Bab 6: Mengundurkan Diri

1345 Words
Sofia keluar dari lift di lantai 20, saat tiba dia melihat beberapa pintu dan beberapa orang yang sedang berkutat dengan pekerjaan, pintu ruangan dan dinding yang terbuat dari kaca membuat Sofia bisa melihat mereka sedang sangat sibuk, Sofia terus berjalan hingga menemukan beberapa pintu berwarna coklat. "Yang mana ruangannya?" tanyanya lebih ke pada diri sendiri, Sofia melihat sebuah meja di depan sebuah ruangan. "Mungkin ini, " gumamnya lagi, Sofia melihat papan di pintu bertuliskan CEO "Benar ini, tapi dimana sekertarisnya?" Meja sekertaris kosong entah kemana wanita cantik dan seksii itu pergi. "Apa aku masuk saja ... ." Sofia melihat celah di pintu lalu membungkuk untuk mengintip, dan tertegun. Sofia melihat Horison duduk di kursi kebesaran, lengan kemejanya di gulung ke siku dengan kancing kemejanya terbuka setengah, hingga menampilkan d**a bidang yang masih kekar. Sofia Berdiri, dan menekan dadanya ... . "Astaga, dia benar- benar hot dan membuatku b*******h, apa dia selalu seperti itu jika di ruangannya," Sofia bergumam pelan, hingga hanya dirinya yang mendengar suaranya, tatapan matanya berbinar penuh minat melihat Horison di depan sana. "Sedang apa kau?" Suara sekertaris mengangetkan Sofia hingga dia menegakkan tubuhnya, Sofia sudah seperti maling ketahuan, dengan raut wajah yang pucat, bagaimana ini kalau sampai dia tahu Sofia mengintip CEO mereka dan berpikiran m***m, pikirannya benar- benar m***m. Sial ... . Sofia menunduk dan melihat kotak paket di tangannya "Oh, aku membawakan paket dari resepsionis untuk tuan Harr- maksudku tuan Barnes." "Berikan padaku, aku akan berikan pada tuan Barnes." Sekertaris mencoba mengambil kotak itu dari tangan Sofia, namun dengan cepat Sofia mengelak dan menjauhkan tangannya. "Biar aku yang memberikannya langsung." sekertaris mengeryit tak suka dengan apa yang di lakukan Sofia. "Kau bercanda, tidak ada yang bisa sembarang masuk ke dalam." Didalam sana Horison mengeryit saat mendengar suara keributan, dan beranjak untuk melihat keluar ruangan "Ada apa ini?" Horison melihat ke arah Sofia "Kau?, Sedang apa disini?" tanyanya dengan raut wajah yang tak bisa di sembunyikan. "Aku membawa paket untukmu," kata Sofia dengan cepat lalu Sofia masuk ke ruangan Horison tanpa permisi. "Kau." sekertaris akan mencegah namun Horison mengangkat tangannya. "Biarkan dia, kembalilah bekerja." "Baik tuan." Sekertaris kembali ke mejanya, dan Horison memasuki ruangan. "Letakan itu dan pergilah!" Horison berjalan acuh melewati Sofia dan duduk kembali di kursi. "Kau lupa padaku?, Atau pura- pura lupa?" setelah pertanyaan itu terlontar, Sofia duduk di kursi di depan Horison, tanpa di persilahkan sama sekali. Horison menatap datar Sofia lalu berkata "Apa maumu sebenarnya?, mengancamku setelah tahu siapa aku? dan mendapat keuntungan." Tentu saja Horison ingat, mana mungkin dia lupa pada gadis yang selama beberapa hari ini menghantui pikirannya. Sofia berdecak "Untuk apa aku mengancammu, aku hanya penasaran saat di ranjang kau lembut dan banyak bicara, tapi sekarang kau bersikap seperti tak mengenalku-" "Sepertinya kau salah paham nona, urusan kita waktu itu sudah selesai, kita hanya saling memuaskan dan aku tidak berniat mengulanginya, jadi untuk apa aku bersikap seolah mengenalmu, bukankah lebih dari cukup kau bisa di terima bekerja disini, saat kau sendiri lebih suka bersenang- senang dan mengangkang di depan pria." Sofia tertegun, perkataan Horison menyakitinya, namun Sofia menahan dirinya, tatapannya pada Horison berubah datar "Memang siapa yang berharap mengulanginya lagi ... kau pikir aku kehabisan pria muda." Sofia berjalan ke arah Horison, "Kau memang hebat dan menggairahkan ... ." Sofia mencondongkan dirinya, dan menaikan satu kaki di kursi Horison, hingga Horison bisa melihat paha mulus Sofia "Tapi kamu sangat sombong," ucapnya dengan datar. Sofia Menarik kerah kemeja Horison hingga kini d**a mereka merapat, "Dan aku juga tak pernah meminta di terima di perusahaanmu, kau pikir jika aku tahu ini milikmu aku akan datang. Aku mengundurkan diri!" katanya dengan tegas. Sofia mendorong kasar d**a Horison, lalu pergi dan membanting pintu. Horison menahan nafas, dan menghembuskannya. "Sial apa aku keterlaluan." Meski wajah Sofia sangat datar tapi mata gadis kecil itu memancarkan kesakitan dan kekecewaan. ... Sabrina mengeryit melihat Sofia sudah pulang, sedangkan ini masih jam kerja "Kau pulang lebih awal?" "Aku berhenti bekerja," ucapnya, Sabrina mengeryit saat melihat mata Sofia merah, putrinya seperti habis menangis. "Ada masalah di kantormu?" Sofia menggeleng "Tidak, aku ingin istirahat dulu Mom." "Kau baik- baik saja kan Honey?" Sabrina mengikuti langkah Sofia, namun Sofia bergeming dan memasuki kamarnya. "Aku ingin sendiri mom, please ... ." Sabrina menghela nafasnya, "Oke." sebenarnya Sabrina khawatir dengan keadaan Sofia, tak biasanya putrinya itu bersedih. Namun melihat kondisi Sofia sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertanya, jadi Sabrina memilih mengalah. "Pria tua b******k! aku memang suka bercinta, tapi aku bukan pel acur, yang menerima bayaran ... hiks ... hiks ... ." Sofia menelungkupkan wajahnya di bantal berbaring tengkurap berharap bisa meredam tangisnya, tadi dia juga sudah menangis di dalam taksi saat perjalanan pulang, tapi sekarang dia jadi ingin menangis lagi. Perkataan Horison begitu menyakitinya, dan yang membuatnya miris adalah ternyata dia menjadi karyawan Barnes Corp sebagai bayaran memuaskan CEO nya. "Brengsek." Sofia terus menangis hingga kelelahan hingga tak terasa dia tertidur. .... "Kepala ku sakit, apa terlalu banyak menangis semalaman." Esok harinya Sofia terbangun dengan kepala yang berat, suaranya pun terdengar serak. Sofia berjalan ke arah kamar mandi sambil menggerutu "Aku bahkan tak membersihkan make up ku, Sial, bagaimana jika tumbuh jerawat." Sofia menatap wajahnya di cermin, namun yang dia rasakan justru matanya kembali berkaca- kaca. Sofia menghela nafasnya "Berhentilah menangis Sofia, lupakan pria tua bangka sialan itu!" Usai membersihkan diri Sofia turun untuk sarapan, dirasa perutnya juga sudah kelaparan, mungkin karena semalam dia melewatkan makan malamnya. "Pagi Mom, Dad." Sofia cium kedua pipi Mom dan Daddynya lalu duduk di sebelah Mommynya. "Kau tidak bekerja?" Meneliti Sofia dari atas ke bawah, mata merah dan sembab, dan pakaiannya juga bukan pakaian kerja seperti biasa, ada apa dengan putrinya itu. "Aku sudah berhenti bekerja." Sofia berkata acuh. Alison melihat ke arah istrinya, seolah meminta jawaban, namun Sabrina hanya mengedikkan bahunya. "Apa masalahnya?" Alison bertanya dengan alis terangkat. "Tidak ada hanya berhenti saja." Alison semakin mengeryit mendengar jawaban acuh Sofia. "Lalu apa rencanamu sekarang? tidak mungkin kau menjadi pengangguran bukan?" tanya Alison lagi. "Aku akan menjadi sugar baby saja, tidak perlu lelah, uang ku pasti banyak." Mendengar jawaban enteng Sofia membuat Alison membelalakan matanya. Alison tertawa hambar "Kau berencana membuat daddy mati dengan segera." "Daddy sudah tua, wajar jika mati, kenapa menyalahkan aku." Sofia masih bicara dengan tatapan tak peduli. "Ish, kau ini ... Baiklah berikan CV mu biar daddy masukkan kau ke divisi lain di kantor, selain itu daddy sudah punya sekertaris yang kompeten untuk apa menggantinya denganmu." Bujuknya. Itu alasan Alison karena Sofia ingin menjadi sekertarisnya, sebab itu Alison tak bisa mengabulkannya, dan memasukkannya ke perusahaan tempatnya bekerja, mengerikan jika putrinya sungguhan menjadi seorang Sugar. "Sudah ku bilang aku akan menjadi sugar." lagi pula Sofia belum berencana mencari pekerjaan, dia ingin menikmati hari- harinya, dan kalau bisa dia ingin melupakan si tua bangka, sombong itu. "Astaga, kau ini ... ." "Sudah hentikan! jangan berisik, dan habiskan sarapan kalian." Sabrina menggeleng pelan lagi- lagi mereka berdebat. Sofia menatap selai strawbery kesukaannya, yang sudah terpoles cantik di atas rotinya. Namun, dahinya mengeryit saat mencium baunya "Apa ini merk baru Mom?" tanya Sofia, dia menunjuk selai di atas rotinya. "Tidak itu selai kesukaanmu." Sofia kembali mendekatkan roti ke dalam mulutnya, namun aroma itu terasa menyengat menusuk hidungnya hingga rasanya Sofia ingin muntah. Sofia tak tahan hingga berlari ke arah wastafel dan memuntahkan isi perutnya, yang sebenarnya belum terisi. "Uweekk ... uweekkk ... ." "Ada apa denganmu ... ." Sabrina mengikuti Sofia dan memijat tengkuknya, agar membuat Sofia lebih nyaman. Sofia membersihkan mulutnya "Tidak tahu, kenapa aroma selainya berbeda Mom, itu membuatku mual-" "Kau sakit, wajahmu pucat, Honey." Tatapan Sabrina berubah khawatir. "Mau Dad antar ke dokter." tanya Alison sambil mengusap rambut Sofia, benar memang wajah Sofia terlihat pucat. Sofia menggeleng "Tidak, aku ingin istirahat saja." Sofia berjalan lemah ke arah lantai dua. "Lalu bagaimana sarapannya?" "Aku akan makan roti panggang saja, tanpa selai ... ." Sofia berbalik ke arah meja makan mengambil satu slice roti bakar dan membawanya pergi. Melihat tingkah aneh Sofia, Sabrina dan Alison tentu saja mengeryit heran, mereka saling memandang dengan tatapan penuh tanya. "Ada apa dengannya?" "Entahlah, kemarin saat pulang anak itu juga terlihat murung."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD