Hidup mandiri sebenernya tidak pernah masuk dalam daftar yang Zora buat untuk perjalanan hidupnya. Dia ingin hidup dengan keharmonisan keluarganya. Tapi apa daya, siapa yang bisa menebak takdir kehidupan manusia? Tidak ada.
Pagi ini Zora disibukkan dengan kegiatan memasak sambil membersihkan rumah. Karena hanya memasak untuk dirinya sendiri, tentu saja masakan yang dia buat hanya sedikit, yang terpenting cukup untuk makan dua kalo sehari. Kenapa hanya dua kali? Karena siang dia makan di kantor.
Beruntunglah Zora yang bisa bekerja disana. Karena gajinya yang lebih tinggi dari perusahan lain, dan setiap karyawan mendapat fasilitas yang sangat memadai. Setiap ruangan selalu ada sofabet yang bisa untuk istirahat atau untuk tidur bagi yang sedang tidak enak badan.
Itu bukan tanpa alasan perusahaan itu berikan. Mereka selalu mengutamakan kualitas. Mereka tidak ingin pekerjaan yang sembarangan, jadi segala fasilitas penunjang mereka berikan. Bahkan untuk sekadar cleaning service. Ya hanya cleaning service, mereka tidak ada pekerja sebagai office boy maupun office girl, karena menurut mereka pekerja cleaning service bisa bekerja double sekaligus merangkap sebagai office girl maupun office boy.
“Oekk oekk.”
Mendengar suara tangis, Zora langsung mematikan kompor dan bergegas ke kamarnya. Disana dia melihat bayi perempuan yang sedang menangis dengan keras, sementara bayi satunya hanya diam tidak terganggu dengan tangisan saudaranya.
“Cup cup sayang, Iyya kenapa nangis? Ngompol ya?” Zora menghampiri bayi itu.
Dia memutuskan untuk memandikan dua bayi itu. Ya dua bayi itu adalah anak Zora. Mereka bernama Iyya dan juga Iyyo. Bayi kembar itu berkelamin perempuan dan laki-laki.
Setelah memandikan kedua bayi itu dan meletakkannya di kasur yang sudah dibatasi pinggirnya. Setelah itu dia langsung bersiap-siap untuk berangkat kerja.
***
Jangan berpikir jika Zora bekerja sebagai CEO, direktur, manager, ataupun karyawan disana. Zora hanyalah salah satu cleaning service yang beruntungnya bisa masuk kesana dengan mudah.
Dan bagaimana kedua bayinya jika dia bekerja? Tentu saja dia membawa keduanya ke tempat dia bekerja. Jangan bertanya dimana ayah keduanya. Ya Zora hamil diluar nikah. Tepatnya dia diperkosa tanpa tahu siapa pemerkosanya.
Flashback
Malam yang dingin tidak membuat Zora segera pulang. Dia sedang ada tugas kuliah yang harus dikerjakan secara berkelompok. Dan sampai pukul delapan malam tugas mereka belum selesai. Zora tentu sudah mengabari kedua orang tuanya.
“Guys udah selesai ya, aku pulang dulu!” pamit Zora kepada teman-temannya.
Zora harus segera pulang, tapi sampai sekarang dia belum mendapat driver untuk ojek online yanh dipesannya. Apakah mungkin karena kos temannya yang terlalu terpelosok. Entahlah.
Oleh karena itu Zora harus berjalan kaki. Dia tidak mengeluh, karena berjalan kaki sangat menyenangkan. Zora tidak menyadari jika jalan pulang ke rumahnya harus melewati club malam yang lumayan jauh dari pusat keramaian kota.
Zora segera mempercepat langkah kakinya. Bahkan jika dilihat Zora seperti sedang berlari padahal nyatanya tidak. Dia tidak menyadari jika di depannya ada laki-laki yang mabuk dan tengah meracau.
Pria itu menarik Zora ke pelukannya. Tentu saja Zora memberontak. Tapi tentu saja kekuatannya kalah. Dia sudah berteriak tapi naas tidak ada satupun orang yang mendengarnya.
Zora tidak begitu saja pasrah. Dia terus memberontak sedangkan tubuhnya terus diseret entah untuk diajak kemana. Zora dengan rasa takut-takut menggigit lengan pria yang terus menariknya.
“Apa yang kau lakukan sayang?” suara serak dan berat pria itu membuat Zora ketakutan.
Walaupun Zora sudah menggigit lengan pria itu dengan kuat. Nyatanya pria itu tidak melepaskan belitan tangannya dari Zora. Malah semakin terasa sesak bagi Zora.
Saat tahu dia dibawa ke hotel. Zora semakin memberontak bahkan tak henti-hentinya dia berteriak supaya mendapat bantuan. Tapi nyatanya para petugas hotel tak mengacuhkannya. Mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
“Tuan tolong lepasin saya, tuan!” pinta Zora dengan tangisannya. Tapi pria itu tetap tidak memedulikannya. Zora ditarik ke sebuah kamar. Sudah tidak ada kekuatan untuk melawan selain menangis.
Flashback End
Beruntungnya semua teman kerja Zora bersikap baik kepadanya. Tapi tentu saja ada satu dua orang yang tidak suka. Itu manusiawi, tidak mungkin semua orang akan menyukainya. Banyak alasan kenapa orang bisa tidak suka.
Setelah bersiap dan mengunci pintu. Dengan menggendong satu bayinya dan satunya lagi ada di stroller, Zora berangkat ke tempat kerja. Dia mengontrak sebuah rumah kecil dekat kantornya sehingga Zora tidak perlu naik kendaraan umum untuk berangkat.
Kenapa Zora membawa kedua anaknya? Tentu saja karena tidak ada yang mengasuh. Untuk membayar tempat penitipan juga tidak cukup uangnya, mending lebih baik untuk dia tabung untuk keperluan mendadak dan yang akan datang.
Lagipula Zora sudah izin dengan kantornya untuk membawa kedua anaknya. Dan diperbolehkan, asalkan tidak menganggu pekerjaannya. Kedua bayi itu ditempatkan di ruangan khusus petugas cleaning service lantai 5. Ada sebuah kasur yang didapatkan teman cleaning servicenya, bekas dari milik atasan mereka yang ruangannya ada kamar pribadinya.
“Hai Ra, sini aku bantu,” sebuah suara membuat Zora menghentikan langkah untuk masuk ke gedung.
“Kamu tuh, mbakkan udah bilang kalau berangkat bareng aja. Biar kamunya nggak kerepotan,” dia adalah Arin. Sebenernya atasan Zora. Arin bekerja sebagai supervisor.
“Nggak apa-apa mbak. Malah ngerepotin entar,” selalu begitu jawaban Zora hingga membuat Arin gemas.
Zora bekerja sebagai cleaning service untuk lantai direksi. Disana hanya cleaning service mumpuni yang bisa bekerja disana. Tentu gajinya berbeda dengan cleaning service lainnya. Dan lagi-lagi Zora bersyukur karena itu. Dia bisa terpenuhi kecukupannya dan kedua anaknya.
“Kamu tuh selalu gitu ya Ra. Sampai gemas mbak itu, atau nggak tinggal aja bareng mbak. Jadi irit kamunya,” tawar Arin.
Arin memang sangat menyayangi Zora seperti adiknya sendiri. Melihat perjuangan keras Zora demi mendapat uang untuk keperluan mereka tanpa menunjukkan raut sedih membuat Arin menjadi terenyuh.
“Nggak usah deh mbak. Tapi kapan-kapan aja aku nginep di rumah mbak,” balas Zora.
Arin memang tinggal di rumah peninggalan orang tuanya. Orang tuanya sudah tidak ada, dan dia hanya anak tunggal membuatnya selalu kesepian. Jadi dia berniat mengajak Zora tinggal bersama. Supaya dia bisa membantu Zira untuk mengasuh anak-anaknya.
“Oke, mbak tungguin. Awas aja kalau nggak jadi,” ancam Arin kepada Zora.
***
Zora mendapat jatah untuk mengepel lantai direksi hari ini. Setelah temannya selesai menyapu, akhirnya dia yang mengepelnya secepat dan sebersih mungkin sebelum para pegawao datang. Memang petugas cleaning service datang lebih awal satu jam dari para karyawan.
Setelah membersihkan semua lantai, Zora bisa kembali ke ruangan khusus petugas cleaning service sambil menunggu perintah atasan untuk apa. Setiap ruangan sudah ada intercom untuk memanggil khusus ke ruangan itu.
Kenapa tidak menunggu saja di pantri? Alasan dari sang pemilik perusahaan adalah supaya semua selalu kondusif dan tertata rapi. Jadi waktu bekerja semua ada di ruangan, sedangkan waktu istirahat baru bisa bebas.
“Ruangan CEOnya kuga udah kamu pel kan Ra?” tanya Arin.
“Udah mbak, semua ruangan juga sudah,” jawab Zora.
Arin mengangguk puas sambil mengetik laporan untuk atasannya. Di kantor ini semua serba perfeksionis. Jangan berbuat kesalahan sederhana jika tidak ingin mendapat pengurangan gaji.
Jam mulai berputar, setelah para karyawan datang. Langsung berbunyilah intercom. Banyak yang meminta untuk dipesankan makanan untuk sarapan, untuk dibuatkan kopi. Dan semua cleaning service sibuk untuk beberapa jam awal pagi.
“Ra, pak CEO minta segelas kopi. Tolong bikinin ya, jangan lupa sama setoples biskuit yang ada di lemari pantri,” perintah Arin.
Zora mengangguk paham dan segera menuju pantri. Dia membuatkan segelas kopi hitam. Sesaat Zora menghentikan kegiatannya. Dia lupa bertanya kopi apa yang dimaksud. Tapi tetap saja mengantar kopi hitam dengan sedikit gula dan setoples biskuit ke ruangan pemilik perusahaan itu.
Dia merasa takut jika kopi itu tidak sesuai. Karena ini untuk pertama kalinya Zora yang disuruh, biasanya temannya yang lain. Tapi temannya itu tidak berangkat hari ini. Zora menarik nafas panjang sebelum tersenyum kepada sekretaris CEO yang dibalas dengan anggukan. Zora mengetuk pintu.
“Masuk!”
“Pak ini kopinya,” ucap Zora sambil meletakkan segelas kopi itu di depan sang CEO.
“Terima kasih.”
Setelah itu Zora segera keluar dan merasa lega seketika. Dia masih was-was jika kopi itu tidak enak. Tapi sekarang sudah lumayan reda.
***
Jam istirahat di siang hari hanya Zora habiskan di ruangan sambil menunggui kedua bayinya meminum susunya yang dia masukkan ke dot. Tentunya Zora tidak mungkin meninggalkan bayi-bayi itu untuk ke bawah walaupun sekadar makan siang.
Jika begitu biasanya Arin yang akan membawakan jatah makanannya. Setelah itu Zora makan dan Arin yang menunggu kedua bayi itu jika sewaktu-waktu rewel.
“Ini Ra, jatah makan siangmu. Cepat makan, kembar biar aku yang nunggu,” ucap Arin.
Zora mengangguk dan segera memakan makanan sehat itu. Dia jarang sekali makan dengan bergizi jika bukan jatah dari perusahaan. Ya kebutuhan di kota ini sangat mahal. Zora harus pandai-pandai mengaturnya.
***