Kembaran Suamiku

1056 Words
Aku seorang ibu muda yang memiliki sepasang buah hati. Usia kedua anakku tidak terpaut jauh, hanya berselisih 2 tahun. Dan keduanya masih dibawah 5 tahun usianya. Nama ku Meli. Sebut saja begitu. Suamiku seorang pejabat pemerintahan di sebuah kota besar di Kalimantan. Namanya Ridho Saputra, pria pekerja keras, humble yang sangat mencintai keluarganya. Usia suamiku pun tidak terpaut jauh denganku. Karena tuntutan sebuah pekerjaan, maka suamipun jarang ada dirumah. Dalam sebulan paling hanya beberapa hari diam di rumah. Walau jarang dirumah ia tidak pernah alpa dalam hubungannya dengan keluarga, terutama dengan para malaikat kecilnya. Setiap sejam sekali ia pasti menghubungi aku dan anak-anak, baik melalui telpon maupun video call. Semua kehidupan terasa begitu lengkap dan indah. Mulai dari suami yang penyayang dan perhatian, tempat teduh yang mumpuni, materi yang berkecukupan, dan yang paling penting lagi dua malaikat putra dan putri yang selalu menemani hari-hariku. Namun semanis apapun hidupku, tetap ada saja ujian yang hadir. Jika saja boleh memilih, mungkin aku tidak akan memilih ujian seperti yang kualami saat ini. Suatu hari yang cerah, ketika aku dan anak-anak lagi bermain di kamar. Tanpa sengaja kudengar lamat-lamat suara pintu diketuk dari luar. Tok tok …Tok tok … Aku amati lagi suara itu. Ku nantikan suara itu berbunyi lagi. Tok tok tok … Benar ada suara ketukan pintu dari luar. Segera ku beranjak dari tempatku bermain dengan anak-anak. Ku gendong anakku yang kedua, dan kuraih tangan anakku pertama. Aku coba melihat dari balik tirai sebelum ku buka pintu. Samar-samar kulihat dari perawakan tubuhnya seperti seorang pria yang sangat mirip suamiku. Dengan penuh keyakinan segera kubuka pintu dan benar saja ternyata memang Ridho suamiku, “lho Ayah kok ga kabari kalau mau pulang …” tanyaku keheranan. Suamiku langsung nyelonong masuk begitu saja ke dalam rumah tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, salam pun tak ia ucapkan. Ku lihat anakku yang kugendong malah menangis dan yang satunya lagi langsung memeluk aku dengan erat seperti orang yang sedang ketakutan. Keduanya tak berani melihat ayahnya, biasanya anak-anakku pada antusias jika ayahnya datang. Aku coba kembali menyapanya. “Yah …” tetap tak ada jawaban dan ia terus saja berlalu. Suamiku terus saja melangkah menuju kamarnya. Mungkin suamiku lelah baru datang tugas dari luar kota, dalam hatiku. Kubiarkan saja suamiku dengan sendirinya. Segera kusiapkan air hangat untuk mandi suamiku. Namun sebelumnya anak-anak ku taruh dulu di ruang keluarga dan ku hidupkan TV agar mereka bisa terhibur. Setelah air sudah hampir matang, kembali terdengar suara pintu luar yang diketuk. Namun kali ini suara ketukan itu dibarengi dengan suara seseorang yang mengucapkan salam. Tok tok tok, “Assalamualaikum …” Sepertinya suara itu aku kenal, dalam hatiku. Tok tok tok, “Assalamualaikum, Mah, Ayah pulang nih. Deg deg…Deg deg… Jantungku serasa berlari kencang. Terdiam aku sejenak. Ku coba tenangkan diriku. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Tuuuuutttttt … air yang kumasak telah mendidih. Aku lalu tersadar dari lamunanku, segera kumatikan kompor yang menyala tadi. Kemudian berlari ke depan untuk membukakan pintu. “Waalaikumsalam Ayah” jawabku dengan nafas yang tak beraturan. “Kenapa Mah kok lama?” tanya suamiku. “Ga yah tadi habis dari WC, ga denger kalau Ayah datang. Oya kenapa kok pulangnya mendadak Yah, biasanya kasih kabar sebelumnya” sengaja ku alihkan pembicaraan saat itu. “Ayah disuruh bos pulang dadakan, ada job disini yang harus diselesaikan segera, karena beberapa hari ke depan akan ada tim audit dari cabang pusat” kata suamiku. “Anak Ayah mana Mah, Ayah kangen berat nih …” dengan penuh semangat suamiku menanyakan keduan anaknya. “Ada didalam lagi main dan nonton tv,” kataku sambil meraih bawaannya yang cukup banyak. “Masakin Ayah air panas ya, gerah nih mau mandi, perjalanannya cukup melelahkan …” kata suamiku sambil melangkah ke dalam rumah dan mendekati anak-anak yang sedang asik menonton tv dan tidak menyadari jika ayahnya ada di belakang mereka. Sepintas ku lihat anak-anak langsung mau mendekat begitu melihat ayahnya. Perasaanku semakin berkecamuk membayangkan sosok yang mirip suamiku tadi. Lalu siapa tadi yang mirip dengan suamiku, batinku terus bertanya-tanya. Aku coba berpikir keras dan beranikan diri langsung menuju ke kamarku. Sampai depan pintu sempat timbul lagi rasa takutku, ingin rasanya mengurungkan niat tersebut. Aku buka pintu kamar pelan … pelan … dan pelan. Akhirnya sampai pintu itu benar-benar terbuka lebar dan kamar terlihat jelas dari luar. Nihil, tak ada seorangpun berada di kamar. Alhamdulillah dalam batinku lega. Dengan penuh keyakinan aku coba masuk ke kamar. Baru selangkah memasuki kamar, wangi busuk langsung menyerbak di kamar. Aku mencoba cari-cari sumbernya dimana bau tersebut. Dilemari, dibawah ranjang, di tiap sudut kucari, dibalik jendela luar, semuanya nihil. Khawatir ada bangkai tikus atau hewan lain yang mati. Tanpa pikir panjang lagi, kuambil semprotan pengharum ruangan. Ku semprot semua sudut-sudut kamarku. Cukup lama ku semprot, mungkin ada setengah kaleng semprotan itu yang ku habiskan. “Yang penting bau itu hilang, agar suamiku tidak banyak bertanya lagi soal bau itu nantinya,” dalam hatiku berkata, khawatir Ridho curiga dengan bau yang tidak nyaman di kamar kami. Alhamdulillah setelah beberapa menit bau itu bisa hilang. Setelah itu kembali aku ke anak-anak dan suami yang sedang bermain di ruang keluarga. Jadi hari ini aku tetap berbaik sangka, karena kupikir jika kucerita ke suami, paling aku malah di bully nya, jadi di tertawakannya. Mungkin itu tadi halusinasiku saja. Sementara biar hal ini ku keep dululah, dalam hatiku. Keesokan harinya, kebetulan si Ayah lagi libur kerja. Kesempatan kami sekeluarga bisa berkumpul. Entah kenapa hari itu aku meminta ke suami untuk pergi ke sebuah arena festival. Padahal si Ayah dan anak-anak maunya pergi ke mall yang ada di pusat kota. Tetapi hasratku seperti menggebu-gebu untuk pergi ke arena festival tersebut, sejenis hiburan rakyat yang baru dibuka beberapa hari yang lalu di kotaku. Ridho agak heran juga, ada apa dengan diriku karena tidak biasanya kemauanku berbeda dengan keinginan anak-anaknya. “Aku pengen tau aja Yah, lagian kalau ke mall dah biasa, hampir tiap pekan kita kesana kan Yah, bosen …” alasanku memilih ke arena  festival tersebut. Setengah jam kemudian tibalah kami di arena festival itu. Suasananya sangat ramai karena kebetulan akhir pekan dan arena ini baru beberapa hari di buka. Begitu turun dari kendaraan, suami dan anak-anak terlihat begitu semangat karena melihat padatnya pengunjung hari itu, tapi tidak dengan diriku. Entah lah, apa yang terlihat di depan mata tidak seramai apa yang mereka lihat. Semacam ada sesuatu yang ganjil, perasaanku jadi kurang nyaman. “Mah, kenapa?” tanya suamiku tiba-tiba menyadarkanku dari lamunan. “Ga Yah, ayo kita masuk, beli dulu tiketnya ya Yah …” jawabku menutupi keterkejutanku. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD