7. Kabar Buruk

1659 Words
Bali Pagi ini seperti biasa Willy hanya bisa berolahra di dalam kamarnya. Setidaknya itu yang bisa Willy lakukan agar dia tidak merasa bosan di dalam kamar. Ya, walau semua fasilitas di dalam kamar ini terbilang mewah dan mencukupi semua yang Willy butuhkan tetap saja Willy bosan dan tidak betah di kurung seperti ini. Setelah berolahraga Willy meluruskan kakinya. Untung saja lukanya bekas kecelakaan itu sudah mulai sembuh. Ya, Willy tidak mengalami luka serius. Dirinya hanya memar dan luka kecil saja. Berbeda dengan Luna yang mengalami koma dan Peter yang tewas di tempat. Willy pun menegak air mineral dari kemasan botol plastic hingga tandas. Willy membuang sampah botol plastic it uke tempat sampah. Setelah itu dia beristirahat sebentar. Willy memejamkan matanya, dia teringat waktu dia lari pagi bersama Bianca. Willy tersenyum membayangkan wajah Bianca yang cantik sekali. Hem, betapa Willy sangat merindukan Bianca. Di dalam benaknya Willy pun bertanya-tanya apa yang Bianca sedang lakukan sekarang, apa Bianca makan dengan benar? Willy tahu benar Bianca pasti tidak makan dengan benar karena mencemaskannya. Willy berharap semoga Mami atau Mama Bianca bisa menemani Bianca selama Willy masih disini dan belum bisa mengabari Bianca. “Bii, kamu makan yang teratur ya. Aku janji aku akan pulang secepatnya” ucap Willy. Sore hari, Gunardi kembali datang ke kamar Willy. Willy pun hanya duduk sambil menonton televisi tanpa menoleh kepada Gunardi. “Bagimana?” Tanya Gunardi saat masuk ke dalam kamar Willy. “Tidak” ucap Willy dingin. “Kamu yakin” ucap Gunardi. “Ya” jawab Willy tegas. Gunardi terdengar menarik nafas panjang. Lalu dia melangkah dan duduk di sofa samping Willy. “Istrimu saat ini sedang sakit” ucap Gunardi. Willy dengan cepat menoleh dan menatap horror kepada Gunardi. “Apa yang kamu lakukan pada istriku Kakek tua?” Desis Willy tajam. “Aku tidak melakukan apa-apa” ucap Gunardi santai. “Kalau terjadi sesuatu kepada istriku, aku bersumpah tidak akan memaafkanmu” ucap Willy. “Aku pun bersumpah tidak akan membiarkanmu lolos kalau terjadi sesuatu kepada cucuku” ucap Gunardi. Willy pun membuang pandangannya dari Gunardi. Dia merasa sangat muak harus terus menghadapi Gunardi ini. “Orang tua Bianca tewas siang tadi” ucap Gunardi yang membuat Willy terkejut. “APA?” Pekik Willy tidak percaya. “Mereka tewas karena kecelakaan” ucap Gunardi. “Apa anda yang melakukan semua ini?” Desis Willy tajam. “Aku bisa melakukan apa saja, demi kebahagianku cucuku” ucap Gunardi. “Kau!” Pekik Willy mencengkram kerah kemeja Gunardi. “Percuma kamu mencekikku, tidak akan bisa mengembalikan semua yang telah terjadi” ucap Gunardi. Willy pun melepaskan cengkramannya. Memang benar tidak akan mengubah yang sudah terjadi. Tetapi setidaknya kalau Willy ada disamping Bianca saat ini, Willy pasti bisa menemani Bianca. Bianca saat ini pasti sangat sedih sekali mengetahui kedua orang tuanya meninggal, di tambah Willy belum kembali dan mengabarinya sampai saat ini. Willy pun tidak sanggup untuk membayangkan kesedihan Bianca. Apa Bianca bisa melewati semua ini. Willy merasa bersalah sekali. Seharusnya dia menolak proyek ini agar semua ini tidak terjadi. “Aku peringatkan kepadamu aku bisa melakukan apa saja demi kebahagiaan cucuku. Kalau kamu masih menolaknya siap-siap selanjutnya kamu akan mendapatkan kabar buruk dari Bianca dan calon bayimu itu” ucap Gunardi mengancam. Braakk Willy menggebrak meja. “Jangan pernah menyentuh istriku” desis Willy. “Aku akan menunggu keputusanmu sampai Luna benar-benar sadar. Pikirkanlah keputusan yang tepat” ucap Gunardi lalu melangkah pergi dari ruangan Willy. Willy pun meraup wajahnya. Ya, Tuhan Willy tidak sanggup mendengar semua berita buruk ini. Willy sangat sedih dan sangat mencemaskan Bianca. Apa Bianca bisa melewati masa sulit ini, disaat Willy tidak disampinya? Jakarta Siang itu Bianca baru saja menyelesaikan makan siangnya bersama Mami. Ya, Bianca tahu Mama dan Papanya akan datang ke rumahnya. Bianca tidak ingin mereka sedih jika mengetahui Bianca sakit dan tidak makan. Tap Tap “Bu, ada telepon” ucap Bi Inah memberi tahu Bianca. “Dari mana Bi?” Tanya Bianca. “Dari kantor polisi” jawab Bi Inah. “Kantor polisi” ucap Bianca terkejut. Bi Inah menganggukkan kepalanya. “Ayo Mami temani” ucap Mami yang juga khawatir mendengar ada yang menelepon Bianca dari kantor polisi. Bianca dan Mami pun melangkah menuju telepon yang ada di runag televisi. Bianca mengangkat telepon yang Bi Inah bilang dari kantor polisi itu. “Halo” ucap Bianca. “Halo, selamat siang dengan Ibu Bianca Pratama” terdengar suara laki-laki. “Iya saya sendiri” ucap Bianca yang mulai merasa cemas. “Kami dari kantor polisi, ingin mengabarkan mobil yang ditumpangi Bapak dan Ibu Anda mengalami kecelakaan dan saat ini mereka sedang ada di rumah sakit” ucap Polisi itu. “APA?” Pekik Bianca terkejut. Bianca pun lemas, telepon itu pun lepas dari tangannya. Untung saja Mami segera menangkap Bianca. Jika tidak Bianca pasti akan terjatuh ke lantai. “Bi Inah, Bi, Bi Inah, tolong bantu saya” teriak Mami memanggil Bi Inah. Tap Tap “Ya Allah Gusti, Ibu” teriak Bi Inah terkejut melihat Binca pingsan dan tubuhnya di tahan oleh Mami agar tidak terjatuh. “Ayo Bi, tolong bantu kita bawa ke kamar saja” ucap Mami. “Iya Bu” ucap Bi Inah. Mami bersama Bi Inah membopong tubuh Bianca dan membawanya masuk ke dalam kamar. Lalu Bianca pun dibaringkan di ranjangnya. “Bi tolong siapkan teh hangat untuk Bianca ya” ucap Mami. “Baik Bu” ucap Bi Inah. Bi Inah pun melangkah keluar untuk membuatkan teh hangat. Mami pun sehera menghubungi Papi untuk memberitahukan Bianca yang pingsan setelah mendapat telepon dari kantor polisi. Mami juga cemas apa yang terjadi sebenarnya. “Halo Pi” ucap Mami. “Iya Mi” ucap Papi. “Bianca pingsan Pi, setelah menerima telepon dari kantor polisi. Ada apa Pi sebenarnya” ucap Mami panik. “Mi, Mami tolong jaga Bianca ya. Papi saat ini ada di rumah sakit” ucap Papi. “Apa yang terjadi Pi?” Tanya Mami. “Mobil yang membawa Mama dan Papanya Bianca kecelakaan Mi” ucap Papi. “Apa? Ya Tuhan, pantas saja Bianca terkejut dan pingsan” ucap Mami yang sangat terkejut. “Sekarang bagaimana keadaan mereka Pi?” Tanya Mami. “Mi, tolong jangan kasih tahu Bianca dulu ya” ucap Papi sedih. “Pi, apa yang terjadi kepada mereka?” Tanya Mami tambah panik. “Mereka berdua tewas dalam kecelakaan itu” ucap Papi sedih. “Ya Tuhan. Pi bagaimana kalau Bianca tahu. Pasti dia sangat sedih ini” ucap Mami panik. “Oleh sebab it umami jangan memberi tahu Bianca kabar buruk ini. Kasihan dia. Akan menambah benab pikirannya” ucap Papi. “Iya sih Pi. Tetapi kita juga tetap harus memberi tahunya. Ini Mama dan Papanya Bianca Pi” ucap Mami. “Iya Mi. Kita pasti akan memberi tahu Bianca masalah ini. Tetapi tidak sekarang. Papi sedang mengurus mayat mereka di rumah sakit ya” ucap Papi. “Ya Pi. Papi juga hati-hati ya” ucap Mami. Setelah mematikan sambungannya dengan Papi. Mami menarik nafas panjang. Mami menatap Bianca dan mengusap puncak kepalanya. Mami merasa sedih sekali melihat Bianca. Belum selesai dari Willy yang tidak ada kabar beritanya kini di tambah harus mendapatkan kabar kedua orang tuanya meninggal. Bianca pasti sangat terkejut. Mami memejamkan matanya, dan tidak bisa membayangkan betapa sedihnya Bianca. Apalagi dia sedang hamil besar. Mami takut akan berpengaruh kepada bayi di dalam kandungannya dan kesehatan Bianca juga. “Ya Tuhan, tolong jangan berikan cobaan yang begitu berat kepada menantu hamba” ucap Mami berdoa. Bianca merasakan sakit di kepalanya, perlahan dia pun membuka matanya. Bianca memijit keningnya yang terasa pusing. “Bii, minum teh hangatnya dulu ya” ucap Mami membantu Bianca duduk. “Aku kenapa Mi?” Tanya Bianca. “Kamu tadi pingsan” ucap Mami. “Ayo minum dulu sayang” ucap Mami menyodorkan cangkir berisi teh hangat. Bianca pun meminumnya sedikit dan meletakkannya lagi di atas nakas. Bianca mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dia pingsan tadi. Dan Bianca pun teringat bahwa tadi dia mendapatkan kabar bahwa mobil yang orang tuanya naiki mengalami kecelakaan. “Mi, gimana keadaan Mama dan Papa?” Tanya Bianca. Mami pun bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin Mami memberi tahu bahwa Mam dan Papanya Bianca tewas. Bianca baru saja sadar. Mami pun sengaja berbohong kepada Bianca. “Mereka di rumah sakit. Papi sudah disana sekarang” ucap Mami. “Apa mereka baik-baik saja Mi?” Tanya Bianca. “Mami belum tahu. Papi belum mengabari Mami. Kita berdoa ya semoga mereka baik-baik saja” ucap Mami. Bianca pun menganggukkan kepalanya. Malam hari Bianca sepertinya menjadi tambah cemas karena belum mendapatkan kabar dari Papi mengenai kondisi Mama dan Papanya. Bianca pun mencoba bertanya lagi kepada Mami. “Mi, apa Papi sudah menghubungi Mami?” Tanya Bianca. Mami tahu maksud dari pertanyaan Bianca. Dan Mami pun harus menjawab apa lagi kali ini. Bianca bukanlah anak kecil yang bisa dibohongi terus menerus. Bianca sudah dewasa. “Belum. Mami coba telepon Papi ya” ucap Mami. Mami mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Papi. Tetapi Mami tidak benar-benar menghubungi Papi. Mami hanya berpura-pura saja agar Bainca percaya bahwa Mami sedang menghubungi Papi. “Bii, Papi ponselnya sedang tidak aktif. Sepertinya baterai ponsel Papi habis” ucap Mami berbohong lagi. “Oh. Apa kita datangi saja ke rumah sakit ya Mi?” Tanya Bianca. “Hem, besok pagi saja ya. Sekarang sudah malam” ucap Mami. “Tapi Bianca cemas Mi” ucap Bianca. “Iya, tapi kalau malam-malam kasihan bayi kamu sayang” ucap Mami. Bianca mengusap perut dan menatap perutnya. Apa sebenarnya yang sedang terjadi kepada dirinya saat ini. Bianca pun hanya bisa berdoa dan berharap agar semuanya baik-baik saja. Di dalam kamarnya Bianca belum bisa tertidur. Dia masih memandang langit-langit kamarnya. Di hatinya masih dilanda kecemasan. Cemas karena Willy belum ada kabar dan ditambah cemas memikirkan keadaan kedua orang tuanya. “Will, kalau kamu ada disini pasti kamu bisa menghiburku” ucap Bianca sedih. “Aku harus menunggumu berapa lama lagi” ucap Bianca lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD