Abizar masih berada di dalam kamarnya. Saat teleponnya berbunyi. Dilihat layar ponsel, ternyata Oma Anita yang meneleponnya. Oma Anita adalah kakak dari kakek Abizar. Hubungan mereka sangat dekat.
"Assalamuallaikum, ya Oma ada apa?" Abizar menerima telpon dari Omanya.
"Ezar, tolong Oma ya, Sayang." Suara seseorang yang dipanggilnya Oma dseberang sana, terdengar bernada memohon.
"Tolong apa, Oma?" tanya Abizar.
"Oma, minta tolong jemput cucu Oma, Ziya, di bandara sekarang. Bisa ya, Sayang?" mohon Oma lagi.
"Ziya, anak Om Fathan?" Abizar kembali bertanya, meski ia tahu tidak ada Ziya lain di dalam keluarganya, selain anak om-nya, yang bernama Fathan itu.
"Iya, Ezar, sayang."
"Tapi aku sudah lama tidak bertemu Ziya, Oma. Sudah sepuluh tahun mungkin, bagaimana aku bisa mengenalinya?"
"Nanti Oma kirim fotonya lewat WA, kamu bawa juga kertas tulisan namanya Fauziya Effendi. Ini kalau, Om, dan Tantemu tidak ke Surabaya, Oma tidak akan minta tolong kamu, Ezar." Omanya masih memohon pada Abizar.
"Iya, iya Oma. Oma kirim saja fotonya ya. ini aku berangkat sekarang," ucap Abizar. Ia tidak bermaksud menolak, hanya bingung saja, karena sangat lama tidak bertemu dengan Ziya, sepupunya.
"Terima kasih ya, Sayang. Assalamuallaikum."
"Waalaikum salam, Oma."
Abizar berdiri dari duduk, ia mengambil kunci mobil dari atas meja. Di ruang tengah dilihat bundanya, Arini, sedang asik menonton drama Korea kesukaannya. Kepala bundanya bersandar manja di lengan, Abi, ayahnya.
Meski usia ayahnya jauh lebih tua dari usia bundanya, tapi karena ayahnya membiasakan diri hidup sehat, sehingga meski sudah enam puluh lima tahun usianya, tapi tetap keliatan awet muda. Jadi tetap terlihat serasi dengan bundanya yang jauh lebih muda. Jika bundanya asik dengan drama Korea, maka ayahnya, Abimana Pratama, tengah asik dengan tabloid olahraga di tangannya.
Abizar menggelengkan kepala, setiap hari minggu selalu sama yang orang tuanya lakukan. Jogging dipagi hari, duduk santai begini disiang hari, berenang disore hari. Tapi kalau dulu berenang di kolam renang komplek, kalo sekarang mereka sudah punya kolam renang sendiri di rumah.
"Bunda, Ayah, aku mau ke luar dulu ya." Ezar berdiri di depan orang tuanya, ia meraih tangan mereka bergantian, dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
Bundanya tetap pada posisinya, tidak ada rasa canggung bersikap mesra pada ayahnya, meski di depan anaknya
"Mau ke mana, Zar? Sudah hampir Ashar loh," tanya Arini. Abizar duduk di samping Bundanya. Abi menurunkan tabloid di tangannya
"Tadi Oma Nita telpon, minta tolong aku untuk jemput anaknya Om Fathan di bandara. Om Fathan, dan Tante Kiya'kan lagi ke Surabaya, mengunjungi orang tua Tante Kiya yang baru pindahan dari Turki," jawab Abizar.
"Ooh, jadi Ziya kembali ke sini tidak dengan Oma, dan Opanya, kenapa?" Abi menatap Abizar.
"Ziya menyelesaikan urusan kepindahan kuliahnya dulu, Ayah. Om Fathan pernah bilang ingin memindahkan kuliah Ziya ke sini," jawab Abizar
"Ooh, ya sudah, berangkat sana, tapi ingat nanti kalo lihat Ziya jangan naksir ya, Zar," pesan Arini pada putranya.
Abizar tergelak mendengar peringatan dari bundanya.
"Mana mungkin aku naksir adik sendiri, Bunda." Abizar berusaha menghapus rasa cemas Arini.
"Eeh jangan salah loh, dulu Om Fathan sempet naksir Bunda," ujar Arini cepat.
"Aah itukan, karena Om Fathan belum tahu kalau Bunda, itu adik sepupunya," debat Abizar, tapi tetap dengan suara lembut.
Arini ingin bicara lagi, tapi dipotong Abi.
"Cepet berangkat, Zar. Nanti terlambat, kasihan Ziya kalau sudah turun dari pesawat, tapi tidak ada yang menjemput. Pasti dia kebingungan." Abi tahu kalau berdebat dengan Arini pasti tidak akan ada habisnya.
"Iih si Om, aku belum selesai bicara." Wajah Arini cemberut.
"Kalo bicara terus, kapan Ezar berangkatnya, Sayang. kasihan nanti Ziya kebingungan, kalau tidak ada yang menjemput." Abi mengusap lengan Arini, agar istrinya tidak berlanjut kesalnya.
"Ezar berangkat dulu, Ayah, Bunda. Assalamuallaikum," pamit Abizar.
"Waalaikum salam," jawab bunda, dan ayahnya berbarengan.
"Hati-hati di jalan, Zar!" Pesan Arini.
"Ya, Bunda."
Setelah Abizar pergi, Arini menyandarkan kepalanya lagi di lengan Abi
"Om.... " panggil Arini manja.
"Say ... yank."
"hmmm, Saay, apa kita akan kesepian dihari tua kita ya?" Arini memeluk d**a Abi.
Abi mengecup kepala istrinya
"Kenapa berpikir seperti itu, Sayang?" Tanya Arini.
"Ardilla sudah menikah, sudah punya kehidupannya sendiri, sekarang jauh dari kita. Nanti Abizar juga menikah. Tidak mungkin dia mau tinggal bersama kita terus, pasti nanti dia membangun rumahnya sendiri, dan kita ... hanya kita berdua yang tertinggal di sini," kata Arini.
Abi memeluk tubuh istrinya lembut
"Seandainya di dunia ini tinggal kita berdua, aku akan tetap bahagia, asal kamu selalu ada di sampingku," kata Abi, sambil mengecup lagi kepala Arini
"Iiih, si Om, sudah jadi aki, masih gombal aja!" Arini mencubit d**a Abi
Abi terkekeh
"Gak apa, gombalnya sama nini-nini," jawab Abi
Pecah tawa di antara mereka berdua.
Abi bersyukur dikaruniai istri seperti Arini, meski banyak lelaki yang menggoda, tapi tetap teguh pada cintanya ke Abi
Arini sudah memberikan sepasang anak kembar kepadanya
Abizar Artaputra
Ardilla Artaputri
Umur putra, dan putri mereka sekarang sudah 26 tahun,
Ardilla sudah menikah dengan blasteran Australia-Indonesia, David Yusuf williams. Mereka sudah dikaruniai dua orang anak Rama, dan Shinta
Saat ini mereka tinggal di Australia, meneruskan bisnis hotel, dan resort milik orang tua David
Sedang putra nya, Abizar, sampai diusianya sekarang, belum menikah,
meski banyak wanita yang datang mengejarnya ke rumah, tapi tak ada satupun yang dikenalkan sebagai kekasihnya. Kata Abizar, semua wanita itu hanya teman biasa saja. Tidak ada yang istimewa di dalam hatinya.
Abizar saat ini memimpin Pratama Sanjaya Grup
Perusahaan warisan keluarga Sanjaya, yang digabung dengan perusahaan milik Abimana
Abizar sosok yang sangat pintar, sehingga diusianya yang baru menginjak dua puluh enam tahun, sudah lulus S2.
Karena kepintarannya itulah, yang membuat dia dipercaya untuk mengajar sebagai dosen tidak tetap di sebuah fakultas ekonomi diperguruan tinggi yang cukup terkenal di Jakarta. Abizar tampak sangat menikmati profesi sebagai pengajar.
Suatu kebanggaan bagi Abi, dan Arini, memiliki putra cerdas seperti Abizar. Dalam usia muda, sudah memiliki gelar akademis yang bagus. Bisa bertanggung jawab terhadap perusahaan, juga terhadap profesinya sebagai pengajar. Sejak kecil, Abizar memang sudah terlihat istimewa. Namun Abi, dan Arini tidak pernah membandingkan si kembar Abizar, dan Ardilla (Cerita Cinta Ardilla) yang biasa saja dalam pendidikannya. Keduanya mendapat kasih sayang, dan perhatian yang sama. Sehingga keduanya tumbuh menjadi pribadi yang baik, dan bisa menjadi kebanggaan Abi, dan Arini.
BERSAMBUNG