Cena or Celine?

1149 Words
                Celine duduk di dalam mobil Al, pria yang berprofesi sebagai dokter itu juga duduk di sebelahnya, menatap jalanan di hadapan mereka, ia terlalu fokus ke depan hingga seakan tidak peduli akan kehadiran Celine di sana. Al terlihat begitu kaku ketika duduk bersebelahan dengan Celine, padahal gadis itu tidak berbuat apa-apa, ia hanya diam, sembari memperhatikan jalanan di depannya. Ia juga tidak tahu kenapa pria itu malah datang ke kantor nya dan menawarkannya untuk pulang bersama.                 “Celine…” Panggil Al dengan suara yang terdengar begitu pelan, hampir tak terdengar oleh Celine.                 “Iya? Kenapa? Ngomong aja mas.” Balas Celine, ia melirik pria itu, menunggu kalimat  selanjut nya yang di katakan oleh Al. pria itu diam selama beberapa saat, kemudian setelahnya ia memelankan laju kendaraannya, ia menatap Celine yang juga menatapnya, namun hanya sekilas.                 “Soal perkataan kamu kemarin… saya juga serius.” Ucap Al. *****                 Aku mematung selama beberapa detik, berusaha mencerna kata demi kata yang di ucapkan oleh dokter di sampingku ini. Aku juga berusaha mengingat, perkataan apa yang aku katakan kepadanya kemarin hingga ia masih mengingatnya hingga hari ini.                 “Maksudnya?” Tanya ku, singkat. Jujur, aku masih bingung dengan percakapan ini. Tidak, pertemuan ini. Tidak ada angin, tidak ada hujan, ia tiba-tiba muncul di lobi kantor ku, lalu mengajak ku pulang bersama, dan sekarang, ia sedang membahas sesuatu yang bahkan dari topiknya saja tidak aku ketahui.                 “Yang kamu bilang di rumah sakit. Kamu mau kan? Saya juga mau.” Ucap Mas Al, lagi. Jujur, sebutlah aku bodoh atau apa, tapi aku memang tidak tahu, pria ini sedang membahas apa, apa yang aku katakan di rumah sakit tempo hari? selain mengembalikan hoodie nya lalu aku pulang begitu saja. Apa aku mengatakan hal-hal bodoh?                 “Gimana?” Tanya ku, lagi. Aku pasti sudah terlihat sangat bodoh di hadapannya saat ini, tapi Mas Al diam saja, ia diam beberapa saat kemudian memarkirkan mobil nya tepat beberapa meter sebelum sampai di rumah ku.                 “Kamu bilang, kamu mau jadi istri saya kan? Saya juga siap jadi suami kamu. Ayo, turun. Saya mau bicara sama ibu kamu.” Ucap nya dingin, ia melepas seatbelt nya lalu turun dari mobil, meninggalkan ku sendirian di atas mobil nya. Sementara aku? aku masih mematung, berusaha mengingat apa yang aku katakan kepada nya dua hari yang lalu, saat kami berdua bertemu.                 “Anjir! Dia serius?!” Ucap ku setelah beberapa lama kemudian, aku mengingat apa yang aku katakan kepadanya dua hari yang lalu. Tentu saja, aku segera turun dari mobil untuk menyusul nya, jangan sampai ia langsung menemui ibu ku, bisa-bisa aku dengan dia bisa di nikahkan besok.                 Aku bernapas lega ketika melihat mas Al masih duduk di ruang keluarga, tidak sendirian, tapi di temani oleh Cena. Aku melirik jam di pergelangan tangan kiri ku, tumben sekali Cena pulang cepat. Biasanya ia pulang setelah maghrib, atau jika sibuk ia akan pulang setelah isya. Aku berdiri di dekat sofa tempat mas Al duduk, sesekali melirik ke arah Cena dengan canggung.                 “Ibu mana?” Tanya Mas Al kepada Cena. Aku diam mematung di tempat ku menyaksikan mereka berdua. aku memang sempat setuju dengan perjodohan itu, tapi setelah melihat Cena dan Mas Al bersama, aku pikir mereka lebih cocok. Heyy… Mas Al ilmu agamanya bagus, Cena juga begitu. Di banding dengan aku, mas Al cocok dengan Cena bukan? Mereka nampak sangat serasi.                 “Belum pulang mas. Kenapa?” Jawab Cena.                 “Saya mau ngomong sama beliau.” Jawab Mas Al. aku pikir ia akan melirik ke arah ku, namun ternyata tidak, ia malah memandang lurus ke depan, menatap Cena yang sekarang sedang tertunduk. Cena memang begitu, ia jarang sekali mau menatap mata lawan bicara nya, aku jadi bingung, bagaimana ia jika di rumah sakit? Profesi mereka kan tidak bisa memilih-milih siapa yang mau mereka periksa, dan siapa yang tidak.                 “Tentang apa?” Tanya Cena, lagi.                 “Tentang perjodohan kemarin.” Jawab Mas Al. ia masih belum melirik ke arah ku sedikit pun, sehingga aku merasa bahwa, ia juga tertarik kepada Cena. Aku buru-buru meninggalkan mereka, tidak mau mengganggu, biarkan saja mereka bersama, toh lagi pula kalau mas Al tertarik dengan Cena, aku bisa aman, setidaknya aku tidak harus menikah dalam jangka waktu dekat ini.                 Aku tidak tahu ia pulang jam berapa, ia juga tidak menghubungi ku, Cena juga tidak berkata apa-apa tentang mas Al saat melihat ku akan berangkat party beberapa jam setelah nya. Sudah ku bilang, aku dan Cena sangat berbeda, Cena adalah tipikal perempuan yang bisa di cap sebagai Calon Istri Idaman. Sementara aku? tidak sama sekali. Aku memakai heels 5 cm ku di hadapan Cena yang sedang membaca buku tentang agama, aku tentu saja merasa malu, namun sulit juga meninggalkan dunia ku yang begitu menyenangkan ini.                 “Emang udah baca surah Al Kahfi, malam ini?” Tanya Cena. Aku baru ingat bahwa malam ini adalah malam jumat, tentu saja aku belum, kenapa Cena baru bertanya? Toh aku juga tidak pernah membaca surah itu di malam jumat sebelum nya.                 “Nggak lah, kok lu tumben nanya sih? kenapa emang?” Tanya ku.                 “Di baca ya cel, pelan-pelan.” Jawab Cena. Aku semakin bingung dengan kakak ku itu, kami berdua tidak se akrab itu untuk membahas urusan agama kami, ya walaupun kami masih memeluk satu agama yang sama, namun aneh rasa nya jika Cena yang mengingatkan hal-hal seperti itu kepadaku.                 “Just, own your f*****g business ok?” Balas ku kepada Cena. Aku menyunggingkan bibir ku, kemudian berdiri dan meraih tas ku di atas meja, aku pergi, aku memang tidak cocok dengan Cena.                 Malam itu memang ada party, ya birthday party tepat nya, hari ini salah satu rekan bisnis ku merayakan ulang tahunnya di salah satu hotel bintang lima di kota kami, aku tentu saja bersemangat, selain akan bertemu dengan relasi ku, si manusia kaya raya itu juga mengundang beberapa artis dan dj profesional kesukaan ku, aku jadi bisa menonton gratis tanpa harus berdesak-desakan dengan seseorang. Aku berangkat sendiri, sebab, Aletta, sahabat ku berhalangan hadir karena menghadiri acara ulang tahun pacar nya, yang juga di rayakan malam itu.                 Sesampainya aku di sana, aku langsung di sambut dengan berbagai macam lampu warna warni yang menyilaukan pandangan ku, dentuman musik yang keras terdengar di langkah pertamaku menginjak ballroom tersebut, bau wangi-wangian orang kaya, bercampur dengan alkohol di tangan mereka langsung tercium jelas oleh ku, aku bertemu dengan banyak orang di sana, aku tentu saja minum, bagaimana mungkin aku bisa menolak ajakan rekan bisnis ku, jika ajakannya itu adalah ajakan yang cukup menyenangkan untuk ku?                 Malam semakin larut, dentuman musik semakin kencang, aku semakin kehilangan kesadaran. Entah sudah berapa banyak alkohol yang aku tenggak malam ini, hingga ketika menatap orang saja aku sulit sekali mengenali nya. Aku hampir kehilangan kesadaran ketika seseorang membawaku menjauh dari kerumunan tersebut, aku tidak tahu siapa orang itu, aku tidak ingat kenapa ia membawaku menjauh, namun yang aku ingat adalah, aku mual, dan semuanya terjadi begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD