Gun Guntur

1208 Words
Mbok Min lega saat meninggalkan rumah majikannya. Apalagi dilihatnya Nayra sudah muncul dengan tas besar berisi baju-baju. "Nay. Ingat. Jangan pulang dulu ya? Tahan-tahan dulu rindumu sama ibumu. Pak Guntur nggak suka kalo ada yang keluyuran ke sana ke mari dan yang sedikit-sedikit kepingin pulang. Kan cuma sebulan ini. Ok?" Nayra mengangguk. Niat menolong Mbok Min sudah mantap di hatinya. Diapun merasa sedih saat melihat Mbok Min sudah memasuki taksi biru yang berhenti tepat di depan rumah Pak Guntur. Apalagi saat Mbok Min melambaikan tangan ke arahnya, bertambah berat hati Nayra ditinggalkan Mbok Min. Meski Mbok Min terkadang menyebalkan, akan tetapi Nayra tetap menganggapnya sebagai sahabatnya. Dan Sekejap rumah mewah Pak Guntur pun terasa sepi. *** Guntur Haribawa, 41 tahun, yang matang nan tampan ini sudah secara resmi menyandang status dudanya selama delapan tahun. Belum berkeinginan menikah karena masih trauma dengan pernikahan sebelumnya. Istrinya, Mila Syahreza, ternyata masih berhubungan dengan mantan kekasihnya yang berada di Johor, Malaysia — yang kini sudah menjadi suaminya — selama pernikahan. Mila sendiri sekarang tinggal di sana bersama anak hasil perkawinannya dengan Guntur, Ayu Ahgnia Haribawa, 14 tahun. Kabar terakhir dari Guntur, dia dijodohkan oleh ibunya dengan seorang gadis muda berusia 23 tahun yang sangat cantik dan terkenal, Sheren Paulina. Sebenarnya Guntur belum berminat untuk melepas statusnya sebagai duda. Akan tetapi ibunya terus memaksa, bahkan sedikit mengancam dengan tidak ingin menemuinya lagi. Akhirnya, dengan berat hati Guntur menuruti keinginan ibunya. Kini, Guntur dan Sheren sedang duduk berhadap-hadapan di sebuah restoran mewah. Mereka sepertinya sedang ingin saling mengenal satu sama lain. "Suka dengan makanannya?" tanya Guntur ke Sheren yang tengah melap bibirnya dengan serbet. Dia menyudahi kegiatan makannya. "Iya, Mas. Enak," balas Sheren sedikit kikuk. Bagaimana tidak kikuk, ini kali kedua dia bertemu dengan Guntur. Sebelumnya, Guntur datang ke rumahnya bersama ibunya yang menginginkannya berkenalan dengan Sheren yang cantik jelita ini. Setelahnya, tidak ada pembicaraan. Hanya saling pandang disertai perasaan kikuk satu sama lain. Namun, Sheren terlihat gelisah karena Guntur malah asyik melihat-lihat layar ponselnya. Sesekali dilihatnya pria itu mengetik sesuatu. "Yuk. Pulang?" Sheren tampak memaksakan senyumnya ketika mendengar kata pulang dari mulut Guntur. Dirinya tidak kuasa menahan Guntur lebih lama. Dia juga tidak tahu apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Guntur dan dirinya memiliki latar belakang yang sangat berbeda, Guntur yang akademis, sementara dirinya yang sangat dinamis. Ada beberapa pertanyaan yang dia lontarkan ke Guntur, hampir semua dijawab entahlah, tidak tahu, atau hanya angkat bahu dari Guntur. Sheren pun pasrah dengan suasana. Meski sebenarnya dia sangat menyukai sosok duda tampan itu. Sementara Guntur? Entahlah. Dia sendiri juga bingung dengan keadaannya sekarang. Dan selama berada di dalam mobil Guntur pun begitu. Hening. Sheren yang bingung akhirnya menoleh ke Guntur. "Mas. Apa Mas suka dengan aku?" tanyanya. Guntur terperangah dengan pertanyaan dari Sheren. "Kenapa nanya begitu? Kita sudah melewati malam ini dengan makan-makan. Kamu masih ragu?" Sheren menghela napas pendek. Dia memandang jalanan yang penuh lalu lalang kendaraan. "Maaf. Mas Guntur seperti tidak tertarik dengan apa yang aku bicarakan." Guntur tersenyum tipis. "Terus, aku musti bagaimana?" Guntur masih terus fokus dengan setirnya. Sheren terdiam. Namun perlahan disentuhnya tangan Guntur yang berada di tuas gigi mobil. Guntur mendiamkannya, tapi tampak wajahnya tidak begitu semangat. Dan seterusnya, mereka kembali tenggelam dalam diam. Namun, Sheren sedikit sumringah saat akhirnya Guntur membalas genggaman tangannya. *** Guntur masih gamang dengan malam minggunya kali ini. Dengan langkah gontai, dia memasuki rumahnya. Pria itu agak bingung dengan suasana hatinya akhir-akhir ini, antara ingin membahagiakan ibunya dengan menyetujui untuk menikah dengan perempuan pilihannya, atau memikirkan diri sendiri yang masih betah dengan kesendirian. Dan Guntur terperangah saat memasuki rumahnya, tepat di ruang tengah yang berada di pintu samping. Pandangannya mengedar ke seluruh penjuru ruangan tengah hingga ruang tamu. Lebih rapi dan lebih wangi dari biasanya. Guntur mendengus. Sekejap gamangnya lenyap. Guntur memang menyukai rumahnya yang rapi lagi bersih. Inilah alasannya kenapa dia tidak mau pembantunya menjamah kamarnya. Dia tidak begitu memercayai pekerjaan pembantu yang tidak mendengarkan keinginannya bahwa semua harus rapi dan bersih sesuai dengan versinya. Dan dia tahu bahwa sebenarnya Mbok Min kadang malas-malasan dan hanya rajin di depan dirinya saja. Sehingga pekerjaan membereskan rumah terkesan asal-asalan. Tapi, sebenarnya bukan Mbok Min saja yang begitu. ART-ART sebelum Mbok Min malah terkesan lebih malas dari Mbok Min. Setidaknya Mbok Min lebih mending jika dibandingkan dengan mereka yang pernah bekerja di rumah Pak Guntur sebelumnya. Dan kelebihan Mbok Min lainnya adalah dia sangat loyal. Sekali lagi diamatinya ruang tengah dan ruang tamu rumahnya itu dengan perasaan sangat puas. ______ Sementara itu di kamar Mbok Min. "Halo, Nay. Gimana hari pertama?" Suara Bu Ola terdengar merdu di telinga Nayra malam itu. "Baik, Bu. Santai kok kerja di sini. Cuma beberes doang. Kerjaannya gampang banget. Haha," jawab Nayra senang. "Oh. Syukurlah ... gimana majikan kamu? Hehe ... duh ... Ibu sebenarnya nggak kepingin kamu jadi pembantu, Nay. Tapi karena kamu berniat membantu Mbok Min sangat kuat, makanya ibu akhirnya bolehin kamu. Tadi si Farid juga ngedumel begitu. Katanya kalo tau begini, mending dia nggak kasih tau ke kamu kalo dia butuh uang beli hape baru." "Yaela, Bu. Cuma sebulan. Itupun kata Mbok Min kalo emaknya udah sehat sebelum sebulan, dia juga bakal pulang cepat. Majikanku? Haha ... tenang aja, Bu. Orangnya ternyata jarang di rumah. Pulang juga malam-malam. Jadi aku bisa kerja bebas tanpa khawatir liat tuh orang...." Bu Ola tertawa kecil. Dia mengerti kenapa Nayra sebal dengan Pak Guntur. Sudah dua kali Nayra mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari duda satu anak itu. Pertama ditabrak dan dicaci, yang kedua ketika Nayra menagih hutang Mbok Min. Waktu itu Pak Guntur memandangnya tidak senang, meskipun akhirnya dia bayar juga hutang pembantunya. "Ok, Nay. Kerja sebaik mungkin. Jaga amanat Mbok Min. Semoga kamu nggak mengecewakan Mbok Min juga Pak Guntur. Ibu sarankan lupakan saja yang sudah-sudah. Yang penting niat kamu baik membantu. Oh, iya, jamu tetap ibu yang jual. Tapi deket-deket rumah aja. Ibu nggak berani jauh-jauh," Nayra tersenyum. Ibunya memang sosok yang sangat pengertian. Kata-katanya selalu menenangkan. "Iya, Bu. Aku kok jadi rindu sama Ibu." "Ibu juga. Tapi ya nggak papa. Kamu juga nggak jauh-jauh kok. Kita masih bisa telepon-teleponan. Oiya, Farid senang banget hari ini. Dia sudah beli hape baru. Sekarang masih belajar tuh saking semangatnya." "Oh. Syukurlah. Senang banget kalo dia semangat lagi." "Udah jam sepuluh, Nay. Kalo ada apa-apa hubungi Ibu ya, Nak?" "Iya, Bu," "Assalamualaikum." "Wa'alaikumussalam." *** Pagi-pagi sekali Nayra sudah bangun. Dia bergegas ke luar menuju pekarangan depan rumah 'majikan'nya. Dengan sigap dia menyapu sampah-sampah dedaunan juga sampah-sampah lainnya. Nayra sudah terbiasa bangun pagi. Pekerjaan ini sangat enteng baginya. Setelah selesai menyapu halaman, Nayra lanjut mengepel lantai teras serta melap-lap meja dan kursi yang ada di teras depan, juga pot-pot bunga. Nayra tidak lupa membersihkan kaca jendela rumah itu, juga gagang pintu. Nayra terlihat sangat cekatan dan teliti. Dalam waktu sekejap, bagian luar depan rumah Pak Guntur bersih seketika. Selanjutnya, Nayra memasuki rumah lewat pintu samping, karena dia tidak ingin aroma tubuhnya yang penuh keringat tercium di dalam rumah tersebut. Lalu dia duduk-duduk selonjoran di teras belakang di depan kamarnya, sambil menikmati jamu yang dia bawa dari rumah. Begitu dia rasa kering keringat di badannya, dia membersihkan diri. Mandi. Segar di sekujur tubuhnya menambah semangat Nayra bekerja di hari minggu itu. Kini dia menunggu Bu Sari yang sudah siap-siap menuju dapur rumah Pak Guntur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD