Bali
Gunardi menatap Willy yang tiba-tiba berlutut di depannya untuk memohon diizinkan kembali ke Jakarta menemui istrinya. Tentu saja Gunardi marah. Gunardi tidak akan mungkin mengizinkan Willy kembali ke Jakarta meninggalkan Luna. Gunardi ingin Willy menikahi Luna dulu.
“Keputusan saya tetap tidak” ucap Gunardi dingin.
“Pak saya tahu anda menyayangi cucu anda Luna. Begitu pun dengan saya yang menyayangi istri saya Bianca. Coba anda berpikir ada di posisi saya” ucap Willy menjeda ucapannya.
Willy menarik nafas lalu melanjutkan ucapannya lagi.
“Tiba-tiba cucu anda pingsan dan tak sadarkan diri, sedangkan anda berada jauh darinya. Bagaimana perasaan anda? Apa anda akan tetap diam saja? Tidakkah hati anda merasa cemas dan panik?” Tanya Willy bertubi-tubi.
“Saya tidak akan pernah jauh dari cucu saya” jawab Gunardi dengan sombong.
Willy pun kehabisan kata-kata. Kakek tua di depannya memang orang yang sangat angkuh dan tidak mempunyai perasaan sama sekali. Untuk apa Willy memohon kepadanya, itu akan sia-sia. Sebenarnya Willy bisa saja pergi tanpa memohon, tetapi Willy masih bertanggung jawab sehingga dia mendatangi Gunardi.
“Baik kalau anda tidak mengizinkan saya kembali” ucap Willy.
Gunardi pun menatap Willy dengan tatapan dingin.
“Saya akan mengatakan yang sebenarnya kepada Luna. Saya yakin dia akan mengizinkan saya pergi” ucap Willy berdiri.
“Kau!” Pekik Gunardi.
“Kenapa? Anda takut kalau cucu anda mengetahui sebenarnya. Saya akan melakukannya” ucap Willy mengeluarkan ponselnya.
Gunardi tetap diam. Gunardi kira Willy hanya menggretaknya. Ternyata tidak. Willy serius dan kali ini dia sudah menghubungi Luna. Willy pun sengaja mengeraskan suara di ponselnya agar Gunardi mendengarnya.sampai nada tunggu itu berbunyi dan Luna pun mengangkatnya.
“Halo, Will kamu sudah sampai?” Terdengar suara Luna bertanya kepada Willy.
Gunardi pun terkejut. Willy tidak main-main dengan ancamannya.
“Tutup teleponnya!” Desis Gunardi menatap Willy tajam.
Willy menatap Gunardi dengan tatapan tajamnya juga. Willy tidak akan menutup teleponnya sampai Gunardi mengizinkannya pergi.
“Aku sedang berada bersama Kakekmu” jawab Willy.
“Kenapa kamu tidak pulang? Lalu bagaimana keadaan Mami kamu?” Tanya Luna.
“Matikan teleponnya sekarang!” desis Gunardi lagi.
“Kalau anda mengizinkan aku akan mematikannya, tetapi kalau anda tetap bersih keras jangan salahkan aku memberi tahu Luna saat ini” ucap Willy pelan dengan menutup microphone di ponselnya.
“Baiklah” ucap Gunardi dengan terpaksa.
Mendengarnya tentu saja Willy merasa lega. Akhirnya dia bisa kembali ke Jakarta. Willy pun mengakhiri teleponnya dengan Luna.
“Lun, sebentar ya. Aku sedang berbicara dengan kakekmu. Nanti aku akan kembali menghubungimu” ucap Willy.
“Okey, jangan lupa kabari aku” ucap Luna.
“Iya” ucap Willy.
Willy mematikan sambungan teleponnya dengan Luna dan kembali menatap Gunardi.
“Terima kasih anda mengizinkan saya kembali” ucap Willy.
“Jangan senang dulu” ucap Gunardi.
“Apa maksud anda?” Tanya Willy.
“Besok kamu harus kembali kesini” ucap Gunardi.
“Anda gila. Istri saya sedang sakit dan saya hanya boleh menemuinya beberapa jam saja. Saya tidak akan mau menuruti anda” ucap Willy kesal.
“Kamu akan saya masukkan ke penjara” ucap Gunardi mengancam Willy.
“Silahkan saja kalau perlu telepon polisi sekarang, saya tidak takut. Tapi ingat bagaimana perasaan cucu and ajika tahu apa yang sebenarnya terjadi” ucap Willy dengan nada mengancam.
Gunardi terlihat berpikir. Tentu saja Luna akan sangat terkejut dan dia pasti akan sangat marah kepada Gunardi yang tega membohonginya selama ini. Gunardi tahu Luna itu adalah wanita yang manja dan dia bisa melakukan apa saja. Kalau sampai Luna depresi dan mencoba menghabisi nyawanya seperti saat dulu dia bertengkar dengan Putu. Gunardi tidak ingin itu terjadi, Gunardi tidak ingin kehilangan cucu kesayangannya itu.
“Baiklah kamu boleh kembali ke Jakarta. Lalu kapan kamu kembali?” Tanya Gunardi yang mulai melunak.
Willy menatap Gunardi. Willy tahu ancamannya itu membuat Gunardi takut. Sebenarnya Willy bisa saja mengatakan kalau dia tidak akan kembali kesini. Tetapi dia masih mempunyai pekerjaan yang belum diselesaikan. Dan juga Willy masih kasihan dengan Luna, setidaknya karena alasan Luna Willy bisa kembali ke Jakarta.
“Saya tidak tahu” jawab Willy.
“Bagaimana dengan proyek dari kantorku? Apa kamu akan meninggalkannya begitu saja? Ingat kamu sudah menandatangani kontraknya” ucap Gunardi mengingatkan.
“Anda tenang saja masalah pekerjaan saya akan professional. Saya akan mengirim asistan dan tim saya kesini untuk menyelesaikan proyek ini” ucap Willy.
“Kamu harus tetap kembali. Kamu tahukan saya bisa melakukan apa saja” ucap Gunardi mengancam.
Willy menatap Gunardi. Benar, Willy takut kalau sampai Doni dan timnya yang tidak bersalah menjadi korban, lalu Bianca dan anaknya Aditya. Willy tahu Gunardi itu tidak main-main.
“Saya akan tetap kembali. Tetapi saya harus menemani istri saya dulu” ucap Willy.
“Okey, kamu boleh disana beberapa minggu ataupun satu bulan. Tetapi setelah kamu kembali langsung lamar Luna” ucap Gunardi.
Deg
Antara senang dan sedih mendengar ucapan Gunardi. Willy boleh berlama-lama dengan istrinya. Tetapi saat Willy kembali Willy harus melamar Luna. Tentu saja Willy tidak ingin melakukan itu. Rencana Willy adalah menyadarkan Luna tanpa membuatnya depresi.
“Kenapa secepat itu?” Tanya Willy.
“Karena waktumu disini sudah berjalan satu bulan. Lalu kamu di Jakarta satu bulan. Berarti sudah dua bulan. Saya memberikan waktu 3 bulan untuk kamu menikahi Luna. Dan satu bulan lagi setelah kamu melawar itu untuk persiapan pernikahan kalian. Ya, walaupun persiapan pernikahan sudah saya lakukan, tetapi setidaknya Luna akan senang jika dia ikut mempersiapkan pernikahannya lagi” ucap Gunardi.
Willy bingung harus menjawab apa. Willy melihat ponselnya bergetar dan itu adalah Naena. Naena pasti ingin mengabarkan keadaan Bianca. Willy harus segera cepat kembali.
“Baiklah” ucap Willy dengan terpaksa.
“Okey saya tunggu janjimu” ucap Gunardi.
“Kalau begitu saya pamit” ucap Willy.
Gunardi menganggukkan kepalanya. Willy berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Gunardi. Willy pun berlari kecil untuk menerima telepon dari Naena.
“Halo Naena, bagaimana keadaan Bianca?” ucap Willy.
“Dokter sudah memeriksanya. Dokter bilang dia hanya kelelahan dan dokter sudah memberikannya vitamin” jawab Naena.
Willy sedikit lega, tetapi dia tetap harus cepat kembali.
“Okey terima kasih. Apa Bianca sudah saar?” Tanya Willy.
“Belum” jawab Naena.
“Tolong kalau dia sudah sabar kabari aku lagi ya” ucap Willy.
“Iya” jawab Luna.
“Sekali lagi terima kasih” ucap Willy.
“Ya. Kamu tenang saja Bianca adalah sahabat kami. Kami pasti akan menjaganya” ucap Naena.
Willy pun menutup teleponnya dengan Naena. Willy melangkah cepat menuju mobilnya. Willy akan menghubungi Doni agar dia memesankan tiket penerbangan tercepat ke Jakarta dan meminta Doni untuk ke Bali bersama timnya hari ini juga.
Sesampainya di dalam mobil, Willy memakai headset wirelessnya. Willy menjalankan mobilnya sambil menghubungi Doni. Doni yang stang by dua puluh empat jam tentu saja langsung menjawab panggilan telepon dari Willy.
“Halo Pak” ucap Doni.
“Doni tolong pesankan tiket ke Jakarta untuk saya sekarang juga. Cari penerbangan tercepat” ucap Willy.
“Baik Pak” ucap Doni.
Di seberang sana Doni langsung membuka situs pembelian tiket online dari laptopnya.
“Satu lagi kau segeralah bersiap-siap bersama tim untuk ke Bali” ucap Doni.
“Hari ini Pak?” Tanya Doni.
“Iya hari ini juga” ucap Willy.
‘Oh ya. Kamu tidak perlu ke rumah saya mengambil paket dari istri saya ya. Karena saya akan kembali ke Jakarta” ucap Willy.
“Baik Pak” ucap Doni.
“Ada lagi Pak?” Tanya Doni.
“Tidak segeralah pesankan tiket untuk saya. Saya akan bersiap-siap mengemasi barang-barang saya” ucap Doni.
“Sudah saya pesankan Pak. Saya akan mengirimnya ke ponsel Bapak” ucap Doni.
“Terima kasih” ucap Willy.
Ya itulah Doni, asistan yang Willy sangat suka dengan kecepatan kerjanya. Willy mematikan sambungan teleponnya. Dan kini dia juga sudah sampai penthousenya. Willy pun segera mengemasi barang-barangnya yang akan dia bawa pulang.
Willy teringat Luna, dia harus menghubungi wanita itu. Setidaknya Luna tidak akan cemas dengan kepergiannya yang tiba-tiba. Dan meminta agar Luna tidak menghubunginya saat di Jakarta nanti. Walau Willy tidak yakin apa Luna akan mau menurutinya.
“AKu akan mencobanya” ucap Willy.
Willy mengambil ponsel dari dalam sakunya. Willy menekan nomor Luna. Tidak lama Luna mengangkatnya.
“Halo Will” ucap Luna.
“Luna aku akan kembali ke Jakarta” ucap Willy.
“Ke Jakarta, apa yang terjadi?” Tanya Luna terdengar sedih.
“Aku akan menemui Mamiku” jawab Willy.
“Bagaimana keadaan Mami kamu?” Tanya Luna.
“Aku belum tahu” jawab Willy.
“Apa aku boleh ikut? Aku akan minta izin kepada Kakek dia pasti akan mengizinkanku ikut” ucap Luna.
Willy terkejut Luna mengatakan ingin ikut.Dan tentu saja itu tidak mungkin. Luna dan Bianca akan bertumu jika sampai Luna ikut ke Jakarta.
“Tidak Luna. Kamu disini saja” ucap Willy.
“Kenapa, aku juga ingin melihat Mami kamu” ucap Luna.
“Luna, tolong berikan aku waktu bersama keluargaku saat ini” ucap Willy.
“Okey, baiklah Will” ucap Luna.
“Luna, untuk sementara waktu aku mungkin tidak akan menghubungimu” ucap Willy.
“Kenapa Will?” Tanya Luna sedih.
“Aku sudah lama tidak bertemu dengan keluargaku. Aku ingin meluangkan waktuku bersamanya. Bisakah kamu mengerti” ucap Willy mencoba meyakinkan Luna.
“Iya Will” ucap Luna terdengar sedih.
“Aku minta maaf ya, tidak bisa menemani kamu ke pernikahan Anita” ucap Willy.
“Tidak apa-apa Will. Keluargamu itu yang paling utama” ucap Luna.
“Terima kasih atas pengertianmu Luna” ucap Willy.