Masalah lain

1129 Words
                Al mengangguk dan tersenyum, ia juga tidak mau membuat Celine sampai over thinking hanya karena pekerjaannya, andai saja nama Al tidak terlanjur berada di daftar karyawan yang harus turun langsung untuk survey lapangan, mungkin Al tidak akan mau pergi, ia juga tidak mau merusak hari bahagia nya, namun apa boleh buat, nama nya terlanjur di sana, dan akan jadi boomerang bagi nya jika melepas proyek itu . ***** Celine membuka pintu rumah nya, dan mendapati Aldo berdiri di sana, dengan sebuah bingkisan di tangannya. Tentu saja Celine kaget, entah sudah berapa tahun Aldo tidak datang lagi ke rumah itu dan hari itu, Aldo datang lagi, di beberapa hari sebelum lamaran Celine.                 “Loh… Aldo?” Ucap Celine yang tentu saja kaget melihat mantan kekasih nya berdiri di depan pintu rumah dengan senyum mengembang di wajah nya.                 “Hai.” Balas Aldo, senyum nya masih merekah, ia menatap Celine dengan tatapan berbinar, tatapan yang bahkan tidak pernah dari waktu ke waktu setiap kali ia menatap gadis di hadapannya itu.                 “Ada yang bisa aku bantu?” Tanya Celine sembari menatap Aldo, ia tidak tahu respon apa yang harus ia berikan kepada pria itu, Celine sama sekali tidak pernah berkespektasi bahwa Aldo akan datang lagi untuk menemuinya, setidaknya kecuali Celine undang di acara pernikahannya nanti.                 “Ini istri aku bawa oleh – oleh dari semarang, kesukaan kamu ada Lumpia sama Bandeng presto. Aku Cuma mau anterin ini, salam ya sama mama papa kamu, jangan lupa nanti aku di undang kalau kamu nikah. Aku balik ya.” Ucap Aldo sembari menyerahkan bingkisan tersebut kepada Celine sebelum ia beranjak dari tempatnya.                 “Eh? Serius? Kok bisa? Bukannya istri kamu datang nya masih lama? Aduh jadi ngerepotin, maaf ya, makasih, bilang salam dari aku sekeluarga, nanti undangan kalian nyusul.” Balas Celine, ia betul – betul tidak menyangka, dan masih agak kurang percaya dengan apa yang Aldo katakan. Kenapa istrinya sebaik itu kepada dirinya? Padahal akrab saja tidak, kenapa dia baik kepada Celine sampai membawakan oleh – oleh.                 “Iya, serius. Yaudah nanti aku sampaiin, aku balik ya, salam juga sama calon suami mu.” Balas Aldo yang setelahnya ia benar – benar pergi dari sana. Sementara itu Celine masih mematung di tempatnya memandangi satu box bingkisan besar yang katanya berisi lumpia dan juga Bandeng presto kesukaannya. Lagi pula kenapa bisa pas begitu? Mustahil jika Aldo memberi tahu istrinya bahwa Celine suka Lumpia dan Bandeng Presto. Dan kalau memang begitu, apa istrinya tidak cemburu?                 Celine masuk ke dalam rumah nya, menyimpan bingkisan tersebut di atas meja agar nanti bisa di rapihkan oleh pembantu di rumah nya. Setelah itu ia kembali ke kamar, ia hanya ingin tahu apa yang sedang Al lakukan di tempat lain. Sudah lima hari sejak Al pergi. Komunikasi mereka sangat terbatas, hanya berkabar di saat pagi sebelum Al berangkat dan malam sebelum mereka beristirahat. Celine? Tentu saja Celine kepikiran, mana mungkin pikirannya bisa setenang itu, ia masih harap – harap cemas, berharap bahwa Al bisa pulang tepat waktu dan tidak akan mengacaukan acara besar mereka. Suasana di rumah nya terlalu sepi, hingga Celine memilih untuk tidur saja di banding harus menyibukan diri, setidaknya ia harus bersiap – siap karena besok rumahnya sudah ramai, di datangi oleh sanak saudara sekaligus pihak vendor yang akan mendekorasi rumah nya sebelum lamaran. *****                 Al berkali – kali melirik jam di pergelangan tangan kiri nya, sudah pukul setengah lima sore dan tidak ada tanda – tanda finishing dari klien di hadapannya saat itu, berkali – kali Al mendapat telfon dari orang rumah nya, meminta Al agar segera kembali ke Jakarta. Lamarannya tersisa kurang dari dua puluh empat jam dan ia masih berada di luar kota, berhadapan dengan klien yang bahkan belum menunjukan tanda – tanda akan selesai.                 “Sell, gua gak bisa balik duluan ya? Anjir, besok gua lamaran, gimana? Udah setengah lima terus bule sialan ini belom selesai juga baca data nya.” Bisik Al kepada Shela, rekan satu tim nya.                 “Ssstt, diam anjir ntar dia denger.” Balas Shela. Orang – orang di kantor Al memang rata – rata kompetitif, tidak ada sama sekali yang peduli dengan urusan pribadi seseorang sekalipun memang penting, bagi mereka, pekerjaan tetaplah pekerjaan, hanya boleh di tinggalkan kalau sekarat.                 Menjelang pukul enam sore, akhirnya mereka benar – benar selesai, tanpa pikir panjang Al langsung kembali ke hotel untuk mengambil barang – barang nya dan setelahnya ia langsung menuju bandara, ia tidak peduli ia akan sampai di rumah tengah malam atau subuh sekalipun yang jelas ia harus berada di jakarta sebelum pagi datang.                 “Besok pagi aja Al, sekarang udah malam, lo bakal capek banget.” Balas Shela. Shela, gadis yang pernah menembak Al di tahun kedua mereka di sana, namun tentu saja di tolak oleh pria itu, namun sampai saat ini Shela masih sering kali mencari perhatian Al walau sudah tahu Al sudah punya kekasih.                 “Ngaco, nggak bisa, gua juga udah dapat tiket nya, malam ini gua udah harus sampai di rumah.” Balas Al sembari berjalan, meninggalkan kamar hotel, di sana ada Shela, Aldo, dan satu anak magang lainnya yang melihat Al tengah sibuk sendiri dengan barang – barang nya.                 “Gua duluan ya.” Ucap Al                 “Mas tapi kan malam ini kita ada party buat ngerayain goal nya projek kita, apa gak bisa di tunda dulu?” Tanya Aldo Al menarik napas dalam – dalam setelah itu memijat kening nya yang tiba – tiba terasa pusing. “ I swear, lamaran gua jauh lebih daripada selebrasi. Gua pergi.” Balas Al. Sejujurnya tentu saja teman – temannya kesal akan sika Al yang seperti itu, hanya saja mereka juga tidak mengerti, mereka benar – benar tidak paham dengan kepentingan pribadi seseorang. Nasib baik Al mendapatkan penerbangan terakhir malam itu, sehingga ia bisa sampai di Jakarta setidaknya beberapa jam sebelum lamaran, ia benar – benar lelah, tapi lelahnya terbayar ketika ia sadar bahwa sebentar lagi ia akan membuat Celine jadi milik nya seutuhnya.                 “Aku kira kamu bakal telat datang nya.” Ucap Celine di sela – sela prosesi lamaran mereka. Celine senang sekali, Al telah menepati janji nya untuk hadir tepat waktu di acara lamaran mereka. Acara mereka cukup meriah, walau hanya mengundang sanak saudara dan juga beberapa kerabat dekat mereka, namun tetap saja, mereka menikmati acaranya. Celine benar – benar tidak berekspektasi banyak, namun, Al telah membuatnya menjadi sempurna, sekarang Celine semakin yakin bahwa Al memang laki – laki yang selama ini ia cari.                *****  Kami duduk manis dan memesan makanan. Lima menit pertama masih hening namun setelahnya kami larut dalam obrolan-obrolan kami, aku jadi senang dan sekaligus sedih, senang karena kami masih bisa mengobrol ngalur ngidul seperti ini, dan sedih juga karena sebentar lagi Al akan menjadi milik orang seutuhnya dan akan menjadi sangat mustahil untuk kami bertemu dan makan seperti ini lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD