Bab 9 | Cerita Dini Hari

2442 Words
-Cerita tentang kita mulai terukir, bolehkah aku berharap pada takdir, agar cerita ini memiliki bahagia di akhir.- *** Fares melirik kembali jam dinding di ruang tamu, lalu kembali beralih menatap ponselnya, satu pesan dari Ayya yang dikirimnya habis maghrib tadi. -Aku ngerjain tugas besar di kontrakan Jeno. Mungkin pulangnya malem banget. Sorry, makan malem udah aku siapin tadi.- Fares justru mendecak kesal dan kembali menuju dapur, hatinya ikut gelisah, membuatnya menghela napasnya sekali lagi. Perasaan kesal dan khawatir itu ternyata menyusahkan, jika tidak teringat Ayya adalah tanggung jawabnya sekarang, sudah pasti dia bisa tidur nyenyak seperti biasanya. Tapi ucapan Sekar benar-benar membelenggunya, untuk tetap bertanggung jawab pada Ayya sekali pun dia tidak menginginkannya. Sekali pun dia masih kesal dan benci pada Ayya, sekali pun dia masih menolak Ayya dalam hidupnya yang menjadi penyebab gagal segala rencana tentang masa depannya. -Ayya tanggung jawabmu sekarang, Mamah akan sangat kecewa padamu jika sampai kau menjadi suami yang buruk bahkan mengabaikan istrimu.- Itu hanya salah satu wejangan Sekar setiap wanita itu menelponnya, mengirim pesan padanya. Sejak dia memutuskan untuk pindah ke apartemen, Sekar begitu rutin menelponnya, menanyakan Ayya juga kegiatannya tidak lupa dengan segala wejangannya, membuat Fares yang ingin memberikan sedikit pelajaran pada Ayya dan menyakiti hati gadis itu menggunakan perasaan cinta yang Ayya miliki urung ia lakukan. "Gapapa kali, lo kasih sedikit pelajaran ke dia karena udah berani ngusik lo, gue yakin anak kaya dia langsung milih mundur saat lo selalu nyakitin dia. Gampang banget caranya, manfaatin rasa yang dia punya buat lo. Itu cara terbaik buat ngancurin hatinya." Sebagian hatinya berbisik, membuat Fares menggeram, sangat benci dengan keadaan ini. "Ngga usah sok jadi b******k. Sejak kapan lo berani nyakitin cewe? Berani lo nyakitin Ayya, siap-siap aja lo dicoret dari KK.' Lalu, sebagian hatinya yang lain ikut menyanggah, mencegahnya untuk tidak melakukan hal bodoh itu. 'Halah, ngga usah cemen, Res. Lakuin aja apa yang bikin lo puas buat bales semua ini. Ayya terlalu diuntungkan dengan keadaan ini. Dia berhasil dapetin lo. Sedangkan lo? Dapet rugi doang, anjir.' 'Inget, Fares. Jaga Ayya sebagaimana Mamah dan Papah menjaga kamu selama ini.' Ucapan Sekar yang terakhir menjadi penengah dari konfrontasi sang hati yang terbagi menjadi dua kubu. Fares berjalan menuju dapur, membuka kulkas dan menenggak air mineral langsung dari sana. Dia melirik di meja makan, ada beberapa plastik dengan logo restroan ayam terkenal di sana, membuatnya menyunggingkan senyum tipisnya, bahkan setelah tadi pagi dia meminta Ayya untuk berhenti melakukan hal-hal menggelikan seperti memperhatikannya, gadis itu tetap saja melakukannya. Dengan dalih ingin menjadi istri yang baik, membuat Fares mendecih keras dengan sifat Ayya yang ternyata cukup keras kepala. Dia mengeluarkan ponselnya lagi, duduk di pantry dan membuka pesan dari Ayya, tepat saat dia membuka chat room itu, dirinya melihat Ayya sedang online, membuat pria itu dengan segera mengetikkan pesan balasannya. -Mau nginep di kontrakan cowo apa gimana lo? Beneran bar-bar lo ya, Ayya.- Tanpa berpikir ulang Fares langsung menekan tombol enter untuk mengirim pesan tersebut. Tetap saja, ucapan pedasnya masih tidak bisa ia kontrol, setiap bersama Ayya atau segala sesuatu yang berhubungan dengan gadis itu pasti membuatnya kesal dan emosi. Walau sebenarnya ia tau, jika memang sebagai mahasiswa sipil, pulang pagi sudah menjadi hal biasa yang terjadi karena tugas besar mereka yang menggunung. Apalagi di semester lima, mereka mendapatkan lima tugas besar, yang pasti sangat menyita waktu, harus diselesaikan secepatnya dalam satu semester itu dan harus mendapat surat puas dari dosen agar bisa mengikuti ujian. Jika gagal mendapatkan surat puas itu, maka tidak ada kata lain selain mengulang tahun depan. Hanya saja, memikirkan jika memang Ayya yang ia ketahui semester ini berpartner dengan Jeno dan gadis itu akan menghabiskan malam mengerjakan tubes itu membuat Fares benar-benar tidak tenang. Bagaimana pun, kontrakan Jeno bisa disebut sebagai base camp cowo sipil angkatannya, dan dia bisa membayangkan bagaimana ramainya kontrakan itu dalam dua puluh empat jam non stop dihuni oleh teman-teman prianya. Memikirkan jika Ayya berada di sana dan menjadi satu-satunya gadis benar-benar membuatnya mengumpat. Satu pesan masuk di ponselnya, membuat dirinya mengumpat keras saat membaca balasan dari Ayya. -Res, kayanya aku pulang pagi deh, aku besok ada dua asistensi, Makon sama PJR, ngga bakal kelar ini sampe pagi. Sorry.- "s**t!" Fares langsung berdiri dan menyambar kunci mobilnya, meninggalkan apartemen dan memilih menyusul ke kontrakan Jeno yang juga kontrakan Alva dan Fano, memang dirinya juga kerap menginap di sana untuk rapat dengan anak HM atau sekedar nongkrong dan juga mengerjakan tugas. Tapi selama ini, dirinya tidak pernah melihat Ayya di sana. Fares melirik lagi jam di tangan kirinya begitu tiba di kontrakan Jeno, sudah menunjukkan hampir jam setengah satu pagi dan kontrakan Jeno dari luar pun masih terlihat begitu ramai dengan beberapa teman yang ia kenal sedang nongkrong dan merokok. "Weh, Res, ada apa gerangan yang mulia datang?" Jojo yang memiliki tubuh gempal langsung menyambutnya, membuat Fares mendecak. "Jeno mana?" "Tuh di kamar, lagi ehem ehem sama cewe." Balas Jojo ringan membuat Fares langsung tersulut emosi. "Bacot lo, anjir." Fares memilih untuk masuk ke dalam, tidak mau meladeni ucapan Jojo yang hanya membuat dia ingin menonjok pria gempal itu. Ruang tamu itu benar-benar persis seperti kapal pecah, semua alat tulis berserakan dengan kertas-kertas desain, ada yang tertidur di pojok ruangan, ada yang asik bermain game, ada yang begitu fokus mengerjakan tugas-tugas mereka dan ada yang asik bertelpon ria dengan kekasihnya. Namun, tatapannya tetap terfokus pada seorang gadis dengan kaca mata bacanya yang tengah menghadap laptop, berdiskusi dengan Jeno dan terlihat begitu serius, tidak peduli malam telah berlalu dan gadis itu sudah melewatkan tidurnya, tidak peduli dengan kebisingan dan huru-hara di sekitarnya. "Res, ngapain lu pagi buta begini ke kontrakan?" Itu suara Alva yang menyapanya pertama kali, membuat semua penghuni di ruang tamu besar itu menatapnya penuh tanya, membuat Fares mendengus kasar setelah memberikan tatapan kesalnya pada Ayya. "Pengen, ngusir lo?" Fares menjawabnya ketus, langsung merebahkan tubuhnya di sofa yang kosong itu, membuat teman-temannya mengernyit heran, pun dengan Ayya yang juga menunjukkan raut wajah bingungnya. "Ye, PMS, lo? Dateng-dateng senewen." Jeno menimpali membuat Fares menatapnya kesal dan memilih menutup matanya. "Bacot lo, Jen." Balasnya sebelum memilih tidur, tidak benar-benar tidur tentu saja, dia akan mengawasi Ayya, sebenarnya cukup bersyukur karena bukan Ayya satu-satunya gadis di sana, ada Shena juga dua gadis lain yang ia kenal sebagai kekasih Rion dan Abi. "Yya, mending lo tidur dulu deh, gue yang ngerjain dulu, lo ngantuk bener kayanya. Tidur di kamar gue gih sana. Yakin deh ini kelar kok nanti, percaya sama Aa Jeno." Suara Jeno yang melembut pada Ayya membuat Fares melotot tajam dan bangkit dari tidurnya. "Jijik lo, Jen. Najis." Fares kembali menimpali, membuat anak-anak di sana menatap heran padanya, sedang Ayya hanya tersenyum canggung dan menunduk, kenapa atmosfirnya menjadi menyebalkan begini semenjak Fares datang. "Sorry, gue kan baik sama semua cewe, lagian kamar gue kosong kali dan Ayya bisa kunci pintunya biar aman. Ngga usah ngadi-ngadi lo mikirnya. Lagian udah hampir jam dua, dari pada besok kita asistensi ngantuk-ngantuk, mending lo tidur dulu, Yya." Jeno kembali menatap Ayya, sedang Ayya diam-diam menatap Fares yang kini juga memberikan death glare padanya, membuat muncul banyak pertanyaan di kepalanya. "Udahlah, Jen. Kita kerjain aja biar cepet selese, aku juga pengen cepet pulang. Besok kan kita asistensi pagi." Ayya menjawab, membenarkan letak kacamata bacanya dan memilih kembali fokus, Fares juga memilih kembali merebahkan tubuhnya di sofa, memejamkan matanya namun masih terjaga sepenuhnya, mendengarkan bagaimana Ayya dan Jeno berdiskusi begitu alot untuk menyelesaikan tugas mereka. Tugas besar setiap semester yang selalu mencekik dia dan teman-temannya setiap harinya. *** Fares bangun dari tidur pura-puranya saat mendengar Ayya berpamitan pada Jeno dan mengingatkan pria itu jangan terlambat untuk asistensi besok pagi. Shena sudah pulang sejak dua jam yang lalu diantar oleh partnernya. "Gue anter ya, Yya? Masih jam empat subuh ini, bahaya lo pulang sendiri." Jeno menawarkan diri, membuat Ayya langsung tersenyum dan menggeleng. "Ya elah, udah pagi kali, Jen. Tidur aja sana, kosanku deket juga. Aman, aman." Ayya menggendong tas nya dan memakai sepatunya. "Wah parah lo, Jen. Anak gadis orang ngga lo anterian. Payah, payah." Cibiran teman-temannya membuat Jeno meringis, pasalnya bukan hanya kali ini saja Ayya menolaknya, gadis itu selalu menolak diantar pulang olehnya dengan berbagai alasan. Jeno bahkan pernah sengaja diam-diam mengikutinya untuk memastikan gadis itu pulang dengan selamat. "Gapapa ih, udah pagi ini, bentar lagi juga subuh, udah rame kali jalanan." Ayya menimpali, tersenyum pada teman-temannya yang masih terjaga. "Mending tidur sana, aku balik ya." Ayya melambaikan tangannya, menuju motornya dan pulang untuk memejamkan matanya barang sejenak sebelum berangkat ke kampus nanti. "Gue juga balik." Fares ikut pamit, membuat yang lain lagi-lagi melongo dengan tamu tak diundang itu, namun Fares mengabaikannya dan langsung melengos pergi. "Gila ya gue, ngapain si pake mastiin itu cewe segala. Ya Tuhan, Faresta Adinata, otak lo, baru sehari nikah udah beneran geser kayanya." Fares menggumam kesal sebelum menstarter mobilnya. Seharusnya dia mengabaikan kehadiran Ayya karena dia membenci gadis itu, seharusnya dia tidak peduli sekali pun Ayya tidak pulang malam ini, tapi kenapa dia melakukan hal yang bertolak belakang dengan apa yang dia pikirkan. Semuanya seolah berjalan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya ia lakukan. Fares melajukan pelan mobilnya mengikuti Ayya dari belakang, terus memperhatikan Ayya dengan berbagai pertanyaan yang timbul di otaknya. Seperti apa sebenarnya sosok gadis itu, kenapa gadis itu bisa sangat menyukainya dan melakukan hal bodoh yang mungkin tidak pernah dipikirkan oleh gadis lain. Menulis surat cinta konyol untuknya di jaman milenial seperti ini. Dan apa yang dia bilang waktu itu? Kebiasaan anehnya yang memiliki sleep walking dan suka telanjang saat tidur. Benar-benar sulit dipercaya. Ayya tau Fares mengikutinya, membuatnya bertanya-tanya sebenarnya apa yang sedang pria itu lakukan, kenapa Fares harus mengikutinya, pria itu tidak sedang khawatir dan menjaganya kan? Sungguh hal seperti itu sepertinya tidak ada dalam kamus Fares dan dirinya. Dirinya dan Fares hanyalah dua orang asing yang terjebak dalam satu ikatan. Hal-hal normal seperti pasangan lainnya tentu tidak ada dalam kamus mereka. Sibuk memikirkan tentang kehidupannya dan Fares kini, Ayya tidak menyadari jalan di depannya, hampir saja dirinya menabrak tukang sate dan gerobaknya yang hendak menyebrang, tentu saja dia langsung membanting setir untuk menghindari gerobak sate itu, alhasil dirinya yang terjatuh. Membuatnya langsung meringis kesal, kecerobohannya tidak pernah hilang. Saat melihat motor yang sejak tadi ia intai di depannya itu oleng dan akhirnya terjatuh, Fares langsung menginjak pedal remnya mendadak, mengumpat kesal melihat Ayya yang begitu ceroboh. Dia langsung turun dari mobilnya, menghampiri Ayya yang masih berusaha bangun dengan motornya. "Makanya, kalo nyetir jangan merem." Dengusan kesal Fares itu membuat Ayya mengerucutkan bibirnya kesal, pria itu membantu Ayya menegakkan motornya kembali, Ayya berusaha berdiri, menyadari siku tangan dan kakinya tergores aspal. "Thanks," ujar Ayya kesal, menarik setang motornya dan kembali menaikinya. Namun, Fares justru menekan keningnya dan berdiri di depan motornya. "Turun, naik mobil bareng gue. Tinggal motornya." "Ngga. Aku harus ke kampus pagi. Ribet ngga ada motor. Kamu belum tentu bakal bangun jam tujuh nanti." Ayya masih menunjukkan wajah kesalnya walau matanya sudah terlihat lelah. "Gue anter besok pagi." Fares mencengkram tangannya, membuat Ayya tetap menggelengkan kepalanya keras. "Ngga bisa. Nanti anak-anak rame gimana tau kamu nganterin aku, gila ya kamu? " Ayya mendecak kesal, mendorong Fares yang masih berdiri di depan motornya. Lalu menstarter motornya tidak peduli dengan Fares yang menatap tajam ke arahnya. "Naik gojak besok pagi kalo lo ngga mau dianter Ayya, ngga usah ribet. Pulang bareng gue sekarang!" Fares lalu menarik kunci motor itu namun reflek Ayya lebih cepat, gadis itu mencubit kuat tangan Fares yang berniat mencuri kunci motornya. "Ngga." Ayya tetap keukeuh pada pendiriannya, membuat Fares mendecak keras dan mengacak rambutnya frustasi, ternyata Ayya dan keras kepalanya benar-benar sangat menyebalkan. "Minggir." "Mau ngapain lagi, sih?! Waktu tidurku berkurang ini gara-gara debat sama kamu!" Ayya juga semakin menunjukkan kekesalannya, membuat Fares kembali menoyor kepala gadis itu. "Mundur." Fares memberikan tatapan tajamnya. Namun Ayya masih enggan menuruti ucapan pria itu. "Mundur, gue yang nyetir." Fares melanjutkan ucapannya, membuat Ayya mengernyitkan keningnya dan ingin protes, namun Fares dengan gerakan cepatnya mengambil alih motornya, membuat Ayya berteriak kesal dan akhirnya mundur ke belakang. "Apaan sih?!" Ayya menepuk kuat punggung Fares, namun pria itu mengabaikannya dan langsung melajukan motor Ayya cukup kencang, membuat Ayya sekali lagi berteriak kesal dan mencubit pinggang pria itu. "Mobil kamu gimana?" Tanya Ayya saat Fares pelan-pelan memelankan laju motornya, gadis itu sengaja mengajak Fares berbicara untuk menghilangkan kantuknya, perjalanan untuk sampai ke apartemen Fares masih sekitar sepuluh menit lagi. "Kalo ilang lo yang tanggung." Balas Fares cuek. "Enak aja!" Ayya menyentak tak setuju, membuat Fares menyunggingkan senyum tipisnya. "Lo ngapa si pake partner-an sama Jeno segala, ngapa ngga sama Shena? Sengaja lo ya biar bisa nongkrong sama cowo-cowo." Fares memulai pembicaraan membuat Ayya kembali mendecak dengan pemikiran menyebalkan pria itu. "Ngga usah ngada-ngada. Shena udah diajakin duluan sama Yoga, lagian emang lebih enak partneran sama cowo, jelas pemikiran cewe dan cowo beda, kalo aku sama Shena yang ada berantem mulu nanti." Setelah itu, keduanya saling diam, Ayya berusaha untuk tidak menahan kantuk yang semakin menyiksanya, Fares juga sibuk dengan pemikirannya tentang Ayya. Gadis itu, yang ia kira pendiam dan pemalu, ternyata cukup bar-bar dan keras kepala, tidak mau kalah dan terlihat begitu gigih dengan apa yang menjadi keinginannya. Punggungnya yang terasa berat membuat Fares menegang. "Ayya, jangan tidur, gila lo ya? Pengen jatoh lo? Gue yang apes kalo lo jatuh." Ucapan Fares membuat Ayya tersentak dari tidur ayamnya, wanita itu tersenyum tanpa dosa, kantuknya benar-benar sudah di pelupuk mata. "Sorry, Res, ngantuk banget aku." Ayya terkekeh dengan raut bersalahnya menatap Fares, dan Fares bisa melihat itu dari kaca spion, kenapa Ayya yang terlihat berantakan dengan wajah mengantuknya itu terlihat lucu. 'Apa? Lo bilang dia lucu tadi? Seriosuly, Fares Adinata. Jangan gila, control yourself.' Bisikkan itu membuat Fares mengubah mimiknya seketika. "Makanya, tadi diajakin naik mobil ngga mau, dasar cewe, sukanya ribet." Fares kembali menggerutu, membuat Ayya kembali memanyunkan bibirnya kesal dan menirukqn ucapan Fares dengan kesal. Lalu, Ayya memilih untuk bernyanyi, berusaha untuk menghilangkan kantuknya, membuat Fares diam-diam menikmati nyanyian gadis itu yang nyatanya cukup menenangkan dan enak untuk didengar. You lift my feet off the ground You spin me around You make me crazier crazier Feels like i'm falling and i'm lost in your eyes You make me crazier crazier crazier Dalam lengangnya jalanan di waktu menjelang subuh itu, nyanyian Ayya membuat Fares terhanyut dengan perasaan asing yang tanpa ia sadari pelan-pelan masuk ke hatinya. Kedua anak muda yang baru menjadi sepasang suami istri itu terdiam dengan pikiran masing-masing, memikirkan takdir yang begitu lucu menyatukan keduanya, tentang cerita dan kehidupan pernikahan yang akan mereka jalani ke depannya. Tentang sebuah pendewasaan dalam menyatukan dua kepala untuk mencapai suatu keputusan. Karena kini, hidup keduanya, bukan lagi tentang memikirkan diri sendiri, melainkan juga seseorang yang telah menjadi tanggung jawabnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD