bc

Here's Your Perfect

book_age16+
28
FOLLOW
1K
READ
billionaire
playboy
badboy
confident
popstar
heir/heiress
bxg
city
love at the first sight
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Sempurna. Satu kata yang mampu mendeskripsikan seorang bilyuner muda bernama Jace Reid-Graves di mata semua kaum adam. Tidak dapat di pungkiri semua itu memang nyata bahkan bagi pop superstar Alexander Harper di saat pertemuan pertama mereka. Berawal dari dua orang asing yang tidak sengaja bertemu di sebuah toko buku. Hingga menjadi pertemuan yang selalu dinantikan mulai menimbulkan sebuah perasaan di antara keduanya. Namun Alex sama sekali tidak menyadari bahwa hari dimana ia bertemu dengan Jace, ada suatu kebohongan bagaikan bom waktu yang siap meledak kapan saja siap menghancurkan semuanya. Lalu apakah Alex mampu bertahan hingga garis akhir?

chap-preview
Free preview
Prolog by Alexander Harper
"Alex, apakah kau siap?", Suara itu membuyarkan lamunanku yang entah berapa lama sudah berlangsung. Sampai-sampai aku tidak menyadari jika diriku sudah tidak lagi di ruang rias melainkan duduk di sebuah sofa bekain beludu halus berwarna biru keabuan dibelakang panggung. Aku menoleh menatap Sarah McCalister- pembawa acara malam ini sambil mengulas senyum tipis. "Aku siap." kataku terdengar mantap. Padahal dalam hati aku merasa ragu untuk mengikuti acara malam hari ini. Apalagi acara akan di siarkan secara langsung. Tentu saja semua yang akan kuucapkan didepan kamera dan pentonton di dalam studio beserta seluruh kru lainnya tidak bisa di sunting. "Baiklah kita akan mulai dalam tiga menit.", kata Sarah sambil bangkit berdiri sebelum lalu. Aku juga bangkit berdiri. Dibantu dengan asisten, manajer, sekaligus sahabatku Benedict- biasa kupanggil Ben- yang sejak tadi berdiri dibelakang sofa yang kududuki. Ia menghampiriku dan membenarkan kerah kemeja yang kukenakan. "Kau pasti bisa. Kau seorang Alexander Harper. Apa yang tidak bisa kau lakukan? Semuanya kau bisa lakukan." katanya mencoba menyemangatiku lagi. Aku mengangguk kaku kali ini. Saat itu juga terdengar teriakan para kru yang mengingatkan jika dalam semenit lagi acara benar-benar akan dimulai. "Dia melihatmu. Jadi, tersenyumlah." Ben menepuk bahuku sebelum kami berjalan menuju sisi panggung. Berdiri bersebelahan di balik tirai pembatas.  Aku sedikit mengintip ke luar. Bisa kulihat jika Sarah sudah diatas panggung bagian kanan dimana hanya ada tirai biru tertutup. Biasanya dibalik tirai itu hanya ada ruang kosong yang tidak terlalu luas dan digunakan untuk sebuah permainan kecil sebagai hiburan acara seperti pada umumnya.  "Tiga...", Mendengar hitungan mundur dimulai. Kupejamkan mataku sejenak.  "Dua...", Kutarik napasku sedalam mungkin. "Satu...", Kuhela napasku sebelum kembali membuka mata ketika suara dering bel berbunyi sebagai tanda acara telah dimulai. Detik berikutnya, lagu pembuka bertema mulai dimainkan oleh grup pemain musik yang ada di sisi paling ujung dibawah panggung. Disaat itu Sarah melambaikan tangan dan menyapa seluruh penonton baik di dalam studio dan diluar dengan gayanya yang khas.  "Malam hari ini adalah malam yang sangat indah. Kita kedatangan bintang tamu yang sangat spesial. Aku serius. Dia sangat spesial. Aku yakin kalian juga memiliki pendapat yang sama mengingat berita yang sempat viral minggu lalu tentang diriku dan suamiku yang berdebat di media sosial karena memperebutkan bintang tamu yang satu ini. Dan, mengingat aku yang berhasil memenangkan perdebatan itu. Beri aku tepuk tangan yang meriah!" seru Sarah diiringi ketukan drum singkat dari pemain musik. "Rasakan kekalahanmu itu sayang!" tambahnya sambil menunjuk ke salah satu kamera ditengah panggung karena ia tahu bahwa suaminya pasti menonton acara ini.  Melihat seluruh penonton bertepuk tangan hingga seluruh studio riuh membuat jantungku semakin berdebar. Mendadak aku merasa sesak napas dan mual seperti sedang mengalami demam panggung. Aku melirik Ben sekilas yang tampak tidak menyadari sebelum kembali memperhatikan Sarah. "Dia adalah seorang pop superstar. Penyanyi sekaligus penulis lagu amerika yang berusia dua puluh tujuh tahun. Seluruh lagu yang ditulis dan dinyanyikan olehnya selalu masuk kedalam billboard chart, trending music video di youtube, pendengar terbanyak di spotify. Bahkan prestasinya tidak berhenti disitu. Dia memenangkan banyak sekali penghargaan di Grammy Awards, Golden Globe Awards, Academy Awards, dan masih banyak lagi karena aku tidak bisa menghitung semuanya. Tanpa berlama-lama lagi, aku panggilkan.... Alexander Harper!!!" Mendengar namaku sudah disebut Sarah. Aku melangkah keluar dari tempat peresembunyianku memasuki panggung sambil memberikan senyuman terbaik yang kumiliki. Aku melambai ke kamera dan penonton yang ada di dalam studio sebelum bersalaman kemudian berpelukan singkat dengan Sarah saat sudah berdiri di hadapannya. "Hai Sarah." sapaku. "Senang bertemu denganmu." tambahku. "Aku yang senang bertemu denganmu. Tidak ku sangka kau tampak lebih menganggumkan jika dilihat secara langsung. Biasanya aku hanya melihatmu di televisi." puji Sarah. Kami berdua saling melepaskan pelukan.  Aku menahan senyum dibibirku hingga kedua lesung pipiku terlihat semakin menonjol. "Terima kasih Sarah. Kau juga." balasku dengan tulus. Sarah memang masih sangat menarik untuk wanita seusianya. Postur tubuhnya terjada bahkan wajahnya masih terlihat awet muda. Tidak jauh berbeda sama seperti yang ku ingat saat Sarah menjadi pembawa acara wanita pertama di acara malam ini.  Sarah mendengus geli. Ia mengibaskan sebelah tangannya di depan wajah. "Aku jadi berharap aku dua puluh tahun lebih muda saat ini." balasnya membuat semua orang tertawa. "Ngomong-ngomong... Terima kasih sudah mau datang di The Night Show, Alex." tambah Sarah sambil mempersilahkan aku untuk duduk di sofa yang sudah dipersiapkan. Aku duduk bersamaan dengan Sarah. "Tentu saja aku datang karena kalian membayarku lebih mahal." jawabku berterus terang. Namun bukan salahku jika aku menjawab jujur bukan? Sebuah acara talkshow tidak akan seru bila tidak di selingi sesuatu yang mampu membuat penonton tertawa.  Sarah mengangkat sebelah bahu sambil memberikan ekspresi sombong sebelum terkekeh pelan. "Baiklah. Kau benar. Aku sudah membayarmu lebih mahal. Jadi bisakah kau memperkanalkan diri dengan cara yang berbeda? Maksudku adalah beri tahu kami sesuatu yang mungkin tidak di ketahui oleh publik sebelum membahas lebih jauh mengenai single terbaru yang akan di rilis besok?" Beberapa orang mungkin menganggapku adalah orang yang sombong. Itu semua karena aku memang sengaja menolak acara-acara yang di dalamnya ada sebuah interview bersifat pribadi. Cukup sebatas kehidupan karirku menjadi konsumsi publik. Aku tidak ingin kehidupanku yang lain juga diketahui, terutama masalah keluarga dan percintaan. Namun malam ini adalah  pengecualian. Untuk itu di pembukaan acara tadi Sarah sempat mengatakan bahwa malam ini adalah malam yang indah karena ia mendapatkan kesempatan emas mengingat aku terbuka untuk pertanyaan apapun yang akan Sarah tanyakan padaku.  Jadi aku mencoba berpikir beberapa detik sembari berdehem pelan untuk memikirkan jawaban apa yang tepat. Mungkin jawaban yang mampu menjawab semua pertanyaan semua orang sekaligus di malam ini. "Kalian semua tahu jika namaku Alexander Harper. Hanya itu, tidak ada nama tengah. Aku lahir dan besar di New York pada tanggal 20 Mei 1993. Seperti yang kalian duga, aku memang adalah anak tunggal dari pasangan Richard dan Elizabeth Harper." "Jadi kau membenarkan rumor itu adalah fakta? Bukan semacam kebetulan karena nama belakang yang sama?" tanya Sarah dengan nada tercekat. Ia hampir tidak dapat mengatakan apapun mengingat dirinya terlalu terkejut hingga seluruh penonton juga mulai heboh. Ia yakin kalau dalam pencarian terbanyak dan trending di google mulai detik ini adalah kedua orang tuaku. "Ya. Mereka adalah orang tua kandungku." jawbaku mengkonfirmasi. Sarah menggelengkan kepala tidak percaya, "Tanpa perlu mengetahui siapa kedua orang tuamu, kau sudah memiliki sejuta pesona yang berhasil membuat seluruh kaum adam bertanya-tanya apakah kau layak disebut manusia dan seluruh kaum hawa bertekuk lutut di hadapanmu. Sekarang, ditambah fakta bahwa kau pewaris tunggal Billion-Dollar Company dari industri perminyakan satu-satunya di Amerika sejak lima puluh tahun lalu. Aku juga yakin seluruh kelebihan yang kau miliki itu berhasil menutup kekuranganmu. Oh aku ragu kau memiliki kekurangan, Alex." "Berbicara mengenai kekurangan. Kebetulan sekali kau membahasnya." kataku sambil membenarkan posisi duduk. Aku menggeleng kecil sambil tersenyum getir, "Kau salah. Aku masih memiliki kekurangan. Bahkan menurutku banyak kekurangan yang masih kumiliki. Salah satunya adalah aku tidak punya cukup keberanian untuk menyatakan perasaanku pada seseorang di waktu yang tepat." Sarah di kenal sebagai pembawa acara yang cepat tanggap. Ia langsung memahami apa maksud perkataanku dan memberikan pertanyaann yang memang sudah kuduga akan keluar dari bibirnya. "Seseorang itu, apakah dia wanita dalam unggahan akun ** milikmu kemarin pagi? Bukankah foto itu adalah foto untuk single terbaru milikmu yang dirilis besok malam?" "Foto itu memanglah foto yang akan di gunakan di lagu terbaruku. Dan ya, seseorang yang kumaksud adalah wanita itu." "Tunggu dulu..." Sarah mencoba memahami situasi saat ini. Ia menyilangkan kakinya dengan dan sedikit mencondongkan tubuh ke depan sebelum menambahkan, "Hanya karena kau berhasil menyembunyikan kehidupan pribadimu. Seharusnya untuk pernyataan yang baru saja kau sampaikan itu tidak membuatku terkejut. Tidak mungkin seorang Alexander Harper tidak memiliki kekasih. Namun entah mengapa aku merasa butuh penjelasan lebih jauh mengenai hal ini. Aku yakin seluruh penonton terutama penggemarmu juga ingin mendapat penjelasan." Aku mengedarkan pandangan ke seluruh studio sebelum kembali menatap Sarah. "Sebelum aku menjelaskan lebih jauh mengenai kaitan wanita itu dengan album terbaruku. Aku ingin bercerita sesuatu agar kalian memahi bagaimana hubunganku dengan wanita itu." "Tentu saja. Itu merupakan ide yang bagus. Aku dengan senang hati memberimu kesempatan untukmu bercerita." jawab Sarah tanpa pikir panjang. Tentu ia akan memberi waktu mengingat acara malam ini bisa dikatakan menjadi acara perdana untukku membicarakan kehidupan pribadiku. "Mungkin, kalau boleh. Kau bisa memulai dengan si-" "Siapa wanita itu?" potongku dengan cepat sebelum Sarah sempat menyelesaikan. Sarah mengangguk cepat. "Ya kau benar. Jadi, siapa wanita yang beruntung itu? Apakah dia seorang penyanyi juga?" Aku menggelengkan kepala, "Wanita itu bukanlah seorang penyanyi, aktris, atau apapun yang berada di industri hiburan." "Apakah seorang penggemar?" "Penggemar?" tanyaku lagi. Bukan karena aku tidak mendengar pertanyaannya. Aku hanya merasa kata 'penggemar' sama sekali bukanlah kata yang bisa mendeskripsikan wanita itu. "Aku harap dia penggemarku." kemudian dalam hati aku menambahkan bahwa segalanya mungkin akan lebih mudah jika wanita itu adalah penggemarku. Sarah mengerutkan kening sebagai tanda bingung. "Lalu apakah dia pembencimu?" "Wanita itu juga tidak bisa dikategorikan sebagai pembenciku." jawabku sambil mendengus geli karena mulai membayangkan pertemuan pertama kami saat itu. Seolah memiliki pemikiran yang sama. Secara kebetulan Sarah mempertanyakan inti yang sama yaitu, "Bagaimana kalian bertemu?" "Aku tidak ingat pasti kapan tanggal kami bertemu. Namun aku ingat jelas saat itu aku baru saja menyelesaikan tur dunia keduaku tahun lalu. Aku sedang berada dalam masalah dan wanita itu membantuku." jawabku sedikit menjelaskan. Aku kemudian menelengkan kepala sebelum meralat perkataanku. "Sebenarnya wanita itu tidak benar-benar menolongku. Saat itu aku yang memaksanya. Aku memaksa wanita itu untuk membantuku keluar dari masalah."  "Kau memaksa wanita itu untuk menolongmu? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Aku tidak mengira ada orang yang tidak ingin menolongmu." tanya Sarah beruntun dengan nada sedikit kesal. "Maaf jika nada bicaraku terdengar marah." tambahnya sungkan. "Aku tidak menyalahkanmu jika merasa kesal. Jangankan orang lain. Aku sendiri yang merasakan saat itu sampai frustasi. Aku juga mempertanyakan hal yang sama. Bagaiamana mungkin itu bisa terjadi? Bagaimana mungkin wanita itu tidak mau membantuku hingga aku harus memaksanya." jawabku. Aku mengalihkan pandanganku pada gelang yang terbuat dari benang biasa berwarna biru putih yang melingkar di pergelangan tangan kananku. Kemudian mengulum senyum di sudut bibir. "Itu semua terjadi karena wanita itu tidak tahu siapa aku. Wanita itu tidak tahu jika aku adalah seorang Aelxander Harper..." ...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook