dia itu pacarku, kau tidak berhak melarangku untuk berhubungan dengannya!” protesnya menolak. “Ini adalah salah satu aturanku untuk setiap pasien tertentu. Tentu saja hal itu aku terapkan untuk mempermudah proses terapi. Tapi jika pasien keberatan, aku tidak akan memaksa. Namun, untuk kasusmu akan beda cerita. Om Kizara sudah memberikanku kepercayaan untuk mengurusmu sampai kau sembuh, mau atau tidak aku akan memakai cara ini terhadapmu. Kalau tidak, petugas yang berwajib akan mengambil alih tanggung jawabku, lagipula ayahmu juga sudah setuju dengan itu,” ucap Rizal. Lina semakin tersudut, ia tidak ada pilihan lain, membantah juga percuma. Ia menatap kesal ke arah Rizal yang tersenyum menunggu jawabannya. “Terserah!” ucap Lina dengan kesal. “Baiklah, aku anggap itu sebagai persetujuan. Kalau begitu, kita kembali ke klinik sekarang untuk menjalani terapi pertamamu,” ucap Rizal lalu melangkah meninggalkan tempat itu diikuti oleh Lina yang berjalan dengan perasaan penuh kekesalan. “Lina, kau mau pergi?” di ruang tamu, Alex ternyata menunggunya. Pria itu juga tidak berani keluar karena berpikir petugas ketertiban masyarakat itu masih Berada di sekitar pintunya menunggu. “Iya, aku pergi dulu. Nanti aku hubungi lagi,” ucap Lina sambil terus berjalan mengikuti Rizal keluar ruangan. Mereka masuk ke lift dan berjalan menuju parkiran. Rizal Membuka pintu mobilnya untuk Lina, dengan ragu gadis itu masuk. Rizal pun masuk ke dalam mobil, setelah itu mobil melaju meninggalkan tempat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD