Bab 3: Keluarga Alison

1067 Words
Satu minggu sudah Sofia berada di perkebunan anggur Monica, dan hari ini akhirnya dia pulang ke rumah. "Aku pulang," Sofia berkata saat melihat Ibunya duduk di sofa ruang tamu, Sabrina sedang menikmati kopinya di pagi hari. "Oh kamu sudah pulang, bagaimana harimu disana?" Sabrina mendongak saat melihat putrinya memasuki rumah. "Menyenangkan," Sofia mengecup pipi Mommynya, lalu duduk di sebelahnya. "Memangnya kau dari mana?" Daddy Sofia menghampiri dan terlihat rapi dengan setelan kerjanya, pria paruh baya itu akan berangkat bekerja. Sofia mencebik, "Daddy terlalu sibuk hingga tidak tahu putri sendiri pergi sudah satu minggu." "Itu karena kau terbiasa tidak dirumah." Alison berkata dengan acuh. "Tapi tak pernah pergi satu minggu penuh," ucap Sofia, lagi pula seingatnya satu bulan terakhir dia juga tak pergi ke klub dan minggu lalu adalah pertama kalinya lagi Sofia pergi ke klub dengan tak pulang karena menghabiskan malam dengan Horison si tua tampan, menyebalkan kenapa dia ingat lagi dan lagi padahal pria tua itu sudah membuatnya sakit hati dengan ucapannya. "Sudahlah, kalian selalu bertengkar." "Daddy berapa usiamu?" tanya Sofia, menatap Daddynya dengan lekat, memperhatikan garis- garis keriput di wajahnya, meski halus namun garis itu terlihat jelas menandakan Alison sudah menua. "Astaga, putri macam apa yang tak tahu usia daddynya sendiri." Sofia mengerucutkan bibirnya kesal, "Aku kan hanya bertanya, takut jika salah mengira, jadi berapa?" tanya Sofia lagi. Raut penasaran tak bisa Sofia sembunyikan. "57 dan sebentar lagi Daddy ulang tahun, kau harus memberikan daddy hadiah istimewa." Sofia memicingkan matanya tak percaya "Benarkah, tapi kenapa kau terlihat sangat tua." Sabrina terkekeh mendengar perkataan Sofia, sedangkan Alison membelalakan mata tak percaya "Apa kau bilang?" tanya Horison dengan geram. "Mungkin karena Daddy tak pernah olah raga." Sofia menghela nafasnya 'Usianya bahkan lebih tua dari Daddy, tapi kenapa dia tampak lebih muda dan tampan.' Sofia berkata dalam hati, mengingat Horison bahkan tak terlihat jelas keriput di wajahnya seperti Daddynya, bahkan otot- otot di tubuhnya masih terlihat kekar dan seksii, yang menjadi tanda jika Horison tak muda lagi hanya beberapa rambut putih yang menghiasi kepalanya juga jambang tipisnya. "Fia benar, Honey. Sebaiknya lebih banyak olah raga, lihat perutmu." Sabrina menunjuk perut suaminya, hingga Sofia tertawa. Alison mencebik tak terima "Kau lupa saat menikah denganmu, kau bilang aku mirip dengan Thom Cruise." "Ya dan itu 27 tahun yang lalu, Honey." Sofia mengangguk "Jadi pertimbangkan usulanku untuk berolah raga, agar Mommy tidak berpaling pada pria yang lebih seksi." Sofia bangkit sambil tertawa dan pergi kearah kamarnya di lantai dua. Alison mendelik, menatap Sabrina yang mengeryit. "Benarkah kau akan melakukan itu?" tanya Alison dengan mata yang menatap tajam. "Apa?" Tanya Sabrina bingung. "Mencari pria yang lebih seksii." "Tentu saja jika kau bersikap menyebalkan, berselingkuh, dan mengabaikan aku. Tapi jika tidak aku akan tetap setia meski perutmu yang kekar kini sudah membuncit." Alison berdecak, tapi kemudian bibirnya tersenyum bangga karena memiliki istri yang setia. "Sekarang pergilah, bosmu akan marah jika kau terlambat." Alison mendengus, "Aku direktur keuangan, bukan karyawan biasa." Alison memang bekerja sebagai direktur keuangan di salah satu perusahaan besar di negara mereka. Alison mengecup bibir istrinya lalu beranjak untuk pergi bekerja, saat akan mencapai pintu terdengar teriakan dari lantai dua, siapa lagi pelakunya jika bukan putrinya, Sofia. "Daddy jangan lupa olah raga!" teriakan itu terdengar di sertai tawa yang menggema. "Dasar putri durhaka." Sabrina menggeleng mendengar ayah dan anak itu lagi- lagi saling meledek, meski begitu keduanya saling menyayangi. ... Sofia tertegun menatap sebuah pesan di ponselnya "Benarkah aku di terima?" gumamnya, Sofia sekali lagi mengerjapkan matanya namun, pesan itu tidak hilang "Oh ini sungguhan." Senyum tersungging di bibir tipisnya, karena merasa senang. Beberapa hari sebelum kelulusannya Sofia memasukkan lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan, termasuk tempat dimana Daddynya bekerja. "Aku tidak percaya ini, bukankah ini perusahaan besar." Meski sebagai pegawai biasa tanpa jabatan, namun Sofia sangat antusias karena ini adalah sebuah perusahaan besar, dan karena memang Sofia butuh pekerjaan, tak mungkin dirinya terus bergantung pada orang tuanya. Keesokan harinya. Sofia sudah siap dengan stelan kerjanya. Kemeja putih yang di balut dengan jas hitam, dan bawahan rok span berwarna senada, sepatu high hells nya membalut cantik dan membuat tubuh mungilnya terlihat lebih tinggi. "Pagi sekali, dan kamu sudah rapi, Honey?" Mommy Sofia mengeryit melihat putrinya yang bangun pagi tak seperti biasanya, bahkan dia sudah rapi dan cantik. "Ya, hari ini ada wawancara kerja." Sofia duduk di kursi makan, mengambil roti dan selai. "Really?" Sofia mengangguk. "Oh, Selamat untukmu, Honey. Semoga kau berhasil." "Terimakasih Mom." Sofia mulai menyuapkan roti lapisnya. "Selamat pagi." Alison mencium pipi istri dan anaknya lalu ikut duduk untuk sarapan. "Pagi, Dad." Daddy Sofia mengeryit melihat penampilan putrinya. "Ada yang aneh pagi ini, tidak biasanya tuan putri bangun pagi dan sudah cantik begini." Sabrina memukul pelan bahu sang suami. "Putrimu akan melakukan wawancara kerja." "Really?" Alison menatap tak percaya, "Perusahaan mana yang berani mengambil resiko memperkerjakan mu?" Sofia mencebik "Daddy akan menyesal karena menolak aku bekerja di tempatmu bekerja." "Asal tahu saja, Daddy tak ingin dapat peringatan, karena membawa karyawan bodoh sepertimu, jika perusahaan bangkrut bagaimana? Bukankah Daddy yang harus bertanggung jawab, karena kau putri Daddy." Mendengar perkataan suaminya Sabrina melotot tajam. "Daddy selalu menjatuhkan aku, lagipula mana ada perusahaan yang bangkrut hanya karena satu karyawan." merengut masam. "Aku pergi Mom." Sofia bangkit dengan sisa sepotong rotinya, mencium pipi Sabrina dan pergi dengan mengabaikan Alison. Melihat itu Alison pun terkekeh "Semoga beruntung, Honey." Teriaknya. Sofia mencebik "Aku akan selidiki kantormu, dan cari tahu selingkuhanmu." Alison kembali terkekeh, namun kekehannya terhenti saat melihat Istrinya menatapnya tajam. "Kau tidak berpikir yang di katakan putri kita benarkan, Honey?" "Sepertinya kamu tidak perlu sarapan pagi ini." Sabrina mengambil dan merapikan makanan di atas meja. "Oh, Honey, ayolah. Aku hanya bercanda dan putri kita tak pernah keberatan." Benar memang pertengkaran mereka sudah seperti makanan sehari- hari, saling menyindir dan meledek, bahkan jika itu tidak mereka lakukan suasana rumah terasa hampa. Sabrina menggeleng tak percaya "Kau seperti Daddy tirinya." Alison tertawa "Tidak ada Daddy tiri yang memperlakukan anak tirinya sepertiku.. dia bahkan terlalu manja saat ini, biarkan dia kuat menjalani hidup yang akan semakin berat nanti.. dan biarkan dia belajar dari sekarang, perkataan pedasku bahkan tidak seberapa di banding nyinyiran orang yang benar- benar tak menyukainya di luar sana, dunia kerja itu kejam." Sabrina menghela nafasnya "Sudah cukup dia bersenang- senang, putri tercinta kita harus memulai hidupnya dengan benar mulai sekarang." Dan Sabrina hanya bisa mengangguk lemah. "Jadi, Honey. Biarkan aku sarapan sekarang, aku harus mengisi penuh perutku, ada rapat pagi ini." Alison mengecup bibir Sabrina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD