Kabar Sedih Mbok Min

1211 Words
Guntur terlihat serius menjelaskan mata kuliah yang dia ampu di kelasnya. Tampak wajah-wajah kagum memperhatikan dirinya, terutama dari para mahasiswi. Maklum, Guntur merupakan dosen yang tampan juga memiliki tubuh yang bagus. Ditambah sikapnya yang tekesan dingin dan sedikit cuek, menambah rasa penasaran para pemujanya. Apalagi dia duda... "Hm ... rahimku langsung hangat kalo liat Pak Guntur," gumam Raisa pelan, salah satu pengagum Pak Guntur. Gadis itu menopang dagunya dengan tangan kanannya di atas meja kursinya. Ila, teman yang duduk di sampingnya menggeleng kecil. Senyum usil tersungging di bibirnya. "Denger-denger dia udah punya tunangan lho," bisik Ila pelan. "HA?" Semua menoleh ke Raisa. Tidak terkecuali Guntur. "Iya. Ada apa?" tanya Guntur sambil memperbaiki kacamatanya. Dia mengamati Raisa yang masih menganga. Sementara Ila yang di sampingnya terdiam terpaku. Dia tampak ketakutan, khawatir Raisa akan menanggapi pertanyaan Pak Guntur dengan melibatkan dirinya. "Ah. Anu, Pak. Eh ... anu Bapak Ganteng," Grrrr... Kontan seluruh manusia di kelas tertawa. Raisa gugup. Wajahnya memerah bak udang rebus. Dia malu sekali. Terbayang di pelupuk matanya, Pak dosen yang ganteng itu memandangnya dengan wajah garang karena kejadian barusan. Sementara orang yang menyebabkan dirinya berteriak, malah ikut menertawainya. Dasar Ila. ______ Raisa dengan cepat menyambar gelas berisi es jeruk yang baru saja mendarat di hadapannya. "Duh ... malu banget aku, Il. Kamu bikin aku deg-degan diliatin Pak Guntur," gerutu Raisa setelah meneguk es jeruknya. Dia masih terlihat gugup. "Yah ... positifnya kan Pak Guntur ngeliatin kamu tadi di kelas. Hehe," balas Ila cuek. "Dan dia keliatan malu juga loh pas kamu bilang dia ganteng. Pasti gede rasa tuh dosen...." lanjutnya. "Emang dia udah punya tunangan?" tanya Raisa dengan mata melotot, saking seriusnya. "Iya. Aku kan follow IGnya Sheren. Selebgram terkenal yang cantik itu. Dia upload foto Pak Guntur. Captionnya, calon imamku ... trus aku pantau komen-komen pengekornya, tap ... ada balasan dari dia begini; iya, Kak. Mohon doanya. Kami masih bertunangan....” Ila langsung mengeluarkan ponsel mahalnya dan membuka akun IGnya seraya memperlihatkan foto yang dia ceritakan tadi. Sontak Raisa menganga lebar. "Wow. Yaaa ... pupus harapanku. Aku patah hati, Ilaaaa...." Ila menggelengkan kepalanya. Sahabatnya yang satu ini memang ekspresif sekali. Bukan Pak Guntur saja yang jadi korban halunya, ada beberapa kakak tingkat yang memiliki paras tampan juga menjadi idolanya. Tapi bagi Raisa, Pak Guntur adalah idola terbaik dan tergantengnya. "Wah ... bukan elu aja nanti yang patah hati. Yang lain juga kaleee..." Raisa masih memasang wajah kecewa hari itu. *** Di kediaman Pak Guntur... Wajah Mbok Min sedikit murung setelah menerima panggilan dari kampungnya. Dia letakkan ponsel barunya di atas meja kecil di dekat pintu dapur. Dia sedang membantu Bu Sari memasak sore itu. Bu Sari juga pembantu Pak Guntur yang bertugas memasak makanan buat Pak Guntur. Sementara urusan beberes di rumah itu adalah tanggung jawab Mbok Min. "Kenapa, Min. Kok murung gitu?" tanya Bu Sari yang heran melihat wajah Mbok Min yang semakin muram. Mbok Min menghela napas berat. "Emakku sakit keras, Bu Sar. Nggak ada yang bisa rawat. Dia memintaku pulang secepatnya. Anakku kan dua masih kecil-kecil," keluh Mbok Min. Dia kembali mengupas bawang merah. Sebelum meraih ponsel tadi, Mbok Min memang sedang mengupas bawang merah. Wajah Bu Sari jadi ikut menunjukkan kekhawatiran. "Gimana ya, Bu? Masa aku harus berhenti kerja dan pulang kampung. Trus dari mana aku bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan hidup? Emak dan dua anakku sangat bergantung dengan aku." Bu Sari turut bingung sekaligus sedih dengan keadaan yang dialami emak Mbok Min, juga Mbok Min tentunya. "Atau kamu cari pengganti sementara yang bisa kamu andalkan. Maksudku, gaji yang diterima dibagi-bagi. Gini loh, gaji kita kan di sini di atas rata-rata. Nah, kamu kasih aja pengganti kamu itu gaji standar. Sisanya ya buat kamu. Trus, kamu buat perjanjian bahwa penggantimu itu hanya bekerja beberapa minggu atau beberapa bulan. Terserah kamu yang atur berapa lama," usul Bu Sari. "Masalahnya dulu aku pernah ngalami apa yang kamu alami sekarang. Bedanya, aku pulang kampung karena ada pernikahan, jadi tidak begitu lama pulangnya." Mbok Min mengangguk-anggukkan kepalanya. Ada keraguan yang menyelinap di pikirannya. Dia khawatir pekerjaannya nanti malah diambil terus-terusan oleh si penggantinya nanti. "Duh ... siapa ya yang bisa gantiin aku, Bu?" gumam Mbok Min bertanya. "Coba kamu tanya-tanya pembantu-pembantu seputar komplek perumahan ini. Siapa tau mereka punya kenalan atau apa." Lagi-lagi Mbok mengangguk-angguk. Dia berpikir keras. *** Sejak berbaikan dengan Mbok Min, Nayra kembali ceria. Tidak seperti malam sebelumnya, malam ini dia tampak semangat mempersiapkan rempah-rempah jamu. Rempah-rempah dan bahan-bahan jamu memang dipersiapkan di malam hari, kemudian diolah esok subuh sebelum berkeliling. "Farid. Uang untuk beli hape kamu belum terkumpul. Kalo kamu mau nunggu, sekitar dua bulan lagi baru bisa aku belikan. Atau kalo kamu punya teman yang bisa dipinjami uangnya. Dua bulan lagi aku ganti," ujar Nayra yang sedang memutar alat penggiling beras. "Kalo uang untuk memperbaiki hape punya nggak kak? Paling aku butuh dua ratus ribu. Jadi menjelang dua bulan, aku pake dulu hapeku yang lama," Wajah Nayra berubah cerah. Farid memang adik yang sangat pengertian. "Ada segitu mah. Mau butuh kapan?" "Besok, Kak. Aku udah nanya-nanya di konter Koh Huan. Katanya upah memperbaiki hapeku itu dua ratus ribu," "Sip. Ingatin aku besok, ya Farid," Sikap baik Farid inilah yang membuat Nayra semangat bekerja di tiap-tiap harinya. Bahkan dia rela bekerja ekstra di tempat ibunya bekerja. Farid yang sangat mengerti keadaan keluarga ini tidak banyak menuntut. Kadang malah dia memberi jalan ke luar jika dia mengalami kesulitan, atau Nayra atau ibunya. Lalu dua kakak adik itu asyik ngobrol sambil membantu ibu mereka mengolah bahan-bahan jamu. Kadang bercanda, kadang serius. Bu Ola sangat bahagia melihat keakraban anak-anaknya. *** Nayra sedih mendengar keluhan Mbok Min pagi itu. "Coba Mbok tanya Rasti. Dia kan punya banyak teman tuh. Siapa tau ada yang butuh kerjaan," usul Nayra sambil menyerahkan gelas kecil berisi jamu beras kencur kesukaan Mbok Min. "Yah, Nayra. Itu mah sama dengan menyerahkan pekerjaan Mbok ke dia. Ini hanya sementara aja," sanggah Mbok Min. Wajahnya terlihat sem Sepertinya dia menangis semalaman memikirkan ibunya yang tengah sakit-sakitan. "Iya juga ya ... Hm ... tapi nggak salah kok kalo cuma tanya-tanya aja. Kalo nggak ada ya cari lagi sampai dapat," usul Nayra. Mbok Min lalu memberi uang jamunya ke Nayra. "Doain ya, Nay. Semoga aku dapat pengganti, trus Emakku cepat sembuh," ujarnya dengan raut muka sedih. "Pasti, Mbok Min. Aku doain. Oiya, itu si Uli udah balik ke mari kemarin. Kata dia ibunya sudah sembuh. Dia kan baru pulang dari jagain ibunya di kampung. Eh, coba tanya siapa yang gantiin dia waktu dia pulang itu, siapa tau orang itu mau gantiin Mbok Min," Mbok Min mendengus kecil. "Udah tau. Dia nggak pake pengganti. Wong dia izinnya cuma dua hari thok." "Ooh gitu. Eh, Mbok nggak bilang ke majikan Mbok tentang ini?" Nayra tampak sudah bersiap-siap pulang. "Belum, Nay. Aku takut dipecat ... kamu tau sendiri Pak Guntur tuh gimana orangnya...." Nayra yang sudah berada di atas sepedanya tertawa kecil. "Yah. Mbok selalu gitu. Belum apa-apa udah pesimis duluan. Disuruh nanya Rasti, takut, nanya Bos, takut juga. Itu mah belum usaha, Mbok,” omel Nayra. Mbok Min tidak menanggapi Nayra. Dia sangat pasrah dengan keadaannya. "Ok, Mbok. Aku pulang dulu ya..., jangan sedih. Semoga ada jalan ke luarnya...," ucap Nayra. Kemudian dia kayuh sepedanya menuju pulang. Dan Mbok Min hanya mampu menghela napas sambil menatap kepergian Nayra. Tiba-tiba..., "NAY! NAY!!,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD