“Mas, udah,” ujarku seraya tergelak saat Mas Rio tak henti memberikan kecupan-kecupan kecil di seluruh wajahku. Hari sudah sore, aku belum menyapa Mama Anantari dan Papa Jagat, dan masih harus menyambung langkah ke Bumi Raya. Tapi ia, tetap tak menghentikan keusilannya. “Kiss yang bener dulu, Rei,” pintanya, memelas. Banyak kali akalnya tua bangka ini. Apakah aku ingin menolak? Tentu saja tidak. Terlebih jika aku ingat esok hari ia akan kembali ke Amsterdam. Tuh kan, aku bahkan sudah merindu. Jantungku berdetak cepat saat bibir kami bertaut, hembusan napasnya di wajahku seolah membelai lembut, sapuan ibu jarinya di rahangku membuatku begitu terlena. Tau apa yang lucu? Dulu, aku selalu berdoa agar Mas Rio dan Puri tak pernah berciuman. Biarlah bibirnya yang tak pernah tersentuh temb