Ibu Mertua

1047 Words
“Oh jadi yang tadi itu pernah suka sama kamu pas kamu masih maba sampai semester enam? Lama juga ya.” Ucap ku yang merasa excited mendengar cerita-cerita dari Mas Al. tidak bisa di pungkiri bahwa ia memang tampan, garis wajah nya memang sudah bisa di tebak bahwa ia tampan sejak lahir, sorot mata nya tajam membuat siapa saja yang menatap nya bisa menjadi tertarik, once again, how lucky I am. “Iya.” Jawab Mas Al singkat. “Terus, kenapa gak sama dia aja? Cantik tuh Mbak Mila. Mana pasti pinter banget.” Ucap ku. Mas Al menggeleng pelan sembari melahap sushi di hadapan kami. “Cantikan kamu.” Jawab nya. Sial, apa dia baru saja memuji ku? Selama kenal dengannya ia belum pernah memuji ku sama sekali kecuali hari ini. “Gombal banget.” Balas ku. “Kamu memang cantik banget, kamu tidak tau ya kalau kamu itu terkenal di kalangan dokter-dokter? Makanya pas saya bilang saya mau nikah sama kamu banyak yang tidak percaya, ini kamu loh… Celine Elena Hartanuwidjaya, yang katanya kalau di chat jarang bales, yang kalau di ajak kenalan suka tidak welcome, kalau saya juga jadi salah satu dari mereka saya yakin sih kamu tidak bakal merespon juga, untung saya pakai jalur orang dalam” Sambung nya dengan senyum jahil di wajah. “Dih apaan sih bisa-bisanya gitu.” Jawab ku salah tingkah. Bagaimana mungkin aku bisa tidak luluh kalau dia begini setiap hari? ia sudah mulai menunjukan sikap manis nya, maksud ku lebih manis dari pada sebelum kami berdua menikah. “Udah kenyang?” tanya nya ketika melihat Sushi di hadapan ku tak ku sentuh lagi. bagaimana tidak kenyang kalau aku sudah menghabiskan empat piring sendiri, di tambah sesekali menyicip sushi milik Mas Al. “Yasudah, ayo pulang.” Ucapnya, aku mengangguk kemudian mengekor di belakangnya, barang di troley kami lumayan banyak entah akan habis dalam sebulan atau tidak karena kami mengambil sangat banyak, yang jelas kata Mas Al tadi gak apa-apa, biar bulan depan bisa lebih di sortir . aku tersenyum, jadi begini rasanya punya suami? Enak juga ternyata, uang di tabungan aman, perut kenyang, bonus suami ku ganteng, kalau tahu begini rasanya harusnya aku sudah minta di jodohkan sejak dulu. Di mobil kami lebih banyak diam nya saja, aku lelah, pasti Mas Al juga. Aku sejak tadi menahan rasa kantuk ku, biar bisa tidur di rumah saja setelah menyusun barang-barang, namun gara-gara Mas Al yang sejak tadi mengelus lembut kepalaku sembari menyetir, aku tidak bisa menahan rasa kantuk ku lagi hingga tak sadar aku tertidur di mobil dan baru bangun ketika Mas Al membangunkanku karena susah sampai di rumah. “Ayo sudah sampai.” Ucap nya sembari tersenyum manis. Oh iya, kami langsung pindah ke rumah baru kami, rumah yang di beli oleh Mas Al, atas nama ku dan tanpa sepegetahuan ku, awal tahu setelah resepsi aku malah marah, bukan karena tidak bersyukur aku hanya tidak enak jika uang yang ia pakai adalah uang pribadi nya namun di beli atas nama ku, ukurannya tidak se luas rumah orang tua ku dan rumah orang tua Mas Al, tapi cukup lah untuk ukuran orang-orang sibuk seperti kami berdua. hanya ada empat kamar, tiga kamar utama dan satu kamar ART. Mas Al juga sudah menawarka ku untuk memakai jasa ART namun aku belum mau, karena merasa belum perlu sama sekali. “Barang-barang nya mana?” tanya ku. “Sudah di dalam, ayo.” Ucap Mas Al. aku mengekor di belakangnya, rasanya menyenangkan sekali, rumah yang sudah lama tidak ku definisikan sebagai rumah untuk ku kini benar-benar terasa seperti rumah yang nyata, rasanya hangat walau hanya tinggal berdua, “Kamu beneran tidak mau sewa jasa ART? Yakin tidak bakal kecapean?” Tanya Mas Al ketika melihat ku sedang memasukan ikan dan daging segar yang tadi kami beli ke dalam kulkas. Aku menggeleng. “Belum, belum perlu, aku masih bisa kok.” Jawab ku. “Nanti kamu capek, saya juga gak mau ngerepotin kamu. Atau saya bantuin aja ya kalau gitu?” Tanya Mas Al. “Aku malah mau di repotin sama kamu, udah tugas ku juga kok mas.” Balas ku tanpa menengok ke arah nya, namun aku dapat melihat senyum di bibir nya dari pantulan kulkas. Sial, kami benar-benar seperti pasangan pengantin baru yang sedang kasmaran. Mengingat bahwa aku dan mas Al sebentar lagi harus kembali bekerja entah kenapa malah membuat ku merasa gundah, rasanya aku tidak ingin cepat-cepat kembali bekerja karena sudah terlalu nyaman begini, mengingat aku harus kembali merasakan hiruk piruk kota Jakarta, berhadapan dengan client, memasang ekspresi wajah sesempurna mungkin agar client tertarik untuk bekerja sama dengan perusahaan, membuat ku merasa muak sendiri. Sebenarnya bisa saja aku berhenti bekerja kalau aku mau, Mas Al juga sudah pernah bilang begitu kepada ku, mamun aku tidak mau, aku lebih suka bekerja di banding hanya duduk diam di rumah menyeruput segelas teh di pagi dan sore hari. “Cel…” Panggil Mas Al. “Hmm.” Jawab ku, aku masih belum menengok ke arah nya, sebab aku masih sibuk menyusun isi-isian kulkas yang tadi kami beli. “Ibu mau nginap di sini.” Ucap Mas Al. aku berhenti sejenak kemudian menengok ke arah nya, menatap nya dengan tatapan bingung. “Hah? Ibu? Ibu ku apa ibu mu?” Tanya ku. “Ibu ku.” Balas Mas Al. di detik selanjutnya aku panik, betul-betul panik sebab aku tidak menyiapkan apapun, bahkan sejak kemarin aku dan Mas Al belum pernah memakai dapur, jika lapar kami hanya memesan makanan dari luar atau makan di luar. Menantu macam apa aku ini. “Kayak nya ibu masih agak trauma sama surat nya, jadi kayaknya kesini buat ngecek apa kita pisah kamar atau tidak.” Sambung Mas Al. sial, sebenarnya itu lucu karena aku dan Mas Al tidak jadi pisah kamar, namun aku masih saja panik, maklum lah aku masih satu dua hari menjadi istri. “Terus gimana mas?” Tanya ku. “Yaudah.” “Yaudah gimana?” “Kan kita tidur sekasur, se kamar, masalahnya apa?” “Aku gak bisa masak, itu masalah nya. Ih ntar ibu kamu bilang apa coba kalau aku gak bisa masak? Malu banget.” Ucap ku, panik. “Ibu udah tau.” Jawab Mas Al. “Hah?! Dari mana? Kok bisa? Kamu ya yang bilang?!” “Dari ibu kamu, tidak apa-apa, kalau kamu mau kan sambil belajar bisa , tidak usah panik begitu, ibu baik kok.” Ucap Mas Al sembari menenangkan ku. “Serius gapapa? Aku gak enak.” Ucap ku penuh rasa penyesalan. “Iya cantik tidak apa-apa.” Jawab Mas Al sembari mengelus pipi ku lembut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD