Tangan kekar yang awalnya melingkar di pinggang ramping Azuraa kini turun mengusap dan meremas gemas b****g sintalnya.
"Bagaimana penawaran saya?" bisik Emran. Pria beristri itu mencoba bernegosiasi, menawari sekretarisnya pilihan yang sulit.
"Ta-tapi, Pak. Saya —"
"Jangan munafik, Ra, suami kamu sakit sudah lebih dari seminggu, bagaimana dengan kebutuhan biologis kamu?"
Azuraa terdiam, ucapan Emran ada benarnya. Sudah lama dia tidak merasakan sentuhan suaminya tapi itu karena dia sedang sakit, kalau tidak sakit mungkin setiap hari mereka melakukan hubungan suami istri.
Tapi apakah benar jika seorang istri melakukan hubungan intim dengan pria lain di saat suaminya sedang di ujung maut? Meski alasannya mencari biaya pengobatan.
"Ra?" sentak Emran seraya meremas kembali b****g Azuraa dengan gemas.
Emran beranjak dari duduknya dan mendorong Azuraa hingga tubuhnya tersudut di meja kerja sang CEO. Tangan Emran mengukung tubuh mungil Azuraa. Dan dia mulai mengendus, mulai dari telinga turun ke leher jenjang berkulit putih milik Azuraa memberikan sentuhan yang tidak biasa dilakukan seorang atasan pada sekretarisnya.
"Aku akan langsung mentransfernya kalau kamu setuju dengan tawaran saya," bisik Emran, hembusan nafasnya begitu hangat menerpa kulit Azuraa.
Azuraa mengangguk, pasrah.
"Pintar!" puji Emran. Terdengar seperti sindiran bagi Azuraa.
"Bersiaplah, malam ini kamu ikut saya makan malam di Hotel, melobby klien baru setelah itu kita check in. Jangan mengecewakan saya, Azuraa." Emran kembali duduk dan dia memainkan ponselnya. Tidak berselang lama pria itu menunjukan sebuah notifikasi bukti transfer.
Mata Azuraa membola sempurna. Emran bersungguh-sungguh dengan ucapannya itu berarti dia harus melayani atasannya di atas ranjang setiap kali dia butuhkan.
Azuraa terkadang tidak habis pikir, Emran mempunya seorang istri seorang model yang cantik. Apa karena sering di tinggal fashion show Emran kesepian dan selalu bermain dengan banyak wanita?
Terserahlah, Azuraa tidak perduli urusan rumah tangga orang. Yang dia butuhkan sudah ada di rekeningnya. Tinggal dia bayarkan ke rumah sakit dan para dokter dapat bekerja dengan baik mengoperasi jantung suaminya.
"Tunggu apa lagi? Sana kembali ke meja kerja kamu, jangan sampai orang lain curiga atas perjanjian kita ini," usir Emran.
Azuraa terhenyak dengan kata perjanjian kita yang Emran maksud, apa perjanjian dia dan sang atasan dapat di katakan hubungan gelap atau selingkuhan karena Emran terlihat sangat menjaga citranya.
Azuraa harus menjadi selimut hidup sang atasan selama pria itu inginkan, setidaknya sampai biaya pengobatan suami Azuraa lunas dan sembuh.
Ini pertama kalinya, sejak hampir enam tahun pernikahannya dengan Malik berjalan dengan romantis. Tapi tiba-tiba suaminya harus jatuh sakit, dan dia harus mencari uang dengan cara seperti ini.
Jangan bicara dosa saat ini, karena ada nyawa yang sedang berjuang untuk sembuh di sana.
Bersiap semaksimal mungkin agar tidak mengecewakan Emran. Karena hanya pria itu yang saat ini bisa Azuraa harapkan.
Pertama yang dia harus lakukan adalah membayar semua biaya rumah sakit sebelum dia pergi ke Hotel.
Azuraa menghadap seseorang yang dapat membantunya,
"Ibu Mey, apa saya bisa ijin pulang lebih cepat hari ini? Karena ada keperluan rumah sakit yang harus saya bereskan, pak Emran juga minta saya menemaninya malam ini jadi saya butuh waktu untuk bersiap." Azuraa menuturkan rencananya pada Asisstent pribadi Emran sekaligus yang mengepalai para sekretaris.
"Ya, saya sudah dapat note dari pak Emran. Kamu bisa pulang setelah makan siang nanti, tapi jangan lupa malam kamu harus maksimal. Klien baru ini sangat selektif melihat penampilan," ucap Mey, sekaligus menasehati Azuraa agar tidak mengecewakan.
"Baik, Bu. Saya paham. Terimakasih, kalau begitu saya kembali ke meja kerja lagi, permisi."
Mey menjawab lewat anggukan, kemudian Azuraa keluar dari ruang kerja sang asistent pribadi CEO itu.
Didepan pintu, Azuraa menghela napas panjang, dia lega karena sudah mendapat ijin pulang cepat.
***
Tepat jam makan siang, Azuraa bergegas pergi meninggalkan kantornya. Mengabaikan perutnya yang sejak tadi meronta minta di isi. Fokusnya hanya satu, k rumah sakit dan melunasi semua administrasi.
Dengan ojek online Azura pun tiba di rumah sakit. Dia langsung mendatangi bagian admisi rumah sakit tersebut. Rumah Sakit Swasta tidak banyak pasien tapi tetap Azuraa harus menunggu antrean satu dua orang yang ikut mengurus biaya pengobatan keluarga mereka. Hanya ada satu loket admisi yang aktif melayani transaksi karena tiga lainnya sedang istirahat makan siang.
Tidak lama giliran Azura, nomernya terpanggil dan dia maju.
"Selamat siang, Mba," sapa Azuraa seraya menjatuhkan bokongnya di kursi.
"Selamat siang, Bu," sahut sang petugas ramah.
"Saya mau membayar biaya Rumah Sakit, Mba," ujar Azuraa.
"Atas nama pasien siapa, Bu? Ada nomer rekam medisnya?"
Azuraa memberikan satu kartu pasien milik Malik-suaminya.
"Sebentar saya cek dulu ya, Bu."
Azuraa mengangguk paham.
Tidak berselang lama petugas tersebut mencetak tagihan atas nama pasien tersebut. Azuraa pun membayarnya lunas.
"Biaya pasca operasi nanti masih ada ya, Bu," tutur sang petugas.
"Iya, Mba. Saya mengerti," jawab Azuraa. Tentu saja, totalan p********n akan keluar nanti saat sang suami benar-benar di nyatakan sembuh dan boleh pulang.
"Terimakasih, Mba," ucap Azuraa.
"Sama-sama, Bu." Tutup sang petugas.
Beres dengan admisi rumah sakit, Azuraa mendatangi ruang ICU. Suaminya masih dalam posisi yang sama.
Dengan pakaian khusus Azuraa masuk ke dalam dan mendekat brankar di mana Malik masih terbaring dengan banyak selang di tubuhnya. Suara mesin sudah tidak asing lagi di telinga Azuraa.
"Mas, aku sudah dapat dananya, sebentar lagi kamu akan di operasi, kuat ya, Mas."
"Kamu harus sembuh. Aku mohon, berjuang demi aku, Mas. Aku tidak ingin kehilangan kamu, Mas," ucap Azuraa lirih.
Azuraa berbicara sendiri tanpa balasan sepatah katapun dari sang suami. Tapi katanya , meski dalam kondisi koma orang itu bisa mendengar ucapan kita. Itu yang Azuraa yakini kalau Malik mendengar setiap perkataannya.
Kedatangan dokter Irwan membuat Azuraa buru-buru mengusap air matanya yang sejak tadi membasahi pipinya.
"Besok adalah jadwal operasi pak Malik," ucap sang dokter.
Azuraa menoleh, secepat itu prosesnya? Apa karena dia sudah membayar semua biayanya? Jadi jika tidak ada uang maka pasien tidak akan ditangani? Sejauh ini Azuraa berasumsi sendiri tentang rumah sakit.
"Saya percayakan sama dokter dan team medis lainnya. Besok jam berapa, dok?" tanya Azuraa.
"Untuk jam-nya masih di sesuaikan, Bu. Karena jadwal operasi pun antre. Sebelum pak Malik, ada satu pasien. Kemungkinan pak Malik dapat jadwal siang, nanti saya kabari Ibu Azura lagi sebelum tindakan," jawab dokter Irwan.
Azuraa mengangguk paham.
Setelah berbincang dengan dokter yang akan menangani operasi transplantasi jantung suaminya, Azura bersiap untuk melakukan pekerjaannya yang lain. Bersiap untuk menemani atasannya di Hotel.