Aku merebut kasar kardusku dari tangan Dilan, lalu keluar dari ruangan yang sudah satu tahun aku tempati. Bora langsung berdiri dari balik mejanya, ikut mengangkat sebuah kardus. “Mau ke mana kamu?” tanya Dilan, langsung ke Bora. “Bora ikut gue! Dia sekretaris gue.” Aku yang menjawab. “Ngga bisa gitu dong, Rei.” “Oh bisa. Lo dan gue setara ya, jadi lo ngga bisa merintah gue.” Aku berusaha bicara setenang mungkin. Seolah tak terganggu dengan sikap kekanak-kanakannya. “Terus gue?” “Lo panggil aja Mbok Jum suruh bantuin di sini.” “Lo ngeledek gue?” “Lo nyambung? Bagus deh. Sekali-sekali emang otak lo perlu dipake.” Dilan memutar bola matanya. Aku nyaris tertawa. Heran, padahal dia tau tidak pernah menang adu mulut denganku, masih saja hobi memancing kekesalanku. “Ayo, Ra,”