“Mungkin aku mengenalmu?” ujar Amoun-Ra menatap lekat area disana.
Dia berjalan mendekati ruang tamu, memperhatikan sosok bayangan putih disana semakin mengibas pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Amoun-Ra sama sekali tidak merasakan takut. Dia hanya penasaran dengan sosok disana, suaranya tidak terdengar asing.
Sementara pria bertubuh tegap yang merupakan salah satu penjaga di rumah ini, tentu saja dia tetap berjaga-jaga mengikuti langkah kaki Tuan Besarnya. Tangan kirinya sudah bersia mengambil senjata api dari balik kemeja kebesaran yang ia pakai. Takut saja bila sosok disana mencoba untuk menyakiti Tuan Besar mereka.
Amoun-Ra semakin berjalan lambat ketika sosok putih disana tersenyum geli dan mendekatinya. Dia tertegun.
“Ibu?” gumamnya menghela napas panjang.
Pekerja itu langsung menghentikan langkah kaki dan mundur beberapa langkah. Dia pikir mungkin seoran penyusup, ternyata Nyonya Besar Dihyat Salma Shavina.
“Kau pulang jam segini? Kau melupakan makan malam yang sudah aku buatkan untukmu, anakku.” Wanita yang akrab disapa Nyonya Dihyat, dia berjalan mendekati putranya.
Amoun-Ra tersenyum teduh, merundukan tubuh lalu memeluk sang Ibunda tercinta yang masih memakai mukenah indah berwarna putih berbahan sutera.
“Ibu baru selesai tahajud?” tanya Amoun-Ra mengecup kedua pipi dan kening ibundanya.
Salma tersenyum dan mengangguk.
“Iya, Nak. Ibu baru saja selesai tahajud. Kenapa kau pulang jam pagi begini, Nak? Apa ada masalah di kantor? Sampai kau harus pulang larut malam dan menjelang pagi selama beberapa minggu terakhir?” tanya Salma mengusap wajah putra semata wayangnya.
Amoun-Ra menghela napas panjang dan menegakan tubuh. Dia melirik pekerja disana masih menunggunya.
“Taruh saja mapnya di meja itu. Kau boleh kembali,” ujar Amoun-Ra memerintahkan.
“Baik, Tuan. Terima kasih,” ujar pria itu mengangguk paham dan berjalan menuju meja kristal yang ada disana, lalu meletakakan map yang ia bawa disana. Kemudian, dia pamit kepada mereka untuk kembali ke lantai bawah.
“Saya permisi, Nyonya, Tuan.”
Salma hanya mengangguk kecil dan tersenyum, melirik pria itu. Dia kembali menatap putranya.
“Mau Ibu buatkan makanan?” tanya Salma tersenyum.
Amoun-Ra tetap menunjukan senyuman teduh untuk ibunda tercintanya. Walau selelah apapun dia, Amoun-Ra akan selalu memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja.
“Iya, Bu. Tapi aku harus membersihkan tubuh dulu,” ujarnya mengambil tangan kanan sang Ibunda lalu mengecup punggung tangannya penuh hormat.
Salma tersenyum.
“Iya, Nak. Ya sudah. Pergilah ke kamarmu. Ibu akan menyiapkan makanan di meja makan. Ibu tunggu dibawah ya?”
Amoun-Ra mengangguk kecil.
“Iya, Bu. Ayo, aku antar Ibu ke kamar,” ujarnya terus mengulum senyum.
Dia mengantar sang Ibunda menuju kamar dan tidak lupa membawa map yang tergeletak di meja kristal tadi. Mungkin, ada baiknya jika dia tidak melewatkan perhatian dari wanita yang selama ini sudah memberikan figur seorang ayah sekaligus figur seorang ibu secara bersamaan. Wanita yang ia hormati dan sayangi.
Seiring dengan langkah kaki mereka berjalan menuju kamar, sang pemilik kamar kembali membuka suara.
“Acara pertunangan sepupumu akan diadakan besok malam, Nak. Kau bisa menemani Ibu?”
Amoun-Ra hening. Dia ingat ucapan Kahled saat sebelum mereka kembali dari kantor. Seingatnya, Kahled mengatakan kalau dia diundang secara VIP pada acara pergelaran seni di Hotel St. Regis Cairo besok malam.
Undangan yang tertuju untuknya terkirim sejak 1 minggu yang lalu. Tidak mungkin Amoun-Ra membiarkan undangan VIP tersebut sementara dia adalah salah satu investor bagi kemajuan sekolah seni yang ada di Kairo.
“Bu, aku tidak bisa. Tadi Kahled memberitahuku kalau aku diundang secara pribadi di acara pergelaran seni besok malam. Dan aku tidak mungkin pulang cepat. Jadi … Ibu pergi bersama yang lain saja ya?”
“Hahh … baiklah, Nak. Aku semakin iri dengan mereka yang bisa membawa putra mereka ke acara keluarga.”
Amoun-Ra tersenyum dan memeluk sang Ibunda tercinta seiring dengan kaki mereka tidak berhenti melangkah.
“Ibu … kumohon mengertilah. Ini benar-benar tidak bisa aku hindari. Tapi lain waktu, aku pasti akan menemani Ibu menghadiri undangan yang lain.”
“Yah … pernyataan yang sering Ibu dengar sejak beberapa tahun lalu. Apa tidak ada pernyataan lain selain itu, Sayang?”
Dia tertawa dan enggan membalas ucapan ibunya lagi. Setelah mengantar ibunya sampai di depan pintu kamar, Amoun-Ra melanjutkan langkah kaki menuju kamarnya.
Sungguh, tubuhnya sangat lelah sekali. Dia ingin melepas rasa lelah dengan guyuran air lalu pergi tidur. Namun, lagi-lagi Amoun-Ra selalu tidak bisa berkutik dan tidak bisa menolak keinginan ibunya untuk urusan rumah tangga.
Dia tidak sampai hati membiarkan makanan yang dimasak oleh ibunya dibiarkan dingin sampai malam dini hari seperti ini. Itu sebabnya Amoun-Ra akan selalu mengiyakan keinginan ibunya bila menyuruhnya cepat pulang ke rumah.
Tapi jujur saja, untuk tadi malam dia benar-benar lupa dengan pesan ibunya. Jadwal yang sangat padat membuat Amoun-Ra tidak bisa memecah banyak konsentrasi pada rumah hingga dia melupakan ibunya untuk hal kecil seperti itu. Amoun-Ra sangat menyesal.
…
Kamar Amoun-Ra.,
Setelah mengunci pintu kamar, Amoun-Ra berjalan menuju jendela kaca yang ada disana. Jendela kaca luas yang bisa terbuka lebar dan terhubung dengan balkon di kamarnya.
Amoun-Ra membuka map yang ia pegang. Bukan membaca isi perjanjiannya, tetapi dia mengambil undangan yang diselipkan Kahled di dalam map.
“Kenapa kau baru memberitahu sekarang, Kahled.” Amoun-Ra bergumam sembari menghela napas panjang.
Jika saja dia mengetahui dan membaca undangan ini lebih awal atau 1 hari setelah undangan sampai di tangannya, mungkin dia tidak akan segan menolak undangan itu dengan alasan sudah memiliki jadwal lain di waktu yang bersamaan. Namun, jika sudah berada di tangannya sampai detik ini, itu artinya dia bisa memenuhi undangan yang dikirimkan untuknya.
Sejujurnya, Amoun-Ra tidak menyukai hal-hal yang berbau pesta. Dia tidak suka hal berbau minuman bersama. Lebih baik jika dia menikmatinya seorang diri dengan ketenangan.
Amoun-Ra membaca isi undangan tersebut. Disana tertulis bahwa mereka mengundang dirinya untuk menjadi tamu pribadi yang akan melihat persembahan tarian istimewa dari penari seksi dan terkenal di Kairo.
Seharusnya acara tersebut bisa menarik perhatiannya, tapi kenyataannya tidak sama sekali. Selain tidak menyukai hal-hal yang berbau pesta dan keramaian, Amoun-Ra juga tidak menyukai hal-hal berbau wanita seksi.
Tentu saja dia normal, tetapi Amoun-Ra tidak mau menghabiskan waktunya bersama wanita yang pasti sangat rumit. Jadwal sehari-harinya saja sudah padat, bahkan dia jarang menemani hari-hari sang ibunda tercinta. Lalu, bagaimana mungkin dia bisa menikmati waktu bersama dengan seorang wanita.
Amoun-Ra menutup map itu dan membiarkan undangan tadi berada di dalamnya. Dia berjalan menuju pintu kamar mandi yang ada di sebelah sana, lalu melempar map yang ia pegang ke atas meja berbahan kayu jati berwarna coklat tua.
…
Kamar mandi.,
Dia membuka kancing kemejanya satu persatu lalu membukanya segera. Amoun-Ra menanggalkan seluruh pakaiannya dan melemparnya ke arah keranjang kotor yang tersedia disana.
Kakinya melangkah menuju shower yang ada disebelah sana. Dia menarik pegangan yang tersedia, kemudian guyuran air membasahi tubuhnya dari atas.
“Haah …” Amoun-Ra menghela napas panjang sembari mengusap rambutnya ke belakang dengan kepala menunduk ke bawah.
Air dingin ini benar-benar melunturkan sebagian rasa lelah di tubuhnya. Mata Amoun-Ra menatap ke arah depan. Melihat dinding yang sengaja dilapisi cermin penuh sehingga dia bisa dengan mudah melihat tubuh telanjangnya disana.
Semua orang memujinya dan mengatakan kalau dia adalah pria yang sempurna dan idaman semua wanita. Setiap wanita yang bertemu dengannya tidak akan pernah bisa berpaling.
Meskipun begitu, Amoun-Ra tidak terpikat oleh kecantikan mereka sedikit pun. Dia tidak tergiur dengan pujian mereka setinggi langit.
Amoun-Ra juga tidak tahu kenapa dia begitu dingin bila sudah berhadapan dengan seorang wanita. Kembali lagi, dia tetap menunggu sampai ibunya benar-benar tidak sanggup dengan kesendirian di rumah, lalu dia akan memaksakan diri untuk menikah.
*
*
Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)