MTPBB 8

1499 Words
"Arthur, punya mulut jangan teriak-teriak. Kalau lo teriak terus mati dalam mulut menganga gimana." sahut Mahesa sembari mengubah posisi nya. "Gimana lo aja lah," ucap Arthur sembari duduk di sofa. "MAHESA BURUAN BALIK LO CURUT, PULANG SEKOLAH BUKAN NYA LANGSUNG BALIK MALAH NONGKRONG." teriak Melvan dengan suara keras. Mereka menutup telinga masing-masing. Karena teriakan Melvan begitu menyakitkan di telinga. "Devil kedua datang lagi," ucap Arthur. "Eh kempret, dia adek gue." Mahesa memukul bahu Arthur. Melvan mendekat ke arah Mahesa. "Lo nggak kasian liat mamah, kapan lo berubah. Kapan lo nggak melanggar yang mamah sama papah larang sama lo. Lo harus nya lo kasih contoh yang baik buat gue. Lo juga harus menghormati mamah sama papah." "Lo jangan ngedumel kayak mamah deh." sahut Mahesa. "Astagafirullah! Mahesa, buruan balik lo." kata Melvan geram. "Gue bukan bocah, yang di suruh pulang langsung nurut ya," ucap Mahesa. "Kapan lo berubah?" tanya Melvan menatap Mahesa dengan tegas. "Lo mau minta gue berubah jadi apa dulu? Kalau lo nyuruh gue buat jadi jelek kayak Arthur gue nggak bisa. Karna takdir Mahesa jadi seorang cowok yang ganteng, imut, manis lucu pokoknya menggemaskan deh." "Dasar somplak." Arthur menoyor kepala Mahesa. Mahesa mendelik ke arah Arthur. "Gue serius." ujar Melvan. Mahesa memakai kembali baju seragam sekolah. Lalu meraih tasnya. Ia menatap tajam ke arah Melvan. Kemudian ia pergi keluar dari sana. Melvan mematung sembari menatap punggung Mahesa. Bergantian ia menatap ke arah Arthur dan teman-teman nya saling bergantian. "Gimana gue udah tegas belum sama si curutboy Mahesa?" tanya Melvan pada mereka sembari menaik turunkan kedua alisnya. "Si somplak, k*****t, gue kira beneran." Arthur melempar Melvan dengan botol air mineral. Melvan tertawa sembari merebahkan tubuhnya di atas sofa. "MELVAN CURUTBOY LO BURUAN BALIK." teriak Mahesa di luar. Melvan segera bergegas berlari menghampiri Mahesa. Sebelum Mahesa benar-benar ngamuk padanya. "Gue kesini, Mahesa malah pergi. Duh kayak hati gue aja yang selalu di permainkan sama cewek." keluh Arthur. "Curhat pak!" ejek Karon. "Sebenernya ini bukan curhatan. Tapi luapan hati seseorang yang tengah terluka, Asyik coy." teriak Arthur dengan terkekeh. "Goyang terus sampe pagi, biar lo selalu happy," balas teman yang lain nya. Mereka pun saling melempar tawa. Pukul 8 malam. Mahesa sudah tampak tampan dengan baju yang di kenankan malam ini. Ia mengambil kunci motor yang tergeletak di tempat tidur. Secepatnya ia bergegas keluar dari kamar. Ketika berpapasan dengan kedua orang tuanya Mahesa hanya menaikan sebelah alisnya. "Mau kemana?" tanya Vino papah nya Mahesa. "Biasa pah, anak muda, papah mau ikutan juga nggak?" ucap Mahesa. "Mahesa." kata Vino tegas. Bella hanya diam, percuma jika ia melarang Mahesa agar tak keluar rumah. Mahesa menghela napas. "Iya pah, aku mau keluar sama Arthur. Lagian papah tanya aku mau kemana, papah tau sendiri kan aku perginya ke mana." "Kapan papah tau, kamu nggak pernah bilang." "Ya udah deh, aku pergi dulu ya." Mahesa nyelonong pergi keluar dari rumah. Sedangkan kedua orang tuanya masih menatap punggung putranya. Sampai akhirnya Vino dan Bella masuk ke dalam kamarnya. Sampai di luar rumah, Mahesa menyalakan mesin motornya. Kemudian ia melajukan motornya. Dengan kecepatan di atas rata-rata. Beberapa menit ia sampai di tempat tujuan. Di sana sudah ada beberapa sahabatnya yang menunggu. Pengunjung cafe menatap ke arah Mahesa. Bagi Mahesa itu sudah biasa jadi tak perlu merasa risih ketika di tatap oleh cewek-cewek genit seperti mereka. "Lama amat lo." kata Arthur. "Kalian diem semua, cepet nunduk." perintah Mahesa. "Kenapa emang?" tanya Rey. "Udah burun nunduk neng, jangan kebanyakan cingcang." "Cingcong." Azka membenarkan nya. "Iya itu maksud cowok ganteng," ucap Mahesa. "Maksud lo apa manggil gue neng, gue cowok jantan dan perkasa." kata Rey jengkel. Mahesa tak memperdulikan perkataan Rey. Tetapi ia menyuruh mereka menunduk di bawah kolong meja. Namun siapapun ngumpet di bawah kolong meja dengan jumblah 6 orang akan tetap terlihat. "Ada apaan sih?" kata Arthur. "Bentar lagi ada bidadari masuk cafe sini." "Hah! Bidadari, di mana di mana, aku tak melihatnya." sahut Rey namun seperti menyanyikan. "Berisik banget sih mulut lo bau." kata Mahesa. "Kalian diem, jangan bersuara seperti kodok." Semua pengunjung menatap ke arah Mahesa dan sahabat-sahabatnya dengan menggelengkan kepalanya. Tak lama Maudy dan Shasa masuk ke dalam cafe itu. Shasa membatu mendorong kursi roda Maudy. Posisi duduk Maudy membelakangi tempat duduk Mahesa. "Lo mu pesan apa?" tanya Shasa. "Jus aja," ucap Maudy. Shasa mengangguk lalu melambai pada seorang pelayan. Maudy melihat kearah pengunjung cafe. Karena tempat cafe itu, yang dulu pernah Maudy singgahi bersama kekasihnya dulu. Bahkan tempat duduk yang Maudy duduki, itu tempat yang sering mereka tampati. Maudy membayangkan jika di hadapan nya itu Dylan, bukan Shasa. Dari bayangan Maudy. Dylan memberikan senyum padanya, sembari mengelus pucuk kepalanya. Maudy merindukan cara perhatian Dylan padanya. Shasa menepuk bahu Maudy. Maudy pun tersadar dari lamunan nya. "Kenapa? Tempat ini ada kenangan lo sama dia?" tanya Shasa. Maudy menggeleng kecil. Mahesa pun keluar dari tempat persembunyiaan nya. Ia berdiri di hadapan Maudy. "Hai calon gebetan, yang bentar lagi jadi pacar gue. Setelah pacaran kita bakal tunangan, abis itu kita nikah sampai akhirnya kita hidup bahagia sama calon anak kita," ucap Mahesa sembari menatap Maudy. Berbarengan dengan cengiran di bibinya. Maudy mendongkak menatap Mahesa tanpa ingin membalas ucapan Mahesa. Gilang, Rey, Lano, Arthur dan Azka pun menghampiri Mahesa. "Mahesa berhenti buat baperin anak orang mulu curut." ujar Arthur. Tetapi Mahesa mengacuhkan nya. "Kenapa sih! Diem terus, perasaan waktu kita ketemu di tempat serem itu lo cerewet banget deh," ucap Mahesa. Maudy hanya diam. Tiba-tiba Mahesa meraih telapak Maudy, mengaitkan jari kelingking miliknya dengan Maudy. Tentu itu membuat Maudy bingung. "Suatu saat jari kelingking gue sama lo akan jadi satu. Saling megaitkan atau bahkan ada saat nya lo nggak mau lepas dari jari kelingking yang gue iket ini," ucap Mahesa dengan lembut. Mereka saling menatap satu sama lain. Entah apa yang ada di pikiran Mahesa. Sebelumnya ia tak pernah sedikitpun mengatakan kata-kata seperti itu pada cewek lain. Tetapi jika dengan Maudy, ia seperti merasakan ada sesuatu. Tapi ia tak mengetahui apa yang ada dalam hatinya. Termasuk Arthur yang sudah lama mengenal Mahesa. Baru kali ini ia mendengar Mahesa mengucapan kata manis pada Maudy. Maudy menjauhkan tangan nya dari Mahesa. "Gue udah bilang jangan sok kenal," ucap Maudy. Shasa beranjak dari tempat duduk nya ia berdiri di samping Maudy. "Mahesa udah ya lo jangan terus godain sahabat gue. Gue tau, cowok kayak lo cuman bisa nyakitin cewek doang. Dan karna itu gue nggak suka ya lo berusaha deketin sahabat gue." ujar Shasa. Mahesa menoleh sekilas pada Shasa. Kemudian ia kembali menatap pada Maudy. "Maaf deh. Gue nggak ada maksud buat godain dia, lagian gue cuman pengen kenal aja sama dia." Maudy menatap sekilas pada Mahesa. "Sha gue pengen pulang," ucap Maudy. "Gue anter ya," kata Gilang. "Tapi lo lagi sama mereka, Lang." ucap Shasa. "Nggak pa-pa, Sha." Gilang pun mendorong kursi roda Maudy. "Sorry ya, gue anterin Maudy pulang. Rey, nanti lo bawa motor gue ya," Rey mengangguk. Mahesa terus memandang kepergian Maudy. "Dia kenapa?" tanyanya pada Lano. "Kita nggak ada berhak buat cerita sama lo. Tapi gue yakin, suatu saat manti, Maudy akan cerita sama lo." sahut Lano. Mahesa mengangguk paham. Semoga apa yang Lano ucapkan itu akan menjadi nyata. Mahesa yang biasanya tak perduli dengan orang lain. Namun ia seperti ingin mengetahui tentang Maudy. Di perjalanan. Gilang mengendarai mobil Maudy. Sebelum nya Shasa yang membawa mobil Maudy. Maudy yang duduk berada di kursi pengemudi belakang. Ia sengaja membuka kaca mobil agar ia dapat melihat langit yang cerah. Meski langit cerah, akan tetapi tak membuat hatinya cerah seperti itu. "Kamu sekarang udah jadi bintang paling terang ya?" tanyanya pada bintang yang ia pandang. Meski itu adala suatu hal yang mustahil. Gilang melihat Maudy dari kaca spion. Shasa yang berada di samping Maudy, ia mengelus punggung sahabatnya. "Aku tau, kamu di sana nggak suka liat aku sedih. Tapi, gimana aku nggak sedih. Kamu ninggalin aku gitu aja," ucapnya lirih. Gilang menghentokan mobilnya di tepi jalan. "Kenapa, Lang?" tanya Shasa. Gilang berbalik badan menghadap ke arah Maudy. "Maudy! Belajar buat ikhlasin dia, terima takdir kalau dia udah bahagia di sana." Maudy menghapus air matanya. Namun tak sedikitpun ia menoleh ke arah Gilang atau pun untuk membalas ucapan Gilang. Gilang dan Shasa hanya menghela napas dengan sabar. Mereka mencoba memahami perasaan Maudy. Gilang melihat ke arah Shasa. Shasa menggeleng kecil. Gilang pun kembali melanjutkan perjalanan nya. Di rumah, pukul 06:32 pagi. Flashback on. "Selamat malam." ucap seseorang. Seorang cewek tersenyum manis pada sosok cowok itu. "Malam," sahutnya. "Malam ini awal aku menjaga kamu sebagai seorang kekasih yang siap melindungi kamu yang aku cintai." "Kok malam biasanya juga pagi." "Nggak ada salahnya 'kan. Malam maupun pagi itu sama aja. Aku akan bener-bener jagian kamu, karna aku nggak mau kehilangan kamu yang aku cintai." "Apa cara cowok ngenggombal kayak gitu ya?" Si cowok menggeleng kuat. "Bagi cewek ketika cowok ngucapin kata manis, pasti bilangnya sebagai bahan gombalan. Sedikit pun aku nggak ada kata untuk gombalin kamu sayang." tangan cowok itu meraih pungung tangan kekasihnya. Senyum di wajah gadis itu tak pernah pudar dari bibir nya. "Aku percaya sama kamu, aku makin sayang sama kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD