Bab 1. RDK

1749 Words
Grizelle, gadis cantik yang terlahir dari keluarga biasa-biasa saja di desanya mampu mencuri hati Adelio, yang mana keturunan seorang bangsawan. Pertemuan yang tak sengaja, mampu menimbulkan benih-benih cinta di antara mereka berdua. Kala itu, keluarga Adelio yang mana ayahnya seorang pemimpin mengajaknya untuk berkunjung ke desa-desa guna memperkenalkan wilayah kekuasaannya. Dalam dua tahun mendatang, tahta itu akan turun ke Adelio yang menjadi satu-satunya ahli waris dalam keluarganya. "Pengawal, siapkan semuanya. Saya akan mengajak Adelio berkeliling ke desa-desa yang masih menjadi wilayah kekuasaanku!" perintah ayah Adelio yang menjadi seorang pemimpin. "Baik, Tuan," jawab salah satu pengawalnya. Kendaraan pun sudah selesai disiapkan, Adelio dan ayahnya pun segera berangkat. Ayahnya memperkenalkan pedesaan satu-persatu terhadapnya. "Kamu yang akan menjadi penerusku, Adelio. Jadilah pemimpin yang bijaksana dan amanah. Sayangi semua rakyatmu, jangan pernah membedakan dari kasta yang ia miliki," nasihat ayahnya. Adelio yang melipat tangannya di atas perut pun, hanya menjawab semaunya. Dia dari dulu tak memiliki keinginan untuk mewarisi tahta ini, sebab bagi dia ini berat untuknya. Namun, takdir berkata lain, dialah yang menjadi satu-satunya penerus kepemimpinan ini. "Apa enaknya jadi pemimpin sih, Yah? Aku jadi rakyat biasa saja, ya?" celetuk Adelio. "Adelio, hanya kamu keturunanku. Jadi, mau tak mau, kaulah pewaris ini semua. Memang, jadi pemimpin mempunyai tanggung jawab yang besar, tapi berniatlah dan berjanjilah untuk menjadi orang baik dalam hidup ini. Apa lagi memang takdir yang memilihmu untuk memilikinya." Ayahnya pun meyakinkan itu ke Adelio. Mata Adelio menatap ke arah luar jendela. Matanya sekelebat menangkap sesosok gadis cantik yang sedang berjalan bersama dengan wanita dewasa yang mungkin adalah ibunya. Mereka menenteng tas besar yang di bawa secara bersamaan. "Adelio," panggil Ayahnya kala dia sedari tadi pandangannya masih lekat dengan gadis yang saat ini tampak dari belakangnya saja. "Iya, Yah," jawab Adelio. "Oke, kita berhenti di sini. Nanti, kita keliling dengan berjalan kaki," perintah ayahnya. Adelio tanpa menjawab, hanya mengikuti perintah ayahnya. Dia tak pernah menolak apa yang diperintahkan ayahnya. Mereka turun dari mobil, lalu berjalan ke arah yang sama dengan yang dilalui gadis dan ibunya itu. Ayahnya memperkenalkan nama desa dan hal yang harus ia lakukan di sini. "Di sini setiap tahunya, pasti ada masa kekurangan air. Ayah sudah mencoba berkali-kali membuat sumber baru, hasilnya tetap sama. Jadi, kita selama musim kemarau panjang, harus mengirimkan pasokan air untuk minum, masak bahkan mandi." Ayahnya memberitahu. Adelio memangendengarkan, tetapi matanya mencoba mencari di mana gadis itu berada. "Adelio, mencari apa?" ternyata ayahnya menyadari itu. "Enggak, Yah. Silakan dilanjutkan kembali." Adelio meminta ayahnya menjelaskan kembali. Mereka tetap melangkahkan kaki, hingga di depan terlihat gadis itu sedang duduk bersama ibunya. Mereka sontak berdiri, kala melihat Pemimpin kota itu datang untuk berkunjung. "Silakan, Tuan," ujar mereka secara bersamaan. "Kalian berjualan?" tanya Adelio kala menatap tas besar yang berisikan makanan yang hampir penuh satu tas itu. "Iya, Aden. Kami berjulan, kebetulan numpang berteduh," jawab ibunya gadis itu. Pagi ini, kebetulan sinar matahari enggan bersahabat dengan mereka. Rintik hujan sedari tadi kian deras, hingga Adelio dan ayahnya juga memilih untuk berteduh di tempat yang sama. Begitu pun dengan beberapa pengawal yang sedari tadi mengekor di belakang mereka. "Silakan kalian ambil yang kalian mau. Biar semua jadi urusan saya," perintah Ayh Adelio sebagai pemimpin. Saat itu, terlihat gadis cantik itu tersipu malu, kala anak pemimpin kota ini duduk berada di dekatnya. Mereka saling curi-curi pandang dan terkadang tersenyum simpul. Ibu gadis ini terlihat bahagia, kala melihat dagangannya diborong oleh pemimpin di kota ini. "Terima kasih, Tuan. Semoga selalu diberikan kesehatan untuk seluruh keluarga, Tuan." Ibu gadis itu mmendoakan Ayahnya Adelio. "Sama-sama, ini untuk kalian berdua. Semoga cukup." Ayahmya Adelio memberikan beberapa uang ratusan ribu untuknya. Senyum merekah tersirat di wajah mereka. "Tuan, maaf ini terlalu banyak untuk membayar makanan yang sudah kalian santap. Ini Tuan, saya kembalikan apa yang buka hak saya," ujar ibu itu sembari memaksa Ayah Adelio untuk menerima uang itu kembali. "Untuk kalian, pulanglah lebih cepat. Cuaca hari ini terlalu tak bersahabat untuk dua wanita seperti kalian. Beristirahatlah," jawab Ayah Adelio lagi. "Pengawal! Antarkan mereka pulang," sahut Adelio. "Ya Allah, Aden, Tuan. Makasih sekali lagi, maaf jika kami merepotkan," ujar ibu gadis itu dengan membungkukkan badan. Mereka berdua seketika mengikuti pengawal. Pemimpin kota itu, meminta mereka berdua ikut satu mobil dengannya. Awalnya mereka berdua yang merasa hanya rakyat biasa, segera menolaknya sebab merasa segan dan tak pantas. Tetapi, berkat Adelio yang meyakinkannya, mereka dengan senang hati ikut bersamanya. "Rumahnya masih, jauh?" tanya Adelio, sembari sesekali melirik ke Grizelle. "Nggak, Den. Depan nanti, ada belokan di situ rumah kami. Lebih baik, kami berhenti di gang depan saja," jawab ibu gadis itu. "Oh, iya. Kenalkan kami Sekar dan ini anak saya Grizelle. Sebelumnya, kami kembali mengucapakan terima kasih. Tak tahu, harus seperti apa kami membalas kebaikan Tuan dan Aden," ujar Ibu Sekar. "Grizelle, bantu Ibu jualan aja?" tanya Alberic, Ayah dari Adelio dan sekaligus sebagai pemimpin kota ini. "Iya, Tuan. Kami hanya berdua, Ayah sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Saya memilih untuk membantu ibu saja," jawab Grizelle. Mobil dilajukan hingga depan rumah mereka. "Depan itu, Tuan. Rumah yang dekat dengan mushola." Grizelle memberitahu. "Tuan, Aden. Terima kasih," ujar Ibu Sekar lagi. "Makasih Tuan, Aden," tambah Grizelle. Dia tersenyum kala melihat senyuman Adelio ke arahnya. Mereka turun dari mobil, lalu berjalan sedikit berlari menuju depan rumahnya. Mobil yang digunakan Tuan Alberic dan Adelio berputar arah. Saat itu juga, mereka saling melambaikan tangan. "Hati-hati, Tuan," ujat Bu Sekar. Lagi-lagi, pandangan Adelio dan Grizelle saling bertemu. Jantung mereka berdegup kencang, kala saling melemparkan senyuman manis dari bibirnya. "Grizelle, ayo masuk, Nak." Bu Sekar masuk terlebih dahulu. Sedangkan Grizelle masih menatap mobil itu hingga berlalu, tak tampak di matanya. Grizelle, berjalan masuk ke dalam rumah dan membantu ibunya mengeluarkan sisa jualannya yang tak habis. "Ibu, mandi atau ganti baju dulu, aja. Biar Izelle yang membereskan ini, nanti demam, loh." Grizelle meminta tas yang saat ini di bawa ibunya. "Iya, Nak. Panaskan saja, nanti bisa buat lauk kita," pinta Bu Sekar. Grizelle dan ibunya berjualan lauk, serta gorengan. Mereka melakukan usaha itu, semenjak ayah Grizelle meninggal dua tahun lalu. Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan, terkadang juga buruh tani jika ada orang yang membutuhkan. Keluarga mereka bahagia bukan semata-mata karena harta. Cinta dan saling melengkapi, membuat kebahagiaan itu terasa utuh. Mereka tak ingin terus-menerus terpuruk dalam kesedihan. Sehingga, mereka memilih untuk berdagang semata-mata mengalihkan agar tak terus merasa sedih. Grizelle anak yang baik dan penurut. Dia anak tunggal, tak tega jika harus jauh dengan ibunya saat ini. "Izelle, Ibu sudah. Kamu buruan mandi!" teriak ibunya dari kamar mandi. "Iya, Bu. Masih nyuci tempatnya, bentar lagi," jawab Grizelle. Selesai mandi, ibunya kembali menghampiri Grizelle. "Izelle, mandi dulu, Nak." Ibu Sekar menghampirinya. "Iya, Bu. Izelle mandi dulu, ya," ujar Grizelle, lalu melangkahkan kaki menuju kamarnya untuk mengambil baju. Tiba-tiba, dalam pikirannya terlintas bayangan Adelio saat tersenyum. Grizelle, kembali tersenyum simpul kala mengingatnya, seakan-akan mereka berdua saling berhadapan. "Aduh, Izelle. Ingat, kalian beda kasta. Kamu ini siapa? Mandi deh, mandi," gumam Grizelle. Grizelle, membawa baju ganti dan handuknya menuju kamar mandi. Tanpa ia sadari, sedari tadi dia tersenyum-senyum sendiri. _____ Nggak hanya Grizelle yang bertingkah seperti itu. Begitu juga dengan Adelio, dalam pikirannya sedari tadi terbayang gadis cantik yang ia temui tadi. Grizelle mampu mengusik hati Adelio yang membatu saat masa lalunya pergi. "Adelio, kenapa? Ada yang salahkah dengan dirimu?" Tuan Alberic membuyarkan lamunannya. Adelio menatap ayahnya. "Nggak kok, Yah. Aku cuma bahagia, saat Ayah mengenalkan desa itu kepadaku." "Bahagia? Apa karena gadis itu, kamu merasakan kebahagiaan itu?" tanya Tuan Alberic. "Apaan sih, Yah? Jangan mengada-ngada, deh." Adelio mengalihkan pandangannya dari ayahnya. Hatinya tak bisa memungkiri, jika gadis cantik itu mampu mengalihkan pandangannya. Sesampainya di rumah, Tuan Alberic turun terlebih dahulu dari mobil dengan dibukakan pintu oleh pengawalnya. Begitu juga dengan Adelio, lalu mereka melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah yang besarnya bak istana. Bangunan besar menjulang tinggi seakan-akan melahap orang yang berjalan masuk ke dalamnya. Melihat mereka berdua masuk ke dalam rumah, membuat beberapa asisten rumah tangga menghampiri ke arah istri dari Tuan Alberic. "Nyonya Lynn, Tuan dan Aden sudah datang." Asisten rumah tangga memberitahukannya. "Iya, terima kasih, ya," ujar Nyonya Lynn sebagai istri Tuan Alberic. Nyonya Lynn beranjak dari tempat duduknya dan segera menghampiri mereka berdua yang berada di ruang tengah rumah ini. Mereka duduk santai dan di jamu dengan minuman beserta kue kering yang masih hangat. Nyonya Lynn ikut serta duduk bersama mereka. "Bagaimana, Adelio? Kapan kamu akan menggantikan posisi, Ayahmu?" tanya Nyonya Lynn. "Jangan terburu-buru, Ibu. Sepertinya bukan hal mudah untuk menjadi seorang pemimpin. Biarkan aku belajar dan waktulah yang akan menjawab kesiapanku," jawab Adelio dengan santun. "Biarkan dia dulu, Istriku. Kematangan usianya juga perlu digunakan. Tunggu satu atau dua tahun yang akan datang, pasti dia akan mengerti dengan sendirinya. Kesiapan mental, fisik dan segala hal yang ada pada dirinya, harus dilatih sejak saat ini," ujar Tuan Alberic. "Adelio, kau perlu belajar banyak hal, Nak. Kehidupan Ayah yang mungkin kau anggap tenang dan damai, semuanya tak seperti itu. Banyak di luar sana mencoba menjatuhkan Ayah dengan cara magis atau pun dengan cara terang-terangan. Kau harus siap menghadapi, jika suatu saat orang iri dengan tahta yang akan kau terima ini." "Baik, Ayah. Apa yang menjadi perintahmu, semoga mampu aku laksanakan dan kukabulkan." Adelio dengan besar hati menerima penawaran ayahnya. "Sekarang istirahatlah, Adelio. Nanti, waktu makan siang kami tunggu di ruang makan seperti biasanya," perintah Nyonya Lynn. "Baik, Ibu." Adelio segera beranjak dan melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Setelah perginya Adelio, mereka berdua kembali berbicara. Bukan hal mudah untuk menempati tahta yang sudah bertahun-tahun lamanya menjadi milik Tuan Alberic. Keirian dan kebencian dari orang di luaran sana, membuat Tuan Alberic dengan sekuat tenaga untuk selalu mempertahankannya. "Yah, kenapa kau dengan mudah bilang hanya perlu satu tahun dan maksimal dua tahun untuk mempelajari itu? Penyihir hitam tak akan tinggal diam. Dia akan selalu mencoba membuat pewarismu jatuh dan bahkan memusnahkannya. Pikirkan untuk waktu yang kau berikan, bekalilah semua yang kau milik untuknya, suamiku," pinta Nyonya Lynn. "Lalu, kenapa kau tanya kesiapan dia untuk menggantikanku? Lantas kenapa, kau malah menghawatirkannya?" tanya Tuam Alberic. "Aku hanya khawatir, ada apa-apa dengannya. Aku sedikit senang, kala dia berkata jika kesiapannya perlu dimatangkan juga. Tapi, di sisi lain aku tak ingin tahta itu di ambil oleh orang yang salah. Aku tahu, penyihir hitam tak akan tinggal diam untuk itu." Nyonya Lynn merasa bimbang. "Jangan khawatir, serahkan semuanya kepadaku. Yakinlah, jika Adelio juga memiliki segudang kekuatan walaupun saat ini masih terpendam dalam dirinya. Pedang, panah pun bisa ia takhlukkan, aku yakin jika kekuatan yang lain juga mampu ia kuasai dengan cepat!" Tuan Alberic sangat yakin terhadap putranya. ☆☆☆
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD