Julian Pov
“Bagaimana dengan taruhan yang lain?.”
Yu mencari jalan aman agar terhindar dari risiko kalah, dia cukup teliti dalam mengambil keputusan. Tapi aku akan mengikuti apapun permainan yang di buat oleh Yu. Aku ingin tahu seberapa licik dirinya sebenarnya.
Sangat menyenangkan jika mengetahui Yu memiliki sisi licik dan jahat, aku tidak suka wanita yang terlalu polos. Dia harus memiliki duri maupun taring yang bisa dia gunakan untuk bertahan ketika sendirian.
Orang baik tidak selamanya baik, orang jahat tidak selamanya jahat.
Wajah cantiknya terlihat serius menatapku, matanya yang bulat sempurna itu mengingatkan aku pada beberapa buah bola berlian yang memiliki harga cukup mahal.
“Kau ingin permainan seperti apa?.” Tanyaku.
Bibirnya bergerak kecil terlihat ragu untuk berkata, namun matanya menatapku dengan penuh pendirian. “Aku menantangmu mencari pasangan, siapa yang bisa lebih dulu membuat mereka menyatakan cintanya padamu di depan umum, itu yang menang. Kita bisa datang ke club dan bersikap berpura-pura tidak saling kenal.”
Sial, permainan jenis apa itu?. Kenapa dia memiliki pikiran nakal seperti itu?.
Aku tidak keberatan dengan permainannya, aku bisa menemukan banyak wanita dan mengikat hati mereka dalam satu waktu. Namun aku keberatan jika Yu dekat-dekat dengan pria lain. Aku bisa mematahkan tangan para bajing*n yang menyentuhnya.
Sial. Yu cukup licik dalam menekanku. Namun aku tidak ingin kehilangan muka di depannya, sebagai mantap playboy professional. Aku harus menunjukan jika aku masih memiliki aura yang besar untuk memikat wanita.
Aku harus menang.
Aku harus mengalahkannya untuk memperjuangkan harga diriku untuk tetap terlihat keren.
Aku mengunyah makananku lebih banyak untuk bersikap lebih tenang, “Baiklah” jawabku berpura-pura terlihat baik-baik saja.
Aku bedo’a setiba saat nanti kita bermain, Yu mengambil sasaran pria gay yang tidak tergoda olehnya.
Yu tersenyum lebar di hadapanku, dia terlihat senang dan bersemangat yang membuat kerisauanku berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Ini untuk pertama kalinya aku bertaruh dengan sesuatu yang sederhana seperti ini.
Yu mengangkat gelas susunya mengajakku untuk bersulang, dia sangat lucu dan memiliki selera humor yang menggelikan. Ku ambil gelas kopi dan sedikit membenturkannya dengan gelas miliknya, kami tertawa kecil tanpa alasan.
Sangat menakjubkan memiliki seorang pasangan seperti Yu, aku suka dengan kata-kata kasar menyakitkan yang keluar dari mulutnya karena itu adalah kejujuran, aku suka sikapnya yang tidak berpura-pura yang membuatku merasa tidak memiliki keraguan lagi untuk mempercayainya.
Dia lebih dari obat penenang yang selama ini aku konsumsi, aku merasa lebih baik hanya dengan melihatnya dan memastikan dia berada di sisiku. “Kau ingin melakuannya di mana?.”
“Thailand.”
***
Author Pov
Sebuah limousine perlahan berhenti di sisi jalan, beberapa mobil di belakangnya ikut berhenti. Beberapa orang berseragam keluar dan membukakan pintu untuk Julian dan Yura keluar.
Seharian ini Julian menemani Yura pergi ke museum Vatikan hingga jembatan di Venice. Julian tahu apa alasan Yura pergi ke tempat-tempan bersejarah itu, namun dia tidak terlalu banyak mengomentari apa yang Yura inginkan.
Dan kini mereka disini, Yura ingin datang ke Trevi Fountain sebelum kepergian mereka ke Thailand nanti malam.
Gerimis turun hari itu, Julian juga tidak bisa datang secara khusus dan menjadi pusat perhatian. Karena itu mereka turun di tempat yang agak jauh dan memutuskan untuk berjalan kaki, Julian dan Yura memakai topi juga kacamata agar tidak mencolok perhatian. Sementara para pengawal berjalan berpencar dan sebagian melepaskan pakaian formal mereka untuk menyamar.
Julian adalah orang penting, segila apapun sifatnya, dia tetap memiliki banyak kontribusi, pengaruh dalam politik.
Kepala Julian menengadah ke langit dan memperhatikan gerimis yang turun, dengan sigap pengawalnya membuka payung dan memayungi mereka.
“Kemarikan payungnya.” Pinta Julian pada pengawal yang memayunginya dengan Yura.
Ekspresi pengawal Julian terlihat gugup dan kaget, “Ta.. tapi Tuan” jawabnya terbata karena Julian bukanlah sosok pria yang melakukan sesuatu untuk orang lain. Saat aneh bila Julian bisa mau memegang payungnya sendiri, itu bukan Julian yang di kenalnya meski pengawal itu memaklumi jika kini tuannya sudah memiliki seorang isteri.
“Biar aku saja” Yura hendak mengambil payung itu, namun dengan cepat Julian merebutnya.
“Jangan meremehkanaku. Aku pria yang luar biasa, dan aku bisa melayanimu” jawabnya dengan sedikit protesan. “Jaga jarak, dua gelombang suara untuk bantuan darurat.” intruksinya pada pengawal itu sebelum membawa Yura pergi dan bergabung dengan para pejalan kaki lainnya.
Kepala Yura menengadah melihat Julian dengan sedikit heran, “Kau benar-benar akan memayungiku?” tanyanya dengan sedikit tidak yakin meski dia tahu Julian selalu memperlakukannya dengan baik, namun sekarang mereka berada di depan umum. Yura tidak ingin merusak harga dirinya yang selalu di dewakan.
“Memangnya kenapa?” mata Julian menyipit di balik kacamata, “Aku harus menunjukan sisi terbaikku sebagai pria. Bersyukurlah memiliki suami yang luar biasa sepertiku.” Ucapnya dengan bangga membuat kekaguman Yura pudar seketika.
Mereka berjalan sedikit berdesakan, Yura tidak menemukan umpatan dan kata-kata kasar sekalipun yang keluar dari mulutnya Julian ketika berbaur dengan orang biasa. Diam-diam tangan Yura bergerak di sisi dan meraih tangan Julian kekita menemukan pria itu terlihat tidak nyaman berada dalam kerumunan banyak orang.
Wajah Julian memerah merasakan genggaman tangan kecil Yura, diam-diam dia tersenyum dan memaling wajahnya merasakan tarikan tangan Yura yang membawanya menuju sisi kolam dan berdiri bersama beberapa orang lainnya yang tengah berdoa setelah melempar koin.
Kening Julian megerut heran, Julian adalah pria yang berpikir logis kadang tidak masuk akal dalam ucapan. Jika dia berpikir gila, semua itu murni dari dalam dirinya sendiri, Julian merasa geli melihat orang-orang datang hanya untuk melemparkan koin ke kolam dan berdoa.
Bangunan di hadapannya bergaya arisitektur Eropa di abad ke 17, di hadapannya terdapat patung Poseidon sebagai dewa laut yang tengah menunggangi kereta tempur berbentuk kerang. Kereta tersebut di tarik oleh dua ekor monster laut yang berbentuk kuda berekor lumba-lumba yang bernama monster Triton.
Kepala Julian bergerak ke sisi memperhatikan dua monster kuda yang berbeda arah dalam bergerak. Satu Triton itu tenang dan patuh, dan satu Triton lagi terlihat membelot gelisah. Kedua monster itu mengingatkan gambaran sifat laut yang sama dengan sifat Julian.
Julian bisa sangat tenang, namun dia juga bisa menciptakan gelombang ombak yang tidak bersahabat terkadang bisa mematikan dan membahayakan semua orang.
Genggaman tangan Yura terlepas, dia mengangkat tangannya dan menatap Julian. “Aku minta uang.”
Dengan cepat Julian mengambil dompetnya dan langsung memberikan dompetnya pada Yura. “Ambil saja” ucapnya dengan enteng.
Yura membuang napasnya dengan sedikit kasar, ia membuka dompet Julian yang di isi deretan kartu berharga dan beberapa lembar uang. “Aku butuh koin Julian” ralat Yura ketika tidak menemukan satupun koin di dalam dompetnya.
Kening Julian mengerut semakin dalam, pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Sejak aku di lahirkan, aku tidak pernah menyentuh uang koin. Kecuali koin emas.” Jawabnya dengan sombong membuat Yura terbelalak kaget dan sedikit khawatir karena beberapa orang di sekitar mereka langsung melotot merasa terhina.
“Aku hanya butuh koin untuk berdo’a Julian” tegas Yura dengan bisikan.
Kebingungan di wajah Julian semakin terlihat jelas. “Kenapa harus memakai koin?.”
Yura berkedip beberapa kali memandangi kebingungan di wajah Julian, Yura mengatur napasnya perlahan dan berkata. “Berdasarkan mitos dan sejarah. Saat kau melempar satu koin, kau akan kembali lagi kesini. Jika kau melemparkan tiga koin, kau akan menemukan cinta dan menikah.”
“Aku bisa membawamu kembali kesini setiap minggu. Aku dan kau sudah saling jatuh cinta dan menikah. Kenapa harus melempar koin?. Kau ingin kita menikah lagi?.” Otak pintar Julian tidak memahami kegiatan semua orang.
Bibir Yura sedikit terbuka, dia kehilangan kata-katanya untuk menjelaskan. “Julian, koin-koin yang di lempar akan di pakai untuk membantu kaum tuna wisma dan orang-orang miskin di Roma melalui badan amal Caritas Roma.” Jelasnya dengan lembut agar Julian bisa berpikir sedikit normal.
Bibir Julian berputar dan mulai berpikir, “Jadi, kau hanya mau beramal?. Bukan berdoa untuk menikah dan jatuh cinta lagi?.” Julian merebut dompetnya dari tangan Yura dan mengeluarkan lembaran uang seratus dollarnya, lalu di lemparkannya ke kolam bak pakan burung merpati, uang-uang itu melayang dan berakhir dengan mengambang di kolam. “Ayo berdo’a.” titahnya dengan enteng.
Orang-orang yang semula berisik langsung diam membeku melihat lembaran uang berceceran mengambang di kolam dengan jumlah yang fantastis. Sementara Julian berdiri dengan bangga menunggu Yura berdoa.
Rahang Yura mengerat, tangannya terkepal kuat merasakan aura dingin semua orang yang menatap kearah mereka. Yura sangat malu menjadi bahan perhatian dan umpatan orang-orang atas kesombongan Julian.
“Ayo” geram Yura menarik tangan Julian dan membawanya pergi membelah kerumunan.
“Kau kenapa?. Tidak mau berdo’a dan ingin bergandengan tangan saja?” cengir Julian terlihat senang melihat tangannya dalam tarikan genggaman tangan Yura yang menyeret dan mengajaknya berlari.
“Diamlah Julian!”
“Kenapa kau marah-marah?. Memangnya aku salah apa?” tanya Julian begitu mereka sudah kembali ke mobil.
“Julian, kau tidak menghargai sejarah dan kepercayaan orang.” Omel Yura menunjukan semua kejengkelannya dan segera masuk ke dalam limousine lebih dulu. Yura tidak mau berdebat mengenai kegilaan Julian dalam berpikir karena sampai kapanpun pria itu akan selalu menang dengannya.
“Siapa yang meremehkannya. Aku hanya memberi uang yang lebih banyak untuk amal, uang tidak akan rusak meski basah karena air.” Bela Julian yang kini duduk di samping Yura yang terlihat kesal.
“Ini bukan masalah uang Julian, tapi sebuah penghormatan. Kenapa kau sombong sekali, kau tidak tahu masih ada orang yang lebih kaya darimu.” Omel Yura dengan pelototan.
Julian mengedikan bahunya dengan acuh, “Jika ada yang lebih kaya dariku itu artinya kita satu kelompok.” Jawabnya dengan enteng membuat Yura langsung mengatupkan bibirnya kehilangan pembicaraan untuk mengomel.
“Oh astaga, aku tidak tahu harus bebicara apalagi denganmu” desah Yura menekan tulang hidungnya.
Keterdiaman Yura membuat Julian sedikit bergeser dan melihatnya. Julian sedikit memahami jika Yura tidak suka Julian bersikap berlebihan dengan uang-uanganya, Yura menikmati sesuatu yang sederana seperti orang normal lainnya.
Julian membungkuk membuka lemari pendingin di hadapannya dan mengambil dua buah gelas, di ambilnya sebotol anggur dan menuangkannya. “Aku minta maaf, aku akan akan sedikit berbaur dengan kehidupan orang normal meski aku sudah sangat rendah hati.” Ucap Julian berbicara dengan penuh kerendah hatian.
Yura hanya memutar bola matanya dengan malas dan mengambil segelas anggur di tangan Julian yang sudah terisi anggur.
Yura harus memiliki kesabaran yang lebih besar bila berhadapan dengan Julian Giedon, dan ini akan berjalan bukan satu dua hari, melainkan seumur hidup.
“Ngomong-ngomong” Julian meletakan gelas kosong di atas meja dan kembali duduk dengan anggun merasakan limousine mewah yang di tumpanginya kembali berjalan. “Kita akan pergi ke Vernazza, temanku memiliki pesta di sana.”
Pupil mata Yura melebar, namu dia tidak ingin mengatakan apapun karena sekarang dia harus terbiasa dengan kehidupan gila Julian.
***
Julian Pov
Aku berdiri di samping Yu dan memperhatikan wajah cantiknya yang menahan umpatan karena lelah harus terbang dari Venesia ke Vernazza hanya untuk ini.
Ya, aku membawanya datang hanya untuk menghadiri pesta kalangan-kalangan temanku, kakinya sedikit mundur menyentuh sisi tubuhku terlihat ragu untuk melangkah.
Dia sangat cantik dan luar biasa hanya dengan seutas pakaian biasa itu, bahkan perhiasan yang di kenakannya di kalahkan oleh sinar kecantikan wajah dan pikirannya. Kepalanya mendongkak menatapku dengan napas sedikit memburu.
Sial, itu sangat menggairahkan. Aku meraih pinggangnya dan memeluknya untuk memberikannya ketenangan. “Kenapa?” tanyaku sedikit ingin tahu.
Pandangannya mengedar melihat berbagai jenis orang datang dari berbagai Negara, salah satunya pangeran dari Uni Emirat Arab yang membawa singa peliharaannya dan beberapa wanita di sampingnya yang berstatus sebagai isterinya.
Beberapa gerombolan sultan, puteri bangsawan yang datang dengan mobil sport limited edition, beberapa milirader berkumpul dengan gaya diri mereka masing-masing yang membawa banyak pelayan, teman sewaan. Beberapa artis terkenal dari beberapa Negara.
Mereka melihat ke arahku dan tersenyum formal karena ini untuk pertama kalinya aku membawa Yu yang resmi menjadi isteriku, bukan lagi wanita bayaran yang bisa aku ajak kencan dalam beberapa jam.
Tubuhku sedikit membungkuk membisikan sesuatu, aku sedikit kehilangan fokusku pada tubuh mungil lezatnya yang belum aku nikmati dalam beberapa jam ini. “Angkat kepalamu, dan berjalanlah dengan angkuh. Ini bukan seberapa. Masih ada banyak hal menakjubkan yang belum kau lihat.”
Tubuh Yu menegak dia melangkah dalam pelukanku, aku cukup bangga padanya yang langsung melakukan apa yang aku perintahkan. Aku ingin Yu menunjukan kekuatannya pada semua orang dan menyadarkan mereka dari sisi mana aku bisa jatuh cinta padanya.
“Tuan Julian, salam.” Ali tersenyum lebar datang kearahku bersama singa peliharaannya. Aku melihat senyuman geli pada Ali saat melihat Yu yang lebih fokus melihat peliharaannya. Ali adalah salah satu rekan bisnisku, aku penah menjual peralatan berat untuk penambangan emasnya.
“Salam, senang kita berjumpa lagi” aku tersenyum lebar menerima uluran tangannya yang mengajak bersalaman.
“Ini?” Ali terlihat ragu untuk bekata.
“Zuyura Alexandra Franklin, isteri Julian. panggl saja Yu.” Yu tersenyum lebar mengajak bersalaman. Ali menutupi rasa terkejutnya dengan melirik kearahku beberapa kali.
Aku paham maksudnya, selama ini aku selalu membawa wanita yang berbeda dalam setiap pesta, namun kesamaan mereka adalah mereka dewasa, berpengalaman dan seperti boneka yang patuh untuk aku permainkan, mereka seperti kucing peliharaan. Yu adalah harta karun yang tidak terduga dan mampu membuatku jatuh cinta.
Dia berbeda dari semua wanita yang pernah aku bawa selam ini.
Aku sendiri masih bingung mengapa bisa jatuh cinta padanya..
Yu tidak pernah patuh, dia memiliki pendirian sendiri yang tidak bisa aku atur sembarangan. Dia kuat dan membuatku menjadi tidak begitu khawatir ketika aku meninggalkannya sementara waktu.
“Hay.. akhirnya kalian datang juga”
Aku melihat kearah pintu di mana pemilik pesta datang, di sana Retiola datang dari pintu utama. Dia berjalan kearah kami dengan gaun menyapu lantai, aku lebih fokus pada pakaian di dalamnya yang hanya memakai bra kerang seperti kartun puteri duyung, bagian bawahnya memakai rok seperti sisik ikan.
Apa yang dia pakai?. Aku bingung dengan gayanya. Apakah Retiola sedang berusaha menjadi ikan?.
Aku tersenyum lebar melihat kedatangan Reliota yang semakin mendekat dan kini bersalaman dengan Ali dan berbincang dalam beberapa patah kata untuk mempersilahkan para isterinya masuk. Perhatian Reliota langsung tertuju padaku. Kakiku sedikit mundur saat Reliota tiba-tiba memelukku.
“Juls. Aku merindukanmu” pekikan senang, Reliota tidak memperhatikan Yu di sisiku. Aku membalas pelukannya sedikit berbasa basi, dadaku sedikit terasa terganggu karena benturan kerang sialan milik Reliota yang menutupi p****g payud*ranya.
Aku tersenyum sedikit kaku karena ada Yu di sampingku, aku melupakan sesuatu hingga.
S.i.a.l
Reolita mencium bibirku dengan keras dan bergelayut di leherku, “Kau ke mana saja Juls.”
Tenangkan dirimu Juls.. bersikap santailah..
Aku mendorong Reliota untuk menjauh dan meraih Yu yang terlihat terkejut dengan apa yang terjadi. Sebelum menikah dengannya, aku dekat dengan semua wanita termasuk Reliota dan selalu memiliki hubungan yang mesra dengan mereka, tidak semua wanita bisa menerima status baruku dengan cepat meski mereka tahu aku sudah memiliki isteri.
Sepertinya aku harus lebih banyak membawa Yu ke manapun aku pergi, aku akan memperkenalkan Yu ke seluruh dunia jika dia isteriku.
Aku akan memperkenalkannya bukan hanya untuk mengklaim jika dia milikku, namun aku juga ingin semua wanita yang pernah terlibat di masa laluku melihat, jika kini aku memiliki Yu dan tidak membutuhkan mereka lagi.
“Ini Yu, isteriku” aku memperkenalkannya untuk mengurangi sedikit kecangungan.
***
Author Pov
Tubuh Yura membeku melihat wanita yang tiba-tiba melemparkan dirinya kedalam pelukan Julian dan menciumnya tepat di depan matanya. Yura tidak menyangka jika wanita itu akan bertindak seperti itu di depannya meski dia tahu bagaiamana nakal dan playboynya Julian sebelum mereka menikah.
“Kau ke mana saja Juls” Nada suara manja Reliota terdengar sangat mengganggu.
Yura sedikit tertunduk menahan amarah dan kesalnya dengan Julian yang memiliki banyak hubungan dengan wanita di setiap tempat. Yura paham jika kehidupan Julian di masa lalu sangat liar hingga setengah otaknya hanya di penuhi oleh pikiran mes*m setiap kali berbicara dengannya.
Namun Yura tidak menyangka jika wanita-wanita pemuja Julian bisa berbuat senekat itu tepat di hadapannya. Entah apa yang Yura rasakan sekarang selain marah dan jengkel.
Julian mendorong Reliota untuk menjauh dan meraih bahu Yura. “Ini Yu, isteriku” ucapnya dengan tegas membuat Reliota terlihat kaget dan hanya bisa tersenyum memaksakan karena kecewa.
“Hay, aku Reliota. Senang bertemu denganmu” ucap Reliota sedikit gugup, dia tidak mengulurkan tangannya sedikitpun dan enggan berjabat tangan dengan wanita yang berhasil merebut pria yang selama ini di sukainya.
Yura tersenyum simbul merasakan aura permusuhan Reliota.
“Masuklah, aku akan menyambut beberapa tamu lainnya” Reliota segera mengarahkan Ali, Julin juga Yura untuk segera pergi ke tempat terbuka di mana pesta akan di lakukan di sisi kolam sambil menikmati beberapa perahu kecil yang melaut.
Pelukan Julian mengerat, dia melihat kearah Yura yang tidak mengeluarkan sepatah katapun setelah kejadian di mana Riolita menciumnya. Wajah cantiknya menekuk terlihat menyimpan kekesalan yang tidak dia ucapkan.
Dengan sedikit paksaan Julian menarik Yura untuk mundur dan berbelok menuju ruangan kosong. Tubuh Yura mundur membentur tombok dan berada dalam kurungan Julian.
“Ada apa denganmu?” tanya Yura dengan sedikit ketus.
“Kau tidak cemburu aku di cium-cium wanita lain?” tanyanya dengan tatapan polos penuh harap, Julian mengharapkan kecemburuan Yura untuk menunjukan perasaannya ke permukaan.
Yura membuang napasnya perlahan dan bersedekap menatap Julian dengan seksama. Pria itu menatapnya polos tanpa mengucapkan kata maaf, Julian hanya berfokus pada harapan Yura cemburu.
“Kenapa aku harus cemburu?. Kau tidak menyukainya.” Jawabnya terdengar lebih berlogika dan bijaksana yang membuat Julian cemberut seketika karena kecewa. “Aku juga akan membiarkan pria manapun menciumku jika aku tidak menyukai mereka.” Tambahnya lagi membuat Julian diam membeku dan berkedip beberapa kali.
“Kenapa aku sangat serakah?. Apa aku tidak cukup untukmu?” protes Julian seraya melangkah semakin mendekat mengurung Yura di tembok.
Ekspresi Yura berubah, kepalanya mendongkak menatap wajah tampan Julian yang menatapnya tanpa berdosa nyaris membuat Yura lupa bagaimana menjengkelkannya Julian di balik semua ketampanannya itu. “Bagaimana denganmu sendiri Julian. Apakah aku sendiri tidak cukup untukmu?” Yura balik bertanya.
Julian terdiam sesaat memandang kemarahan di wajah Yura yang membuatnya merasa gemas. Bibir Julian bergerak kecil membentuk senyuman lebar, dengan tidak sabaran dia meraih wajah Yura dan meraup bibir mungilnya kedalam ciuman rakusnya.
Pertanyaan Yura cukup membuktikan jika wanita itu cemburu dengan apa yang terjadi.
To Be Continue . . .