Sok baik

1085 Words
“Kamu izinin?” Tanya Al setelah membuka pintu rumahnya dan menampilkan Aisyah dengan sebuah koper besar di tangannya, Al mengecilkan suaranya, berbisik pada sang istri yang juga berdiri di samping nya, sementara Aisyah sudah di dalam, di kamar yang akan ia tempati selama berada di rumah Al dan juga Celine. “Ibu yang mau.” Balas Celine, sejujurnya Celine juga tidak menyangka bahwa Aisyah akan datang secepat itu, ia mengira bahwa kedatangan gadis itu mungkin dua atau tiga hari lagi sehingga ia bahkan belum sempat membicarakan hal tersebut dengan suaminya. “Terus, ibu mana?” “Ya aku nggak tau, orang kita nya aja datengnya barengan kan?” “Aku telfon ibu ya?” “Ih jangan, nanti Aisyah tersinggung.” “Terus kamu maunya gimana?” “Yaudah biarin di sini aja, kan niat nya juga baik mau bantuin kita.” “Aku gak suka.” “Iya aku tau, tapi gak usah di suruh pergi sekarang juga dong.” “Cel…” “Iya mas aku ngerti, tunggu berapa hari gitu.” “Yasudah.” Celine hanya bisa menggeleng pasrah sembari sesekali menenangkan suami nya yang nampak sangat kesal karena kehadiran Aisyah yang tiba-tiba. Padahal pagi tadi Al sempat memarahi sepupu nya itu, namun ibu nya seakan tak mengerti dan malah membuat Aisyah datang untuk tinggal bersama mereka berdua, bukannya alih-alih membantu, Al malah berpikir bahwa Aisyah hanya akan menambah beban mereka berdua. “Mbak, kan mbak sama mas kerja nih ya, jadi kata ibu aku aja yang masak, karena aku aja yang masak, aku juga dong yang harus belanja bulanan.” Aisyah tiba-tiba muncul di hadapan mereka yang masih berdebat perihal kedatangan gadis itu, Al hanya bisa menghela napas, membiarkan Celine untuk berbicara karena ia tidak ingin di rundung emosi lagi seperti pagi tadi. “Gimana mas, mbak?” Tanya Aisyah, lagi. “Aisyah kayaknya kalau soal belanja bulanan untuk bulan ini gak usah dulu deh, next time aja kita bareng-bareng soalnya bulan ini aku sama Mas Al udah belanja banyak, tuh di kulkas banyak banget bahan-bahannya.” Jawab Celine. “Gak beli yang seger-seger? Ikan apa ayam gitu atau daging kek. Masa belinya sebulan sekali.” “Iya beli, kalau balik dari kantor kan bisa mampir.” “Aku aja yang beli.” “Gak usah Aisyah, aku aja kan ngelewatin juga kalau pulang.” Oke, Emosi Celine sudah mulai terpancing setelah mendapat respon rolling eyes dari Aisyah, entah apa yang ada di pikiran gadis itu hingga selalu berusaha memancing emosi Celine setiap kali berbicara dengannya, padahal Celine sudah berusaha untuk bersikap sebaik mungkin. “Huftt, apaansih pelit banget.” Ucapnya sembari mendengus pelan, lalu pergi dari hadapan Celine dan juga Al. di detik selanjutnya pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain dengan tatapan penuh dengan tanda tanya, lalu berakhir dengan suara telepon Al yang tiba-tiba mengejutkan mereka berdua. Al sedikit menjauh dari sang istri, kemudian beberapa detik setelahnya ia kembali ke hadapan Celine dengan raut wajah yang sulit di artikan. “Aku harus ke rumah sakit sekarang, ada operasi dadakan. Kamu gak apa-apa di sini sama Aisyah?” Tanya Al. entah kenapa ia merasa berat meninggalkan istrinya dengan sepupu nya sendiri, padahal sebelumnya Al sangat mempercayai Aisyah. “Iya gak apa-apa kok, udah sana Mas cepetan berangkat kasihan pasiennya kalau nunggu kelamaan.” “Aku berangkat ya, kalau ada apa-apa telfon aja gak apa-apa, aku usahain pulang cepat.” Ucap Al beberapa saat sebelum ia berangkat. Setelahnya, tersisa Celine dan juga Aisyah di rumah itu, mereka berdua sama-sama diam di kamar mereka masing-masing, hanya terdengar suara televisi dari kamar tamu yang di tempati oleh Aisyah. Celine berkali-kali melirik jam yang menempel di dinding kamarnya, menunggu suaminya pulang hingga larut malam namun pria itu tak kunjung juga mengabarinya, perutnya pun tiba-tiba terasa tidak enak, ia merasa mual namun tak bisa muntah jadi sejak tadi selain terus melirik jam, ia juga mondar mandir dari kasur ke kamar mandi yang ada di kamar nya. “Apa gua bangunin Aisyah aja kali ya? Apa masak sendiri? Kok malah tiba-tiba pengen makan yang hangat-hangat gitu…” Celine berdiri di ambang pintu kamarnya, berpikir matang-matang sebelum membangunkan Aisyah. Ia bimbang apakah ia harus masak sendiri atau meminta bantuan Aisyah sebab untuk berjalan saja kepalanya terasa pusing. “Udah ah minta tolong Aisyah aja.” Celine menutup pintu kamarnya, kemudian meraih ponsel yang ada di kasurnya, mencari nomor telepon Aisyah yang di kirimkan oleh mertuanya siang tadi kemudian menelepon gadis itu, berharap Aisyah masih terjaga sehingga ia tidak perlu terus-terusan merasa bersalah jika harus membangunkan gadis itu. “Ya, kenapa mbak?” Tanya Aisyah dengan suara serak, tentu saja ia sudah tertidur, jam sudah menunjukan pukul setengah dua dini hari, mana mungkin gadis seperti Aisyah kuat begadang sepanjang malam. “Ah… nomor aku udah di save ternyata, ini aku Celine, syah… aku lagi mual nih tiba-tiba kayak kepengen makan yang kuah-kuah gitu, apa ya enaknya? Aku pengen bikin sendiri tapi ngeliat lantai aja pusing banget, maaf ya jadi bangunin kamu, kalau Mas Al udah di rumah aku gak bakal bangunin kamu kok, maaf ya.” Celine jadi kaku sendiri, tidak tahu harus berkata apa saat berbicara dengan Aisyah, takut-takut membuat adik ipar nya itu tersinggung. “Mau di masakin?” Tanya Aisyah memastikan. Celine mengangguk ragu walau tak terlihat oleh gadis itu. “Iya kalau boleh, aku bantuin kok.” “Gak usah, katanya pusing, tunggu di kamar aja, yang kuah-kuah kan? Mie aja ya.” “Iya apa aja, terserah kamu.” “Yaudah.” Setelahnya sambungan telepon mereka terputus, Celine menunggu di kamarnya sementara Aisyah sedang membuatkannya makanann di bawah, Celine malah berpikir semoga dengan caranya seperti itu, ia dan Aisyah bisa akrab, sebab ia sudah merasa kehabisan cara mendekati Aisyah selama menjadi istri Al. tidak lama setelahnya pintu kamarnya di ketuk dari luar, Celine buru-buru membukakan pintu untuk adik ipar nya tersebut, Aisyah berdiri di depan pintu dengan sebuah nampan berisi mie kuah lengkap dengan sayuran hijau di atas nya, terlihat menggiurkan, bahkan bau nya pun sudah membuat Celine merasa lapar. “Nih mbak.” Aisyah meletakan nampan tersebut di meja samping televisi, sementara Celine masih mengekor di belakang gadis itu. Celine tersenyum sembari menatap Aisyah. “Syah makasih banyak ya, dari look nya aja udah enak banget, gimana kalau kita makan bareng aja? Mau gak? Yuk sama-sama, lagian ini kamu juga bikinnya banyak banget, aku mana bisa ngabisin ini semua.” “Nggak, mbak gak usah sok baik gitu deh, kelihatan maksa banget tau mbak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD