"Cemburu dikit." gurau Rey.
"Muka lo keliatan sangar, tapi lo lebay juga." cibir Gilang.
"Pengen liat nggak? kalau gue lagi marah. Jangan kaget ya kalau gue lagi marah, dan sasaran gue yang pertama itu adalah kalian." senyum miring Mahesa.
"Kita bercanda cuy." kata Gilang.
Kembali pada tujuan, Mahesa menoleh pada Maudy.
"Udah siap menuju pelaminan sayang." ucap Mahesa seperti godaan.
Shasa geleng-geleng, sembari tersenyum tak menyangka jika Mahesa akan terus mengoda sahabatnya. Ia tak tahu apakah Mahesa hanya sekedar menggombal sahabatnya atau ada hal lain nya. Sungguh ia tak tahu, hanya Mahesa yang mengetahuinya.
Mahesa mendorong kursi roda Maudy.
Letika mereka sampai di parkiran. Mahesa menunduk melihat pada Maudy. "Kepanasan ya? Mahesa melihat wajah Maudy yang memerah akibat terkena teriknya sinar matahari ke arah wajahnya.
Mahesa melepaskan jaket yang ia pakai, lalu memakaikan nya pada tubuh Maudy. Membuat Maudy terdiam seketika, melihat perlakuan manis yang Mahesa lakukan.
"Percuma gue ikut! Gue nggak bisa jalan," ucap Maudy.
"Ada gue yang bantuin lo," balas Mahesa.
"Lo sabar aja ya, semoga lo cepet bisa jalan lagi." kata Azka.
Maudy mengangguk.
"Yaudah lain kali aja kita ke bioskopnya. Gue mau pergi sama dia," kata Mahesa.
"Lo mau ngajak sahabat gue ke mana? Jangan lo apa-apain sahabat gue ya," kata Shasa.
"Lo percaya aja sama gue. Gue nggak akan buat dia takut ataupun terluka karna gue," ucap Mahesa.
"Awas kalau lo sampe buat Maudy terluka." ancam Gilang.
"k*****t segala ngancem gue," ujar Mahesa.
Mahesa langsung membopong Maudy ke atas motornya.
"Kalian bawa kursi roda Maudy pulang ya," ucap Mahesa.
Yang lain mengangguk.
"Kita mau ke mana?" tanya Maudy.
"Ke mana aja. Lo juga tau,"
Maudy diam.
Mahesa pun pamit pada teman-teman nya.
Maudy penasaran akan kemana Mahesa mengajaknya pergi.
Tak butuh waktu lama. Mahesa mambawa Maudy ke tempat sebuah taman yang jauh dari pengunjung.
Karena taman itu tersembunyi.
"Kok sepi banget," ucap Maudy.
Mahesa mendudukan Maudy di bangku.
"Karna gue sengaja bawa lo ke tempat ini. Biar gue ngelatih lo belajar jalan nya fokus,"
"Maksudnya,"
"Maaf sebelumnya. Lo lumpuh cuman sementara 'kan? Dan lo masih bisa berjalan, nah dari itu. Gue mau bantuh lo buat bisa jalan lagi," ucap Mahesa halus.
Maudy memandang Mahesa. "Kenapa lo peduli sama gue?"
"Rasa peduli gue sama lo datang gitu aja, tanpa adanya gue buat-buat." Mahesa tersenyum pada Maudy.
Mereka sesaat saling terdiam.
"Yuk! Sekarang gue bantu lo biar cepet bisa jalan lagi." Mahesa membantu Maudy berdiri. Mahesa melingkarkan tanganya di pingang Maudy.
Membuat keduanya saling memandang. Mahesa memberikam senyuman pada Maudy.
"Makasih ya," ucap Maudy.
"Jangan bilang makasih dulu. Karna gue belum ngelatih lo bisa jalan lagi,"
Dengan hati-hati Mahesa memapah Maudy. Meski beberapa kali Maudy hampir saja terjatuh. Namun Mahesa dapet menahan nya.
Sesekali Mahesa menyusut keringat yang ada di kening Maudy.
"Kalau capek bilang ya," ucap Mahesa.
Maudy mengangguk.
Maudy berusaha untuk kembali menggerakan kaki nya. Mahesa selalu menjaga Maudy dari samping.
"Sekarang gue lepas ya. Lo harus bisa jalan sendiri,"
"Tapi gue takut,"
"Ada gue,"
Maudy menghela sembari mengangguk. Ia memejamkan mata beberapa detik.
Maudy mencoba melepaskan dari genggaman Mahesa.
"Coba sekarang jalan tapi pelan-pelan,"
Maudy mencoba menggerakan kaki nya. Satu sampe dua langkah Maudy dapat melangkah tanpa bantuan Mahesa.
Akan tetapi langkah Maudy yang ketiga hampir saja terjatuh. Dengan sigap Mahesa menahan kedua bahu Maudy.
"Lo nggak pa-pa?" tanya Mahesa.
"Nggak pa-pa. Maaf ya lo seharunya nggak usah bantuin gue kayak gini,"
Mahesa menuntun Maudy untuk kembali duduk di tempat semula.
"Gue pengen liat lo bisa ngejalani aktivitas seperti yang dulu lo lakuin. Bisa jalan kayak biasanya.
Mestipun kita baru kenal, tapi gue ngerasa kalau gue harus ngelindungi lo,"
Maudy menyelipkan rambutnya ke daun telinga. Lagi-lagi Maudy kembali teringat akan sosok Dylan. Ia teringat ketika apa yang di ucapkan Mahesa sama seperti dulu yang di ucapkan Dylan padanya.
Maudy memalingkan wajah nya ke arah lain. Ia menghapus air mata yang keluar dari pelupuk matanya.
Mahesa memutur wajah Maudy agar melihat ke arah nya. "Lo kenapa?"
Maudy menggeleng.
"Maaf ya, kalau ucapan gue buat lo sedih,"
"Nggak pak-pak Mahesa."
Mahesa tahu jika Maudy menyembunyikam sesuatu padanya. Karena ia bukan siapa-siapa nya Maudy. Mahesa tak ingin terlalu banyak bertanya padanya.
"Gue mau pulang," kata Maudy.
Mahesa mengangguk. "Ayok."
Mahesa kembali membopong Maudy menuju motornya.
Melvan sedari tadi tengah mondar-mandir di depan teras depan rumahnya. "Udah malam gini dia belom pulang. Awas aja lo Mahesa." dumelnya.
Tak lama terdengar suara deru motor yang baru saja masuk ke perkarangan rumah Melvan.
"Balik juga tuh anak." Melvan menghampiri Mahesa menatap dengan tajam.
"Belum bobo dek?" tanya Mahesa.
Melvan tersenyum sangat ramah. "Belum bang, ini juga aku tuh lagi nunggu abang yang ganteng."
"Setan mana lagi yang merasuki lo." selidik Mahesa sembari turun dari motornya.
Melvan menggeleng. "Enggak ada bang," ucapnya.
"Oh! yaudah gue masuk, mau bobo dulu ya."
Wajah Melvan berubah menjadi tegas. "Lo nggak peka banget sama gue," ujarnya.
"Eh! Lo gila apa, yakali gue peka sama lo." ujar Mahesa.
"Maksud gue. Lo nggak sadar apa yang lo perbuat sama gue."
"Perbuat apa b**o?"
Melvan menoyor kening Mahesa. "Gue sama lo masih pinter gue, jangan lo bilang gue bego."
"Udah buruan, gue tuh mau tidur." kata Mahesa.
"Itu motor yang lo pake punya siapa ya?" tanya Melvan dengan nada suara biasa.
"Oh, itu punya lo. Kenapa emang?" tanya Mahesa.
"Lo sadar nggak apa yang buat gue marah kayak gini."
Dan Mahesa menggeleng polos.
"Astagfirullah." Melvan beristigfar menghadapi Mahesa. "Tadi pagi sekolah, gue pake motor lo. Dan lo tau---,"
"Bensin nya abis, napa lo pake." sahut Mahesa cepat.
"Nah, karna itu, gue dorong motor lo sampe sekolah. lo tau! Badan gue sakit, sesakit hati gue yang baru aja di putusin sama cewek gue." Melvan memeluk Mahesa. Membuat Mahesa ingin melepaskan nya. Namun Melvan memeluk Mahesa cukup kuat.
"Anjir lo lebay amat. Cewek banyak lebih bohay, sexy dari pada cewek lo bisanya ngabisin duit lo doang."
"Abisnya kan gue cinta sama dia." ucap Melvan.
"Jangan mau di bodoh-bodohin sama cewek, kayak cewek lo itu. Cari cewek yang bener."
"Pinter banget lo nasehatin gue, lo sendiri kebanyakan ceweknya lebih tua dari lo."
"Jangan ngikutin gue. Kalau nanti gue udah punya anak nggak malu-maluin punya mantan pacar banyak." Mahesa berusaha menjauh dari Melvan. Tetapi Melvan terus saja memeluk Mahesa.
"Lo b**o apa b**o sih bang." ucap Melvan dengan nada sedih.
Mahesa menoyor kening Melvan. "Lepasin!"
"Ya ampun Mahesa Melvan. Kalian," ucap Bella yang melihat Melvan memeluk Mahesa. Namun Melvan tak melepaskan nya juga.
"Aku lagi galau mah, jadi aku sekarang lagi butuh sandaran dari seorang kakak."
Bella menghampiri mereka. "Tumben banget kamu galau?"
"Karna aku seorang manusia biasa yang bisa saja sewaktu-waktu merasakan galau mah." sahut Melvan dengan nada sedih.
"Pinter banget kalau nyahutin."
"Aku yang ngajarin mah." timpal Mahesa. Bella menatap Mahesa. "Setiap hari kamu pulangnya malam. Emang nggak bosen apa."
"Enggak mah." sahut Mahesa.
"Yaudah sana masuk." suruhnya dengan nada suara tegas.
"Melvan lo mau tangan gue melayang di pipi lo atau--,"
"Iya-iya gue lepasin. Jahat banget punya abang." Kata Mevan. Mahesa langsung masuk ke dalam rumah.
09:34
Mahesa sudah rapih dengan baju yang di pakainya hari ini. Ia duduk di atas sofa, untuk menunggu Melvan. Ia dan Melvan akan pergi untuk menemui teman-teman nya. Tetapi pertemuan mereka dengan teman-teman nya di kedai kopi yang selalu mereka singgah pada hari weekend.
Mahesa sudah kesal menunggu Melvan yang tak kunjung keluar dari kamarnya.
"Melvan, kalau lo nggak nongol juga. Gue pergi duluan." teriak Mahesa. Beruntung kedua orang tua Mahesa pergi berolahraga. Jadi tak ada yang memarahi ketika Mahesa berteriak seperti itu.
"Bentaran napa sih." sahut Melvan dengan berteriak.
Tak lama Melvan pun keluar dari kamar, lalu menghampiri Mahesa.
"Lama banget lo." omel Mahesa.
"Gue dandan dulu, dandan artinya gue mesti pilih baju yang pas, terus rambut juga harus rapih dan pake parfume paling wangi, biar cewek-cewek klepek sama gue. Boxer apalagi tuh, jangan lupa. Jangan sampe boxer gue ketuker sama boxer warna pink punya lo."
"Anjir, lo jangan bilang-bilang kalau gue punya boxer warna pink, apalagi bergambar barbie."
"Malu-maluin gue aja lo." kata Melvan.
"Gimana susahnya gue nyari boxer yang bergambar unyu. Sampe gue pesen boxer itu."
"Cewo."
"Maksud lo?" tanya Mahesa.
"Lo setengah cewek dan cowok." sahutnya.
Melvan tertawa dengan keras. Lalu ia keluar dari rumah. Mahesa mengikuti Melvan dari belakang, ia menendang b****g Melvan dengan pelan.
"b**o, celana gue kotor." semprot Melvan sembari menepuk-nepuk celana levisnya.
Hari ini mereka pergi menggunakan mobil milik Mahesa.
Di perjalanan mulut Melvan tak henti-hentinya nyerocos terus menerus.
"Mulut lo belum pernah gue sumpal pake kentut gue ya."
"Yakali kentut bisa nyumpal."
"Berisik lo."
Melvan pun diam.
15 menit mereka sampai di tempat. Melvan masuk ke dalam cafe lebih dulu. Di sana sudah ada teman-teman yang menunggu.
"Dua manusia devil datang juga." ucap teman nya yang bernama David.
"Bisa aja lo nyet." kata Melvan.
Mahesa pun datang sembari menyampirkan jaket di pundaknya.
"Hari ini ada balapan kagak?" tanyanya langsung.
"Ada, cuman lawan lo berat."
"Gue tantang,"
"Yakin lo."
"Lo kenal gue baru kemaren ya?" tanyanya.
Mereka pun saling berbincang-bincang.
Namun seseorang baru saja datang menghampiri mereka. Cowok itu langsung ngedumel sembari duduk di samping Mahesa.
"Arthur lo kalau ngomong terus. Gue pastiin mulut lo gue sumpal pake kentut nya Melvan," ancam Mahesa.
Arthur mengerucutkan bibirnya dengan kesal. "Gue kesel tau, masa nih ya. Motor gue di kempesin sama adek gue yang bontot,"
Mereka tertawa dengan terkekeh.
"Mampus lo!" seru mereka serempak.
Keesokan harinya. Maudy dan Shasa menyusuri koridor. Maudy tak lagi menggunakan kursi roda, melainkan ia menggunakan tongkat. Meski kedua kakinya belim benar-benar pulih.
"Kalau kaki lo ngerasa sakit, bilang ya," ucap Shasa di samping Maudy.
Maudy mengangguk.
Dari arah belakang seseorang menarik tas milik Maudy. Ia meloneh kebelakang bertepatan dengan wajah Mahesa yang sembari memberikan senyuman.