bc

Langit Senja

book_age4+
1.9K
FOLLOW
24.5K
READ
love-triangle
possessive
arrogant
goodgirl
sensitive
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Masa lalu kelam yang dialami Anggia. Membuatnya menghindari mahluk yang bernama laki-laki. Ia tak mau berurusan apapun dengan mereka.

Namun, ada satu laki-laki yang terus dan terus menggangu dirinya. Mencuri waktunya. Ia terus menekan Anggia, ia ingin masuk ke dalam kehidupannya.

Apapun caranya, suka atau tidak. Mau atau tidak mau.

"Lo udah buat gue suka saat pertama kali gue natap mata lo! Jadi lo harus tanggung jawab!" _Langit Angkara_

"Mata saya ada karena Tuhan, bukan untuk menggoda anda!" _AnggiaSenja_

chap-preview
Free preview
She is Anggia Senja
"Eh, Pulpen gue!" "Enak aja, ini punya gue kali!" "Sumpah! Gue kemarin baru beli nih pulpen!" "Demi apa lo?! Ini gue kemarin minta sama si Langit!" "Lah, emang ini punya gue ko!" Kedua laki-laki itu terus saja berebut pulpen. Sampai akhirnya pulpen yang diperebutkan malah jatuh. Dan pas di kaki seorang siswi. Mereka berdua terdiam. Menatap gadis itu dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. "Eh, hay Anggi!" wajah kocak keduanya langsung berubah menjadi ramah. Saat menyapa gadis yang bernama Anggia senja itu. Namun si gadis cantik itu. Hanya menatap sekilas, kemudian pergi begitu saja. Tanpa mau mengambilkan pulpen yang tadi jatuh ke depan kakinya. Dan hal itu lantas membuat kedua laki-laki tadi berubah kecut. "Gila! Sombong banget, ambilin kek pulpennya. Senyum kek," keluh cowok yang satunya. "Iya, kapan sih gue pernah lihat dia senyum?" sambung cowok satunya lagi. Mereka terus berceloteh, sampai Langit datang dan menatap keduanya penuh tanya. "Hay Lang!" Sapa Dido atau yang bernama lengkap Alpido Guanda. Ia menatap ramah pada Langit atau yang bernama lengkap Langit Angkara. Cowok tinggi yang mempunyai kedua mata tajam namun kelam, persis seperti sinar langit malam. Namun bisa melelehkan gadis manapun di Mutiara, kecuali satu. Anggia senja. "Eh, si bos udah dateng. Gimana, udah ketemu senja?" Celoteh Aryan riang, atau yang bernama lengkap Aryana Bimasya. Dia dan Dido adalah sahabatnya langit. Si tampan yang di sapa hanya menaikan sebelah bahunya. Sebagai tanda kalau sang senja sama sekali tidak bisa ia gapai. Seperti biasanya. "Ke kelas yuk," Ajak Langit, ia berjalan mendahului keduanya. Menatap koridor dengan tatapan dinginnya. Dia langit, cowok yang mempunyai ke dua bibir berwarna merah. Membuat gadis manapun tak mampu menahan air liurnya. Ingin merasakan seperti apa rasanya ke dua laga madu itu. "Gue tadi lihat si senja, masa gue di cuekin." Dido mengeluh seperti biasanya. "Iya, Lang. Gue juga masa di tatap doang. Mana natapnya judes lagi, sombong banget tuh cewek." Iyan menimpali. Langit hanya tersenyum kecil saja, ia sudah biasa mendengar curhatan kedua sahabatnya itu. Lagi, ini tentang senja. Si gadis angkuh dengan segala keindahannya. Namun sayang, Langit tak pernah bisa menggapainya. Meski ia selalu mencoba mendekat, atau bahkan menatap secara terang-terangan. Tapi tidak, Senja memang tak pernah memberikan respon apapun, pada siapapun. Bahkan pada dirinya. Yang bagi gadis mutiara adalah Arjuna bermata gelap yang menggoda. Sepanjang koridor, banyak cewek yang mencuri tatap. Mereka ingin sekali bisa menyapa sang Arjuna. Namun sayang. Langit sedang tidak ingin di ganggu. Langit sedang redup. Karena senja sedang tak bisa ia lihat. "Lo yakin mau ngalahin ego tuh cewek. Lo yakin, mau bikin tuh cewek nyerah sama lo, kapan dong?" Dido berjalan cepat, menyamai langkahnya langit. "Iya Lang, gue tuh penasaran. Sebenarnya nih cewek suka cowok enggak sih, atau dia les..." Tatapan tajam Langit, membuat Aryan mengatupkan kedua bibirnya. Ia amat tahu, Langit sangat tidak suka pada siapapun yang menjelek-jelekkan Senja. Meski gadis itu tak pernah sekalipun tahu tentang dirinya. "Sorry Bos," cicit Aryan. Langit hanya menggeleng saja, kemudian segera memasuki kelas. *** "Gi, gue punya cewek baru lho!" Dia Arrahman Teja, cowok tampan yang sering gonta-ganti cewek. Dia sahabatnya Anggia Senja. Satu diantara tiga cowok yang mampu dekat dengan gadis cantik yang mempunyai mata bening itu. "Yaaa, terus?" Anggia membuka buku n****+ kesukaannya. Tanpa mau menoleh pada laki-laki di sampingnya itu. "Yaa, lo gak mau tanya gitu?" Teja terlihat lesu. "Boong tuh Gi, si tejamah cuma mau lo perhatiin doang, makanya cerita sama lo." Sahut laki-laki yang sedang bermain game di ponselnya. Dia Rival Hanggara, cowok kedua yang terlihat dekat dengan Anggia senja. Ia juga sahabat terbaik nya Anggia senja. "Nah, bener tuh. Kemarin dia curhat sama gue. Katanya lo sekarang tambah cuek aja sama dia," Adu cowok di sebelahnya. Dia Agung Indrayana, cowok berkulit hitam manis yang jadi idola gadis Mutiara. Dia adalah cowok ketiga yang bisa dekat dan bercanda dengan si cantik Anggia Senja. Perlahan si cantik menutup bukunya. Menatap ketiga cowok tampan di depannya itu. "Sejak kapan kalian bikin kesel gue?" Tatapan tajam si mata bening yang cantik itu. Malah membuat ketiganya cengengesan. "Yeee ... Galak banget sih lo. Gue tuh cuma mau bilang. Jangan cuek-cuek jadi cewek. Nanti gak laku tau rasa lho!" Teja berceloteh. Dan di iyakan oleh kedua temannya. Anggia mendengus, "Emang kalau gue enggak laku kenapa? Masalah buat kalian?" "Dih, ya kita sedih lah, masa temen kita yang cantik ini gak punya cowok. Kan mubajir, nanti dunia akan kehilangan populasi mahluk cantik kaya lo." "Ayam kali, populasi." Dengus Anggia, ia tidak mengindahkan ocehan kedua sahabatnya itu. Ia kembali membuka bukunya. Dan kembali membacanya dengan hikmat. Istirahat tiba, seperti biasa Anggia akan ke kantin dengan ke tiga cowok di sampingnya. Siapa lagi kalau Gara, Teja dan Yana. Seperti tiga bodyguard yang selalu menjadi perisai untuk gadis itu. Menimbulkan rasa iri dari cowok manapun yang menyaksikannya. "Gi kapan kita nokrong lagi?" Gara berjalan mundur di depan Anggia. Menatap sahabatnya itu penuh harap. Karena biasanya mereka nongkrong asik di kafe miliknya. "Gue lagi gak ada duit. Makanya gak ikut nongkrong. Lagian lo tahu, gue ambil kerja part time di Restoran." Jawab Anggia, ia berjalan santai tanpa merasa terhalangi. Karena Gara memang berjalan cepat, meski mundur. "Ah, lo mah gak asik." Gara kembali berjalan normal. "Iya Gi, lo kapan maen piano lagi. Suer deh, gue kangen sama permainan lo." Teja menyahut. "Nanti gue Dateng deh, kalau ada waktu ok," Anggia menatap ketiganya sekilas. Ia merasa jarang berkumpul dengan mereka seperti biasanya. Ia sibuk, karena kerja part time nya tidak bisa ia tinggal. "Nah, gitu dong. Gi," Raya ikut menimbrung. Mereka mengobrol sambil tertawa. Semua itu memang sudah terbiasa mereka lakukan. Tapi hanya mereka, karena yang lain enggak pernah bisa sebebas itu. Jangankan menyentuhnya, memanggil namanya saja. Mereka enggan. Mereka malu, karena Anggia tidak pernah mau membalas sapaan siapapun. Selain ketiga sahabatnya itu. Kemudian di tengah-tengah keharmonisan keempat manusia itu. Mereka bertemu dengan gengnya Langit. Saat ini menuju ke arah mereka. Dan membuat Anggia dan ketiga temannya berhenti di koridor. "Gue mau maen badminton sama lo!" Tatapan tajam Langit, membuat si cantik menatap aneh. Kenapa tiba-tiba laki-laki itu mengajak dirinya? Siapa dia, apa haknya? Tanpa menjawab, Anggia meneruskan langkahnya. Ia berbelok ke arah bagian sisi. Namun dengan cepat Langit menarik pergelangan tangan gadis itu. Membuat ketiga sahabat Anggia siaga. Mereka mengambil ancang-ancang untuk menyerang kedua temannya Langit. "Eh lo, jangan pegang-pegang dong?!" Raya protes, ia hampir merebut pergelangan tangan Anggia. Namun tatapan tajam dan hempasan tangan Langit terasa lebih kuat. Membuat Indra meringis. Langit memang mempunyai kelebihan yang tidak di miliki ketiga sahabatnya Anggia. Langit sudah menerima sabuk hitam di ekstra kurikuler Taekwondo, di usia mudanya. Selain itu Langit adalah Kakak kelas mereka. Jadi kekuatan sudah jelas, Langit yang lebih unggul. "Main sama gue?" Kini Langit berhadapan langsung dengan Queen Mutiara itu. Menatapnya lebih dekat, hingga ia bisa melihat dengan jelas kedua mata bening yang selalu di ceritakan para cowok di sana. "Enggak Kak, saya gak mau." Jawab Anggia ia mencoba melepaskan pergelangan tangannya. Menunduk dalam tak mau membalas tatapan Sang lawan bicara. Sementara ketiga sahabatnya sedang di tahan oleh antek-anteknya Langit. Tentu saja mereka ingin langit bisa mengganggu gadis angkuh itu. "Tiga puluh menit?" "Enggak Kak, saya gak bisa." "Lima belas menit?" "Maaf Kak, saya enggak bisa." "Sepuluh menit?" "Saya gak bisa." Sejenak Langit mendengus kesal, "Lima menit?" "Enggak bisa." Anggia tetap menggeleng, dia memang tidak mau berinteraksi dengan cowok lain, selain ketiga sahabatnya. Lebih tepatnya tidak bisa. "Anggia senja!" Suara Langit terdengar tegas. Membuat kedua mata bening itu menatap padanya. Ada kilatan tak suka dari tatapan kedua mata cantik itu. "Main sama saya?!" "Saya sudah bilang, saya enggak mau! Dan jangan panggil saya dengan nama itu?!" Entah kenapa Anggia menjadi histeris. Membuat orang yang berlalu lalang di koridor menatap pada mereka berdua. Langit tertegun, "Anda! Anda enggak ada hak buat ganggu saya. Langit Angkara!" Anggia menepiskan tangan Langit dengan kuat. Kemudian berlari sekuatnya meninggalkan koridor. Membuat Langit menatap lesu penuh tanya. Dia kenapa? Padahal ia hanya ingin bermain badminton saja sebentar. Kenapa dia harus sehisteris itu. Anggia senja. Langit memberi kode pada para sahabatnya. Untuk melepaskan tiga cowok yang sudah seperti ingin melahap dirinya. Karena telah mengganggu Queen nya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Tomorrow

read
168.9K
bc

Give Love

read
23.1K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

The Architect in Love

read
13.1K
bc

Love After Marriage

read
205.9K
bc

Hujan, ajarkan aku lupa

read
1.8M
bc

Broken

read
7.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook