Energy's re charge

1027 Words
“Pengirimnya tidak di cantumkan mbak atas nama siapa, tapi ini untuk Dokter Fudhail, kata pengirimnya kalau calon istrinya mau buka di buka aja katanya, ini di tanda tangani dulu.” Ucap kurir tersebut. Setelah kurir nya pergi, Celine tak langsung membawa kado itu masuk ke dalam rumah, melainkan langsung membuka kado itu di teras tak peduli dengan tatapan orang-orang yang sudah menatapnya aneh dari tadi. “Siapa deh yang ngirimin Mas Al kado kayak gini.” Desis Celine sembari membuka satu per satu pita dari kado itu. matanya terbelak sempurna ketika melihat isi dari kado tersebut, sebuah testpack dengan dua garis merah di tengahnya beserta sebuah surat kecil yang membungkus surat tersebut. Bayi nya jadi, pernikahanmu juga jadi. Gak adil kan? ***** “Kamu pernah main sama perempuan lain?” Celine nekat bertemu dengan Al menjelang hari-hari pernikahan mereka berdua, rasanya ia begitu kesal sebab sejak tadi testpack itu terus menghantui pikirannya, ia memang belum memiliki perasaan apa-apa terhadap pria itu namun entah kenapa hatinya terasa panas ketika melihat testpack dan surat dari si pengirim kado tersebut, kenapa dunia jadi sebercanda itu kepadanya? “Main apa? maksud kamu apa?” Tanya Al, bingung. Tiga hari menjelang pernikahannya Al masih harus memenuhi kewajibannya sebagai seorang dokter, ia masih tetap datang ke rumah sakit sebab ia masih punya jadwal untuk menangani pasien yang harus di operasi. “Ya main, having s*x dengan perempuan lain.” Jawab Celine. Namun Al masih nampak bingung dengan setiap ucapan yang di lontarkan oleh Celine, Al yang lelah karena baru saja keluar dari ruang operasi selama empat jam, kini semakin lelah akibat pertanyaan dari calon istrinya sendiri. “Saya perjaka Celine. First kiss saya, sama kamu.” Ucap Al dengan penuh keyakinan, karena selama ini ia memang belum pernah menyentuh wanita lain lebih jauh dari apa yang ia lakukan bersama Celine tempo hari. “Aku mau kamu jujur mas, mending jujur aja dari pada nanti-nanti bikin ribet.” Sambung Celine dengan penuh rasa emosi, rasanya kesal namun ia tidak bisa meluapkan kekesalannya karena ia terlalu gengsi kepada Calon suaminya sendiri. “Saya sudah jujur, mau jujur apa lagi? kamu ini kenapa? Apa yang membuat kamu sampai datang ke sini malam-malam dengan pertanyaan konyol seperti itu?” Tanya Al. Celine mendengus kesal sembari menunjukan kotak kado yang berisi testpack dan surat itu kepada Al. “Orang gila mana yang ngirim ginian ke rumah aku atas nama kamu? Bagus aku yang buka, coba bayangin kalau ibu yang buka? Mau gimana jadinya?”. “Atas nama saya? Loh gila, orangnya melucu, saya saja bahkan hampir dua puluh empat jam sama kamu, sangking sibuknya saya, saya bahkan hampir tidak punya kesempatan untuk olahraga, jangankan s*x, sekedar baca buku satu jam saja saya sudah keteteran karena waktunya sempit. Aneh, buang saja atau lapor ke polisi.” Sambung Al, ia sama sekali tidak panik, padahal Celine sudah berapi-api sendiri melihat testpack itu. “Kamu cemburu?” Tanya Al. Celine menggeleng. “Males aja kalau nanti ada drama, tiba-tiba ada cewe yang dateng ke rumah sambil gendong bayi terus ngaku-ngaku anak kamu, ya ampun bikin darah tinggi aja, makanya aku nanya kalau pernah yaudah tuntasin aja sekarang, biar nanti gak ribet, tapi kata kamu gak pernah, jadi yaudah, buang aja lah.” Celine melempar kotak itu beserta isi-isinya ke tempat sampah di dekat pintu menuju kamar mandi yang ada di ruangan Al. “Yah, padahal saya harap kamu cemburu.” Ucap Al dengan senyum jahil di wajah nya, sementara raut wajah Celine seketika berubah menjadi kesal, ia bahkan menatap sinis calon suaminya sendiri. “Apaan sih genit.” Balas Celine. “Tapi dari pada di buang mending laporkan ke polisi saja, saya penasaran orang gila mana yang mengirim paket seperti itu kamu? Apa lagi sampai bawa-bawa nama saya. Yang seperti itu gak bisa di biarin sih, jangan sampai lain waktu dia menyalahgunakan nama orang lain.” Sambung Al. ucapan pria itu ada benarnya juga, selain penasaran karena namanya sampai di bawa-bawa oleh orang gila tersebut, ia juga penasaran siapa si pengirim kotak kado itu. “Kamu tidak punya musuh kan di luar sana?” Tanya Al. Celine menggeleng. “Kayak nya enggak, gak tau kalau ada yang diem-diem gak suka. Gak usah lapor ke polisi deh, aku punya temen yang bisa bantu cari siapa pengirimnya, yang penting aku udah tau kalau bukan kamu bapak dari bayi nya, udah itu aja, huh kesel, harusnya belom boleh ketemu nih sekarang, yaudah deh Mas, aku pulang dulu ya sampai ketemu nanti.” Ucap Celine, namun Al menarik tangan gadis itu, menarik Celine ke dalam pelukannya. “Eh?!” Celine kaget ketika Al menariknya ke dalam peluk pria itu, rasanya aneh, namun entah kenapa hatinya terasa berdebar ketika di peluk oleh pria itu, padahal seharusnya ia biasa saja, seharusnya ia tidak boleh merasakan perasaan itu. “Sebentar saja, akhir-akhir ini saya lagi stress berat, rasanya hampir gila karena pekerjaan. Saya butuh re-charge energi saya.” Ucap Al, pria itu semakin mengeratkan pelukannya menenggelamkan kepalanya di leher Celine, menyerap energi dalam-dalam dari gadis itu. “Yaudah.” Ucap Celine, kaku. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa, rasanya aneh jika ia harus membalas pelukan dari calon suaminya sendiri, padahal harusnya ia biasa-biasa saja, padahal seharusnya mereka sudah mulai mendekatkan diri mereka, namun Celine masih terlalu menutup dirinya, ia belum mau membiarkan pria itu masuk ke dalam kehidupannya, Celine belum siap. “Maaf ya.” Ucap Al yang pada akhrinya melepas pelukannya kepada Celine, ia sedikit merasa bersalah setelah melihat pantulan wajah gadis itu dari cermin yang ada di sana. “Iya gak apa-apa.” Jawab Celine, Al mengangguk kemudian mengantar Celine menuju mobil nya. Celine tidak datang sendiri , melainkan ia di antar oleh sopirnya sebab Celine masih takut akan kejadian tempo hari yang dapat terulang lagi, ia tidak mau mengalami hal itu lagi dan juga tidak mau semakin merepotkan orang lain lagi. “Aku pulang ya, kamu pulang jam berapa?” Tanya Celine. “Saya pulang subuh, seharusnya sudah bisa pulang malam ini tapi saya tukaran shift dengan teman, biar pas hari H dan resepsinya tidak ada beban.” Balas Al. Celine mengangguk kemudian mengelus pelan pundak calon suaminya itu. “Semangat ya, gak usah nambah shift lagi, kamu harus tidur cukup sebelum siraman besok.” Ucap Celine sebelum ia benar-benar beranjak dari sisi pria itu. “Iya, siap nyonya Fudhail.” Balas Al dengan senyum manis di wajah nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD