Dua bulan setelah aku dari rumah Mas Wawan. Dila memberitahuku bahwa dirinya akan menikah bulan depan.
[Lia, bulan depan aku akan menikah dengan Mas Arman. Kamu jangan lupa datang ya] salah satu isi pesan dari Dila
[Waaah syukurlah kalau begitu aku senang mendengarnya. Akhirnya sahabat sekaligus calon adik iparku akan melepas masa lajangnya] balasku dengan sedikit menggodanya.
[Kamu tenang saja aku pasti datang kok] sambungku lagi.
[Iya Li, do'akan ya semoga lancar sampai waktunya tiba]
[Aamiin..aku selalu mendo'akanmu Dil]
***
Hari ini seperti biasa aku menjalankan aktivitasku membantu bapak dan ibu di kebun. Di sela kesibukan kami menyempatkan untuk beristirahat sejenak dan menyantap makanan yang kami bawa dari rumah.
"Bu, bulan depan Dila mau menikah" ucapku seraya memasukan makanan ke dalam mulut.
"Alhamdulillah. Semoga setelah ini kamu segera menyusulnya ya" jawab ibu sambil sedikit tertawa.
Aku hanya menundukkan kepalaku dan kembali menyantap makananku.
Kami makan siang dengan sangat lahap walau dengan menu seadanya. Bukan tidak ingin makan mewah tapi bagi kami makan dengan lauk seadanya dari hasil kebun kami itu jauh lebih nikmat.
Selesai makan, kami pun kembali melanjutkan pekerjaan kami. Ibu memetik sayuran yang sudah siap panen sementara aku membersihkan akar dan kotoran yang menempel pada sayuran tersebut. Kemudian aku mengikat sayurannya untuk kami jual besok kepada pengepul.
Setelah semua pekerjaan selesai kamipun bergegas untuk pulang karena waktu sudah menunjukan tengah hari.
***
Akhirnya hari yang Dila tunggu-tunggu telah tiba. Hari ini adalah hari pernikahan Dila. Aku menghadiri acara pernikahan Dila bersama ibu dan bapakku.
Kami berangkat ke rumah Dila dengan dijemput oleh Mas Wawan. Karena acara pernikahannya di langsungkan di rumahnya. Kami membawa beberapa kaleng biskuit dan pisang hasil panen dari kebun kami.
Kami tiba di rumah Dila lima belas menit sebelum acara ijab qobul dimulai. Suasana disana sudah cukup ramai. Banyak keluarga dan tamu undangan yang sudah berdatangan. Termasuk rombongan pengantin laki-laki juga sudah datang. Disana juga ada beberapa penjual mainan yang menambah keramaian.
Aku langsung menemui Dila yang masih didandani di kamarnya. Sementara ibu dan bapak mampir dulu ke rumah Bude Yati.
"Waaah cantik banget calon adik iparku" ucapku menggoda Dila yang sedang didandani oleh tukang rias.
"Ah kamu bisa aja Li" jawab Dila tersipu malu.
"Permisi Mbak apakah pengantinnya sudah siap ? Acara ijab qobulnya akan segera dimulai" tanya Mbak Sarah kepada perias pengantin
"Sebentar lagi Mbak tinggal pasang acessorisnya" jawab Mbak perias.
Setelah Dila beres didandani, aku dan Mbak Sarah langsung menggandeng sahabatku sekaligus calon adik iparku menuju meja yang telah disiapkan untuk acara ijab qobul.
Semua orang langsung menatap ke arah kami. Lalu Dila pun duduk di kursi samping Mas Arman. Dan acara ijab qobul pun segera dimulai.
"Saya terima nikah dan kawinnya Dila Anggraeni binti Yanto dengan maskawin seperangkat alat shalat ditambah perhiasan emas seberat sepuluh gram dibayar tunai" ucap Mas Arman dengan lantang.
"Saaaahh..." jawab semua orang yang menyaksikan ijab qobul.
Selesai ijab qobul acarapun dilanjutkan dengan resepsi. Semua para tamu undangan mulai menyalami raja dan ratu sehari yang sedang bersanding di pelaminan.
Aku beserta ibu dan bapak juga ikut bersalaman kepada pengantin untuk mengucapkan selamat. Disusul dengan Bude Yati dan Pakde Yayan juga Bu Sukma.
Lalu kami pun menyantap hidangan yang sudah dihidangkan.
Tak berselang lama aku langsung berpamitan kepada Dila dan juga keluarganya karena masih ada urusan yang harus aku selesaikan di rumah.
Sebelum pulang aku mampir dulu ke rumah Bude. Dan di sana sudah ada Bu Sukma yang menyambut sinis kedatanganku.
"Kasihan banget sih kamu pernikahannya harus nunggu waktu satu tahun dan malah dilangkahi sama Dila" ucap Bu Sukma dengan bibir yang dinaik-naikkin.
Kami semua terdiam mendengar ucapan Bu Sukma.
"Kok kamu mau-maunya sih nikahnya dilangkahi sama Dila. Harusnya kan kakaknya dulu yang nikah baru adiknya. Lagi pula kalau niat baik itu jangan suka diundur-undurkan nanti malah keburu bosan" sambungnya lagi seolah-olah mengompori. Sementara kami masih terdiam tak ada yang menjawab ucapan Bu Sukma.
'Apa yang diucapkan Bu Sukma perihal pernikahanku yang harus ditunda satu tahun itu ada benarnya juga. Tapi apalah dayaku, aku tidak berhak mengatur semuanya. Pernukahan itu dilakukan sekali seumur hidup jadi harus nunggu kesiapan dari kedua belah pihak' Gumamku dalam hati.
"Lia kamu kenapa ?" Tanya ibuku membuyarkan lamunanku.
"Tidak apa-apa bu aku hanya sedikit mengantuk saja mungkin tadi makan kekenyangan" jawabku ngeles dengan sedikit tertawa.
"Ya sudah kalau begitu kami pamit pulang ya keburu sore" ucap ibu. Dan akhirnya kami pun pulang dengan menggunakan angkutan umum.
***
Satu bulan setelah Dila menikah dia mengabariku bahwa dia tengah mengandung buah cintanya bersama Mas Arman.
[Li aku mau ngasih tahu kalau aku sejarang tengah hamil. Usia kandunganku sudah memasuki empat minggu] pesan dari Dila.
Aku yang sedang merebahkan tubuhku sontak merasa kaget saat membaca pesan dari Dila. Bahagia dan terharu mendengarnya. Lantas aku pun langsung membalas pesannya.
[Alhamdulillah selamat ya Dil. Aku turut bahagia mendengarnya semoga kamu dan calon bayi yang ada dalam kandunganmu selalu diberikan kesehatan] jawabku sambil mengubah posisi dari yang tadinya tiduran kini jadi duduk bersandar di tempat tidur.
[Aamiin Li. Terimakasih ya do'anya. Semoga kamu segera menyusulku]
'Mendengar kabar Dila yang tengah hamil, Aku jadi gak sabar ingin segera menikah dengan Mas Wawan dan juga ingin segera mempunyai anak sama seperti Dila' gumamku sambil senyum-senyum sendiri dan memainkan benda pipihku.
'Ah sudahlah, ada apa denganku ini kenapa aku terlalu berambisi untuk segera menikah toh kalau sudah waktunya pasti nikah juga' aku membuyarkan lamunanku dan kembali membaringkan tubuhku.
***
Hari ini aku merasa sangat lelah sekali karena habis panen beberapa tanaman di kebun milik orang tuaku dan hasil panennya langsung kami jual kepada pengepul yang nantinya akan dijual kembali ke pasar.
Uang hasil panennya kami gunakan untuk keperluan sehari-hari dan sisanya kami tabung untuk persiapan nanti pernikahanku.
"Alhamdulillah panen kali ini cukup melimpah. Sebagian uangnya bapak akan gunakan untuk membeli benih dan sisanya akan bapak simpan untuk keperluan nanti kalau kamu menikah" ucap bapak yang sedang duduk di ruang tivi sembari menghitung uang hasil panen tadi.
"Syukurlah kalau begitu semoga panen selanjutnya terus melimpah seperti ini. Perihal uangnya ibu setuju untuk ditabung buat jaga-jaga kalau ada apa-apa dan juga buat persiapan pernikahannya Lia" jawab ibu.
Sementara aku hanya menyimak pembicaraan kedua orang yang telah merawat dan membesarkanku.
***
Hari ini keluarga Mas Wawan datang berkunjung ke rumahku. Tujuannya adalah untuk membicarakan perihal pernikahanku dan menentukan kapan waktu yang tepat untuk aku dan Mas Wawan menikah.
Tepat jam sembilan pagi mereka sampai di rumahku. Aku yang sedang duduk di ruang tamu segera beranjak ke luar ketika melihat dari kaca jendela ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depan rumahku dan aku sudah memperkirakan bahwa itu adalah Mas Wawan dan keluarganya.
Saat aku hendak keluar ternyata bapak dan ibu membuntutiku dari belakang. Dan benar saja itu adalah Mas Wawan dan keluarganya.
Mereka datang sekeluarga termasuk Dila. Dia juga ikut bersama suaminya. Ini adalah kali pertama mereka berkunjung ke rumahku.
Aku dan orangtuaku langsung menyambut kedatangan Mas Wawan dan keluarganya. Lalu bersalaman dan mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.
Setelah semuanya masuk. Aku langsung bergegas ke dapur mengambil air minum dan beberapa cemilan untuk disuguhkan.
"Silahkan diminum. Dan ini cemilannya silahkan dicicipi" ucapku seraya menyodorkan gelas dan cemilan yang aku bawa.
Mereka pun langsung meminum air yang telah aku suguhkan.
"Begini pak, langsung saja ya maksud kedatangan kami kesini mau membicarakan perihal pernikahan anak kita pak" ucap pak Yanto membuka pembicaraan. "Menurut bapak baiknya kapan pernikahannya dilangsungkan?". Sambungnya dengan menatap ke arah bapak
"Kalau saya pribadi pengennya disegerakan pak karena kalau kata orang tua niat baik itu jangan suka diundur-undurkan. Bukankah lebih cepat lebih baik pak ?" Jawab bapakku mantap.
"Tapi terserah bapak dan keluarga saja siapnya kapan. Saya dan Lia ngikutin kapan bapak siapnya aja" sambungnya lagi.
"Baiklah kalau begitu. Bagaimana kalau akhir tahun ini pak ? Apa bapak setuju ?" Ucap pak Yanto lagi.
"Baik pak kami setuju" jawab bapakku dengan menganggukkan kepalanya.