Ini malam yang dingin.
Kulitnya jadi merinding ketika hembusan angin menggelitiki lehernya, aroma tanah dan pepohonan tercium, desiran ombak terdengar, lautan yang membentang luas tertampak jelas di matanya.
Saat ini, Paul sedang menumpu dua tangannya di pagar sebuah balkon di lantai tiga istana milik Sang Penguasa di Pulau Gladiol. Lelaki berambut hitam dan bermata tajam itu kini tengah menikmati pemandangan laut di malam hari, sembari memikirkan keadaan sepuluh pahlawannya yang tak kunjung datang kemari.
Ada kekhawatiran yang menggema di hatinya, juga sedikit ketakutan, tapi Paul mencoba mengabaikan suara-suara itu dan tetap percaya bahwa mereka semua, pahlawan-pahlawan bimbingannya, bisa menghancurkan dan melewati segala rintangan di tengah laut untuk sampai ke pulau ini.
Ya, hanya itu yang bisa Paul lakukan sebagai seorang mentor, jika dia keras kepala ingin melakukan hal yang lebih dari itu, maka kegagalan lah yang akan menyertainya.
Selain itu, selama berada di istana ini pun, Paul tidak menyangka dirinya dipertemukan dengan anak-anak remaja yang punya takdir sama sepertinya, yaitu terpilih menjadi seorang mentor dari tiap negara.
Paul kira hanya dirinyalah satu-satunya orang yang terpilih menjadi seorang mentor di dunia ini, tapi rupanya tidak seperti itu. Pikirannya terlalu sempit jika sampai berasumsi bahwa hanya ialah yang dispesialkan oleh Sang Penguasa, dan Paul menyesal karena pernah berpikiran begitu.
Tapi mengesampingkan itu semua, hidup Paul jadi semakin menarik.
“Dasar b******k,” gumam Paul sambil menggaruk-garuk pundak kanannya yang terasa gatal. “Cepat datanglah. Kalian telah membuatku menunggu terlalu lama di sini.”
Tentu saja, yang dimaksud ‘kalian’ oleh Paul adalah para pahlawan bimbingannya, dia benar-benar tidak sabar ingin berjumpa dan membentak mereka semua seperti biasanya, sebab ia mulai merasa bosan sendirian di sini, apa lagi Roswel sedang sibuk dengan urusannya sendiri, membuat lelaki berandal itu jadi merasa kesepian.
Tapi, jika berbicara tentang sesuatu yang bernama 'kesepian', sebetulnya Paul sudah terbiasa mengalaminya, itu terjadi ketika dirinya belum bertemu dengan Roswel dan sepuluh pahlawan, ia benar-benar pernah berteman sangat dekat dengan yang hal yang bernama 'sendirian' yang bisa diartikan juga sebagai 'kesepian'.
Namun sekarang, kesepian dan kesendirian sudah menjadi bagian dari masa lalunya.
Hidupnya kini dipenuhi dengan kebisingan dan keceriaan karena ditemani oleh banyak orang setiap waktunya. Tidak ada lagi momen di mana dia hanya berbicara dengan ibunya, sebab lawan bicaranya semakin bertambah dan bertambah, dibarengi dengan canda dan tawa yang selalu mengiringi hari-harinya Paul.
Napasnya dihembuskan, Paul sedikit menyunggingkan senyuman sembari matanya memandangi bulan sabit yang menggantung di langit.
Malam ini memanglah dingin, tapi perasaannya sudah tidak lagi sedingin kemarin. Sekarang hatinya jauh lebih hangat dan nyaman, ia benar-benar sudah tak tahan lagi ingin mengobrol dengan pahlawan-pahlawan bimbingannya.
Ketika senyumannya terus tercetak di wajahnya, tiba-tiba saja dia merasakan keberadaan seseorang yang berdiri di samping kirinya, dan secepat kilat Paul segera menoleh ke sisi tersebut dan matanya terkejut karena menemukan Roswel yang berdiri dan ikut memandangi bulan sabit bersamanya di balkon.
“Maaf jika kedatangan saya telah mengagetkan Anda, Tuan,” kata Roswel dengan suaranya yang begitu halus dan sopan, menoleh ke muka Paul dan memberikan senyuman tipisnya yang ramah. “Saya kira Anda sedang berkeliling Istana, ternyata Anda sedang berdiri di balkon sambil menikmati pemandangan. Mengesampingan sifat Anda, ternyata Anda suka sekali dengan keheningan seperti ini, saya benar-benar terkejut.”
Jelas-jelas itu cuma celotehan-celotehan Roswel yang dipenuhi dengan basa-basi dan omong kosong. Mendengar perkataan-perkataan itu, Paul hanya mendengus dan mengulum bibirnya ke bawah, tampak cemberut dan sebal.
“Kau tidak perlu menemaniku, pergilah, aku ingin sendirian, b******k!” ucap Paul yang sebenarnya bertolak-belakang dengan perasaannya yang tidak mau ditinggal sendirian. Lelaki itu kembali memandangi bulan dan lautan yang membentang di hadapannya, begitu juga dengan Roswel.
“Sendirian di malam hari, tidak baik bagi keselamatan Anda, Tuan. Mengingat Anda kini sedang berada di istana yang dihuni oleh makhluk-makhluk aneh seperti saya,” balas Roswel dengan memberikan sedikit lawakan ‘mengejek diri’ pada ucapannya. “Tapi jika Anda memang sedang tidak mau diganggu dan keberatan ditemani oleh makhluk aneh seperti saya, maka dengan senang hati saya akan pergi dari sini. Tuan.”
“Sudahlah jangan banyak omong!” bentak Paul dengan memelototi Roswel. “Kebetulan ada yang mau kubicarakan denganmu, jadi untuk sementara, tetaplah di sini, k*****t!”
Menyunggingkan senyumannya semakin lebar, Roswel mengangguk dan menuruti kelabilan Paul yang kadang sangat konyol dan menggemaskan tiap detiknya.
“Tentu, Tuan, saya akan tetap di sini bersama Anda, jika itu adalah keinginan Anda,” timpal Roswel dengan nadanya yang didayu-dayu, membuat Paul agak muak mendengarnya. “Jadi, kalau boleh tahu, apa yang mau Anda bicarakan dengan saya, Tuan.”
“Apa yang akan terjadi jika semisalnya mereka gagal menyelesaikan misi dan tewas begitu saja di tengah laut? Apakah aku akan digagalkan sebagai mentor dan mereka bakal terombang-ambing di permukaan laut dengan jasadnya yang tidak dipulangkan ke rumahnya masing-masing? Atau bagaimana?”
“Saya tidak begitu mengerti maksud dari Anda menanyakan hal itu, tapi berdasarkan pengalaman saya, Sang Penguasa tidak mungkin membiarkan mereka tewas begitu saja di tengah laut, Tuan,” jelas Roswel sembari menghembuskan napasnya sejenak. “Kalau pun mereka tidak mampu melewati rintangan dan tenggelam di lautan, Sang Penguasa pasti akan mengirim pasukan pelayan pendamping untuk menyelamatkan dan membawa mereka kemari dan dirawat hingga mereka benar-benar sembuh dan sehat. Jadi saya rasa, apa yang Anda pikirkan terlalu berlebihan, Tuan.”
Kelegaan yang luar biasa langsung memenuhi perasaan Paul, dia sangat senang mendengar jawaban dari Roswel karena cukup baik dan positif, mengusir segala kegelisahan dan keresahan yang sebelumnya menggumpal-gumpal nyaris meledak di hatinya.
“Oke, terima kasih,” Paul benar-benar menghembuskan napas leganya sebanyak mungkin di samping Roswel, tanpa mempedulikan kalau sekarang pelayan pendampingnya sedang terkekeh-kekeh pelan, menertawakan kekonyolan dirinya. “Lalu, ada lagi yang mau kutanyakan, ini mengenai nasib mereka yang kelak akan menjadi seorang pahlawan sungguhan.”
Menganggukkan kepalanya, Roswel tampak bersedia mendengar pertanyaan apa pun yang hendak Paul ungkapkan. “Silahkan, Tuan.”
“Apa yang akan mereka lakukan jika semisalnya mereka benar-benar telah menjadi pahlawan sejati, tugas apa yang akan mereka terima dan bagaimana cara mereka menyelesaikan tugas-tugas tersebut? Apakah tugas-tugasnya berupa melindungi dunia dari para penjahat dan mungkinkan cara yang akan mereka lakukan dalam menumpas kejahatan adalah seperti yang dilakukan oleh pahlawan-pahlawan super di komik dan televisi? Atau bagaimana?”
Mendengar itu, entah kenapa membuat Roswel jadi terkekeh-kekeh sejenak, ia benar-benar tidak menyangka Paul akan bertanya hal-hal semacam itu mengingat selama ini bocah itu tampak tidak begitu peduli dengan tugas-tugas yang kelak akan dihadapi pahlawan-pahlawan bimbingannya.
Sepertinya ini mulai menarik, maka dari itulah Roswel berusaha menjelaskannya dengan tenang.
“Terima kasih sudah menanyakannya, Tuan,” jawab Roswel, kini sorotan matanya terfokus ke pepohonan rindang yang berimbun dan berdempetan di dekat tepi pantai. “Pertama-tama saya sangat senang karena Anda telah membuka pembahasan tentang masa depan yang akan pahlawan-pahlawan bimbingan Anda hadapi, dan mungkin ini cukup rumit jika dijelaskan semuanya, tapi saya akan meringkasnya sesingkat mungkin.”
Menarik napasnya sejenak, Roswel segera melanjutkan perkataannya. “Kejahatan setiap tahunnya selalu ada dengan segala malapetakanya yang mengerikan, banyak organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok tertentu yang muncul dengan memiliki tujuan baik tapi dengan cara yang tidak tepat.
Saya selalu menemukan banyak sekali orang-orang baik yang menggunakan cara yang salah dalam mencapai tujuan dan kedamaiannya. Dan merekalah yang tiap tahunnya selalu meresahkan masyarakat dan bertarung dengan para pahlawan.
Terkadang, Sang Penguasa tidak serta-merta menumpas seluruh kejahatan yang ada di muka bumi ini, biasanya beliau mengabaikan mereka sejenak untuk melihat sejauh apa tindakan yang mereka lakukan dalam ‘memenuhi ekspektasinya’.
Jika sudah berlebihan dan telah memakan banyak korban, biasanya Sang Penguasa akan menekan pengumuman untuk memerintahkan para pahlawan yang berada di negara tempat organisasi tersebut berulah untuk segera dibersihkan dan diberi hukuman, kalau organisasi itu memberikan perlawanan berupa pertarungan kelompok atau mungkin peperangan, maka Sang Penguasa akan mengizinkan pahlawan-pahlawan tersebut menggunakan kekuatan saktinya dan bertarung melawan mereka. Begitulah yang saya tahu, Tuan.”
“LALU!” Tidak mau berakhir begitu saja, Paul cepat-cepat mengajukan pertanyaan selanjutnya agar pembahasan ini tidak usai dengan segala tanda tanya. “Apa yang dimaksud dengan ‘menggunakan kekuatan saktinya’? Apakah para pahlawan bakal dianugerahi kekuatan sakti sepertimu, yang dapat mengeluarkan hal-hal tidak masuk akal semacam api, air, es dan sejenisnya?”
“Itu tergantung bagaimana roh kunang-kunang yang ada di tubuh tiap pahlawan mengembangkan dirinya, Tuan,” Roswel dengan senang hati kembali menjelaskan sesuatu yang masih belum dipahami oleh Paul dan ia menjelaskannya dengan begitu pelan dan lemah lembut.
“Seperti yang Anda tahu, semua pahlawan yang terpilih, tubuhnya telah dimasuki oleh satu roh kunang-kunang mungil dan roh tersebut suatu saat, kalau waktunya memang sudah tepat, dia akan mengeluarkan semacam cahaya yang dapat memberikan kekuatan sakti kepada Sang Pemilik Tubuh.
Dan tentu saja itu tergantung situasi dan kondisinya, jika memang sangat dibutuhkan, maka roh kunang-kunang itu akan senang hati mengeluarkan cahayanya untuk membantu Sang Pahlawan menggunakan kekuatan saktinya, tapi jika keadaannya baik-baik saja, roh tersebut tidak akan melakukan apa pun.”
Menganggukkan kepalanya, Paul sedikit demi sedikit mulai paham terhadap penjelasan yang dikemukakan oleh Roswel.
“Tapi mengapa harus menunggu pemberian dari roh kunang-kunang? Mengapa mereka tidak bisa mengaktifkannya secara mandiri? Bagaimana kalau situasinya sedang genting dan roh tersebut malah tidak bereaksi apa-apa terhadap Sang Pemilik Tubuh. Bukankah itu menyebalkan!?”
“Agar tidak terjadi hal demikian,” terang Roswel dengan tersenyum tipis kepada Paul. “Maka disitulah peran seorang mentor berfungsi, dengan cara melatih dan mengasah mereka untuk bisa menguasai tubuh mereka sendiri, yang artinya bisa mengendalikan kekuatan sakti tanpa harus meminta izin kepada roh kunang-kunang yang ada di dalam tubuh mereka, Tuan.”
Menaikan sebelah alisnya, Paul masih kebingungan pada perkataan Roswel, ia pun segera bertanya lebih lanjut pada Si Pria Pucat Berjubah Hitam itu yang sedang berdiri di sampingnya. “Bagaimana cara melatihnya? Sedangkan aku sama sekali tidak punya roh kunang-kunang di dalam tubuhku seperti mereka? Itu terlalu mustahil, b******k!”
“Jika memang begitu, maka begitulah kenyataannya,” Paul terkejut saat Roswel berkata demikian. “Kali ini saya tidak dapat menjelaskan bagaimana cara seorang mentor membimbing para pahlawannya, karena setiap mentor memiliki teknik dan metode yang berbeda-beda, dan itu di luar pengetahuan saya. Jadi, maaf, Tuan.”