Apartement dan Cena

1143 Words
                “Kalau begitu, artinya kamu tidak sayang sama ibu, tega kamu lihat ibu malu? Tega kamu dengar nama ibu tercoreng karena masalah ini? Kamu mau lihat ibu sakit? Kamu mau lihat ibu mati? Ibu heran punya dua anak perempuan yang tidak peduli dengan orang tua nya sendiri, satu bikin malu, yang satu gak mau bantuin ibu nya. Ibu mati aja kalau gitu.” Ancam ibu, aku tidak tahu apa ibu benar-benar serius atau tidak, tangkap, ibu hanya peduli akan nama baik nya saja.                 “Kalau begitu, pertanyaannya aku kembalikan, ibu juga tega sama aku, Cuma untuk jaga nama baik ibu dan Cena?” Tanya ku, lantas ibu diam, cukup lama, hingga akhirnya papa bersuara.                 “Berhenti berdebat, papa tidak mau dengar kalian berdebat tentang masalah ini lagi, Celine tidak perlu menunda pernikahannya, dan Al bukan boneka kita untuk tanggung jawab atas kesalahan yang tidak di lakukan oleh dia, tidak manusiawi sekali kamu, satu anak kamu yang salah, anak kamu yang ceroboh, kamu mau membuat hidup anak kamu yang lain sengsara, itu sudah konsekuensinya, biarkan dia menanggung malu, kita juga akan malu, tapi di banding mengorbankan orang lain, sebaiknya kita cari cara agar dia tidak terlihat oleh orang lain ketika hamil besar, sekalian juga kita bisa proses perkara ini ke kantor polisi, supaya pelaku nya bisa bertanggung jawab.” Ucap Papa.                 “Maksud kamu apa? kamu mau ngelanjutin pernikahan Celine tanpa Cena?!” Suara ibu meninggi, ia bahkan berdiri di hadapan papa sembari berdecak pinggang.                 “Iya, kenapa? Apa yang salah kalau Cena tidak hadir? Kita tidak pernah larang dia untuk datang, saya cuma mau melindungi nama kamu. Kamu bilang kamu tidak mau malu kan? Begitu caranya, tidak usah menghancurkan orang lain hanya untuk kepentingan kamu sendiri, itu egois namanya.” Ucap Papa, aku bersyukur, setidaknya pikiran papa jauh lebih sehat dari pada ibu, aku tahu ibu sedang pusing-pusing nya, namun belakangan ini ibu sering kali kelewatan.                 “Terus Cena mau kamu kemanain kalau acaranya Celine? Gimana kalau ada yang nanya? Kita harus jawab apa mas?!” Ucap Ibu, nada bicaranya kini semakin meninggi. Papa hanya menggeleng di buatnya, suasana sedikit reda, ibu kembali duduk lalu papa menjauh dari kami.                 “Pernikahan Celine, kita lanjutkan. Dan kamu! Jangan sekali-sekali muncul di hadapan kami sampai anak di dalam perut kamu ini lahir. Sekarang.” Ucap Papa sembari menatap Cena dengan tatapan tajam nya, papa bisa di bilang hampir tidak pernah marah kepada kami berdua, sehingga jika papa marah kali ini aku bisa bilang bahwa ini adalah kemarahan papa dalam sepuluh tahun terakhir, sepuluh tahun yang lalu papa marah kepada Cena karena Cena tidak sengaja membuat anak tetangga menangis.                 “Aku kalau gak di sini, ya mau ke mana…” Desis Cena. Jujur, aku juga merasa kasihan dengannya, bagaimana pun juga dari kecil kami tidak pernah berpisah, hanya karena masalah ini, kami berdua tiba-tiba harus di pisahkan, walau Cena lebih banyak menyebalkannya di mata ku, tetap saja, aku sedih mendengar ucapan papa barusan.                 “Nggak, Cena gak akan kemana-mana, dia akan tetap di sini, bahkan sampai pernikahan Celine. Dia memang salah, tapi aku juga gak tega mas biarin dia hidup sendirian di luar sana, Cena gak akan pergi ke mana-mana.” Balas ibu.                 “Jangan di rumah ini, saya masih belum bisa menerima secara lapang kalau dia telah merusak kepercayaan saya. Terserah mau kamu suruh tinggal di mana, asal tidak di rumah ini.” Jawab Papa. Kali ini papa benar-benar pergi, ia berjalan menjauh dari kami bertiga, ku lihat ia keluar berjalan ke arah taman belakang, aku tahu, papa juga pasti tidak tega kepada Cena, tapi apa boleh buat, Cena juga harus menerima apapun yang papa inginkan. AUTHOR POV                 Tidak ada yang bisa Cena lakukan selain menangis dan menyesali kejadian malam itu, setiap kali ia terdiam di kepalanya hanya ada satu, yaitu, kenapa malam itu ia tidak menolak minuman yang di minum oleh nya. Hatinya sempat merasa sedikit tenang ketika Mia ingin menjadikan Al sebagai suami Cena, namun Celine dan Haru menolak, tentu saja, Cena menebak pasti Celine sudah punya rasa kepada Al. Cena begitu stress, ia bahkan tidak menjawab telfon atau pun pesan dari grup kantor nya, ia masih dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, ia juga masih merasa sedikit mual. Di saat ia sedang diam, ia terpikirkan untuk tinggal di apartement nya saja, ia dulu pernah membeli satu unit apartement saat masih kuliah dulu. Cena segera mengemasi barang-barang nya, ia tahu diri sebelum Haru semakin marah, ia berniat pindah ke sana malam itu juga.                 “Lo mau ke mana?” Tanya Celine saat berpapasan dengan Cena di ujung anak tangga.                 “Apartement.” Balas Cena dengan suara yang parau setelah menangis berhari-hari. wajah nya masih memerah karena berkali-kali di pukuli oleh Mia, baju yang di pakai Cena pun terlihat sangat berantakan habis di tarik oleh ibu nya sendiri, Celine merasa kasihan melihatnya.                 “Lo udah bilang ke ibu? Bilang dulu gih, gua yang anter habis ini.” Celine merangkul bahu Cena, untuk pertama kali nya dalam beberapa tahun terakhir, mereka berdua yang notabene nya tidak pernah dekat membuat pemandangan tersebut adalah pemandangan yang sangat langka. Cena cukup kaget, namun ia berusaha biasa saja, ia kemudian mengangguk lalu melepas tangan Celine di bahu nya, Cena berjalan ke ujung lantai dua, tempat kamar orang tua mereka berada. Tok tok tok!                 Cena mengetuk pintu kamar orang tua nya sebanyak tiga kali, tidak lama kemudian Mia keluar dari sana, cukup kaget melihat Cena yang sudah rapih dengan koper nya. Tatapan Mia masih tidak berubah, ia tentu masih marah kepada Cena.                 “aku mau pindah ke apart bu,” Ucap Cena, suaranya kecil hampir tidak terdengar oleh Mia.                 “Apa?”                 “Aku mau pindah ke apartement, malam ini juga.” Ucap Cena yang kali ini suaranya sudah terdengar jelas oleh Mia. Mia mengangguk kemudian langsung masuk ke kamarnya, tidak membalas ucapan Cena atau sekedar basa-basi agar putrinya bisa menjaga diri. Melihat hal itu dari kejauhan Celine tahu pasti Cena merasa sedih, selama ini Mia tidak pernah marah sekalipun kepada Cena, ini adalah kali pertamanya, buru-buru ia menghampiri Cena, merangkul kakak nya itu dengan penuh kehangatan, sekalipun kedua orang tua mereka marah, Celine tidak akan berubah kepada Cena.                 “It’s okay, lo gak usah sedih, yang penting lo sehat, anak lo lahir selamat, tenang aja orang yang udah bikin lo kayak gini pasti bakal gua temuin. Lo jangan banyak tingkah di apart nanti, nanti pelan-pelan papa sama ibu juga baik lagi kayak dulu ke lo, yuk gua anter.” Ucap Celine. Cena menolak “Nggak Cel, aku mau sendiri aja, nanti kamu kapan-kapan aja kesananya, aku mau sendiri aja.” Balas Cena.                 “ah? Lo serius?” Tanya Celine, ia khawatir akan keadaan Cena.                 “Iya, terimakasih ya. Tentang surat pengunduran diri aku di rumah sakit, nanti kamu aja yang bawa ke sana, aku percaya sama kamu.” Balas Cena sembari menyeret kopernya menjauh dari Celine.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD