ASAEL
Endoria, 1012
Keesokan paginya Seraphin mengantarkan kami pergi ke Morvia sesuai dengan janjinya. Di sepanjang perjalanan Seraphin menjelaskan keadaan kota Morvia. Ia juga memberitahu kami beberapa jalan terlarang untuk di lewati dan juga memberitahu kami jalan mana yang harus kami lewati selama berada di kota Morvia . Kami juga harus menaati peraturan yang ada di sana kalau tidak ingin mendapatkan hukuman dari ratu peri.
Kami harus melewati beberapa bukit, lembah dan pedesaan untuk sampai di Morvia. Kami tiba di desa pelabuhan Hamway Port pada siang harinya. Desa ini terletak di perbatasan The Quiet Wilds yang di apit oleh lembah dan pengunungan Hebora . Pegunungan tertinggi di Endoria. Penduduk desa Hamway Port hanya di huni tidak lebih dari dua ratus orang dan juga salah satu desa tersubur di Endoria, karena memiliki aliran sungai dari pegunungan. Saat kami mendekati desa , penjaga gerbang langsung berdiri, saat melihat kedatangan kami dan menanyakan tujuan kami datang ke desa ini.
Seraphinlah yang menjawab pertanyaan penjaga gerbang, kalau kami akan pergi ke Morvia. Bisa saja kami memilih jalan lain, tapi itu akan memakan waktu yang sangat lama. Hanya melewati desa ini perjalanan kami menuju Morvia menjadi lebih singkat. Penjaga gerbang itu melihat ke arah kami dengan pandangan menyelidik dan kemudian mengizinkan kami masuk. Suasana desa ini cukup ramai banyak pedagang yang menjajakan makanan, bunga dan bahan-bahan ramuan sihir.
Gaspar memeluk lenganku saat seeokar anjing liar melewatinya.''Aku benci anjing,''katanya.''Dulu aku pernah digigit oleh anjing.''
Aku hanya tersenyum melihat Gaspar yang ketakutan sekaligus jijik saat anjing itu melewati dirinya. Kami kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Aku melihat sebuah plang disalah satu bangunan yang terbuat dari kayu yang bertuliskan Ed's Resto.
''Sebaiknya kita makan siang dulu di sini,''kataku.''Nanti kita lanjutkan perjalanan lagi.''
''Baiklah,''kata Gaspar, sedangkan Seraphin hanya menganggukkan kepalanya, mengikutiku dan Gaspar masuk ke dalam rumah makan. Suasana rumah makan cukup ramai. Para pelayan terlihat hilir mudik ,melayani para tamu. Aku mencari tempat duduk yang kosong, karena hampir semua tempat duduk sudah terisi.
''Selamat siang tuan-tuan!''sapa salah seorang pelayan wanita yang memiliki tubuh gempal dengan rambut yang digelung ke atas.
''Siang! Apa masih ada meja kosong untuk kami?''tanyaku.
''Oh tentu saja. Mari!'' Pelayan wanita itu memberi isyarat supaya kami mengikutinya. Pelayan itu membawa kami ke belakang rumah makan dan di sana masih ada dua meja kosong.
''Silahkan tuan-tuan!''kata pelayan itu sambil mendorong beberapa kursi dan menyuruh kami untuk duduk, lalu pelayan itu menyebutkan macam-macam menu dan kami semua memilih sup dan daging kambing bakar. Pelayan itu kemudian pergi setelah mencatat pesanan kami.
''Berapa lama lagi kita akan sampai ke Morvia?''tanya Gaspar.
''Tidak lama lagi. Malam ini kita sudah sampai di sana,''jawab Seraphin.
Aku menyadarkan punggungku di kursi sambil memandang keseluruhan rumah makan ini dan memperhatikan para tamu yang ada di sini. Para tamu di rumah makan ini tidak hanya penyihir saja tapi juga ada beberapa druid dan peri. Gaspar dan Seraphin sedang terlibat pembicaraan dan aku tak ingin menganggu mereka, kemudian pelayan tadi datang lagi dengan membawa pesanan kami. Siang itu kami makan siang dengan sangat lahap. Tidak menyangka kalau kami sangat lapar. Semua makanan yang kami pesan habis tak bersisa.
Setelah makan siang , kami meneruskan perjalanan lagi, tapi di tengah perjalanan, kami melihat ada keributan. Beberapa orang membentuk sebuah kerumunan dan aku penasaran apa yang sedang terjadi di sana. Gaspar dan Seraphin yang melihatku berjalan menghampiri kerumunan orang , mengikutiku dengan tatapan bingung.
Aku menerobos kerumunan penduduk desa dan aku tidak percaya apa yang aku lihat di depan mataku. Aku melihat seorang gadis kecil memakai jubah merah kira-kira umurnya sepuluh tahun sedang dipukuli oleh seorang penyihir tua. Gadis kecil itu terlihat ketakutan, kesakitan dan menangis dengan tersedu-sedu.
''Dasar pencuri. Rasakan ini,''teriak penyihir tua itu sambil memukul-mukulkan gagang sapu ke punggungnya.
''Aku tidak mencuri,''kata gadis kecil itu.
''Dasar pembohong.''
Aku yang tidak tahan lagi menahan tangan penyihir tua itu.''Hentikan!''teriakku. Para penduduk desa mulai berbisik-bisik disekitarku.
''Siapa kamu?''tanya penyihir tua itu.''Jangan campuri urusan kami.''
Aku menatap marah kepada penyihir tua itu.''Jangan pukuli gadis ini lagi! Apa kamu tidak lihat gadis ini kesakitan.''
''Dia pantas mendapatkannya, karena dia adalah seorang pencuri.''
''Tapi gadis ini sudah mengatakan kalau dia bukan pencurinya.''
''Aku tidak percaya. Aku yakin dia sudah mencuri salah satu apelku. Kalau gadis ini bukan pencuri apa buktinya?''
Aku terdiam dan melepaskan tangannya. Aku menatap gadis kecil itu sedang menangis tersedu-sedu.
''Aku bukan pencuri,''katanya.
Aku kembali menatap penyihir tua itu lagi.''Berapa harga apel itu? Aku akan membayarnya.''
''1 peina.''
Aku memberikan satu peina kepada penyihir tua itu.''Aku sudah membayarnya, jadi jangan pukuli gadis ini lagi.''
''Baiklah.''
Penyihir tua itu pergi dan kerumanan penduduk desa akhirnya membubarkan diri. Aku segera menghampiri gadis kecil itu yang masih menangis.
''Jangan menangis lagi! Tidak ada yang akan memukulmu lagi.''
''Tapi bukan aku yang mencuri apel itu.''
''Aku tahu. Aku percaya kepadamu,''kataku sambil tersenyum.'' Apa ada yang terluka?''
''Punggungku sakit.''
''Biarkan aku memeriksamu.''
Gadis kecil itu mengangguk dan punggungnya penuh dengan memar. Aku segera mengolesi salep buatanku dan dalam beberapa detik memar di punggungnya hilang. Isakan tangisnya berhenti dan dia menyekanya dengan lengan bajunya yang kotor dan usang.
''Apa rasa sakit di punggungmu sudah hilang?''tanyaku kepadanya.
Gadis itu mengangguk, lalu berkata,''Terima kasih telah menolongku. Kalau tidak ada Anda, aku pasti sudah mati.''
''Sudahlah! Ayo berdiri!''
Aku membantu gadis itu berdiri dan memperhatikan penampilannya . Tubuhnya dipenuhi oleh debu dan pakaiannya telah sobek di beberapa bagian dan jubah merahnya sudah kotor dan terlihat usang. Rambut pirangnya yang dikepang dua penuh dengan tanah.
''Di mana rumahmu?''
''Aku tak punya rumah.''
''Orangtuamu?"
''Mereka sudah meninggal.''Gadis itu menunduk sedih.
''Jadi kamu tinggal di jalanan?''tanyaku lagi.
''Tidak. Aku tinggal di rumah nenekku, tapi sebulan yang lalu nenekku meninggal dimakan serigala.''
Raut wajah gadis kecil itu kembali muram.''Dan mereka membawaku untuk di jual kepada seorang saudagar kaya untuk dijadikan pembantu dan majikanku sering menyiksaku . Kalau aku melakukan kesalahan , aku tidak diberi makan selama berhari-hari. Itu sebabnya aku melarikan diri darinya.''
Gadis itu kembali terisak menangis. Aku mengerti sekarang . Di tubuh gadis itu banyak luka memar di tubuhnya selain memar dari pukulan penyihir tua itu.
''Siapa yang telah menjualmu?''
''Paman dan bibiku. Mereka sudah tidak menyukaiku sejak aku lahir.''
''Dan di mana sekarang kamu tinggal?''
''Aku tinggal di gudang kosong.''
Aku menghela napas panjang dan merasa kasihan dengan nasib buruknya.''Bagaimana kamu mendapatkan makan?''
''Aku bekerja di kebun.''
Aku meraih tangan gadis kecil itu .''Ayo ikut aku.''
Gaspar dan Seraphin yang sejak tadi memperhatikan kami kembali terlihat bingung. ''Asael, kau mau kemana? Kita harus segera pergi ke Morvia,''kata Gaspar.
''Ini tidak akan lama. Aku janji.''
Gaspar dan Seraphin mengikuti kami dari belakang. Aku membawa gadis kecil ini membeli pakaian dan sepatu baru di pasar. Dia begitu sangat senang saat aku membelikan pakaian dan sepatu baru untuknya. Mata hijaunya yang tadinya telihat sedih , sekarang berbinar-binar senang.
Aku menyuruhnya membersihkan diri di pemandian umum dan memakai pakaian dan sepatu baru yang aku belikan untuknya. Sekarang penampilan gadis itu terlihat sangat baik. Tubuhnya telah bersih dan terlihat cantik.
Gadis kecil itu tersenyum malu-malu. Aku melihat jubah merah usangnya di pakainya kembali.''Kenapa kamu memakai jubah merahmu lagi? Sebaiknya kamu buang saja.''
''Aku tidak bisa membuangnya. Nenekku yang membuatkannya untukku.''
''Baiklah. Terserah kamu saja. Oh ya siapa namamu?''
''Namaku Liesel Whittle. Tapi penduduk desa ini selalu memanggilku gadis berkerudung merah karena mereka tidak tahu namaku.''
''Aku akan memanggil namamu saja. Baiklah Liesel, aku dan teman-temanku harus segera pergi. Senang bisa bertemu denganmu. Selamat tinggal!'' Sebelum pergi aku memberikannya beberapa roti dan makanan lain untuknya. Liesel menatap kepergianku dengan pandangan yang tidak bisa aku artikan.
***
Perjalanan kami menuju Morvia sudah semakin dekat. Sekarang kami sudah berada di pelabuhan menunggu perahu yang akan mengangkut kami ke Morvia.
Tiba-tiba Gaspar mendekatkan wajahnya kepadaku dan berbisik,''Sepertinya ada sesuatu di semak- semak di belakang kita.'' Kami saling memandang dan perlahan-lahan mendekati semak-semak.
Seluruh ototku menjadi tegang. Mungkin saja ada binatang buas atau makhluk sihir berbahaya di dalam semak-semak itu. Seraphin sudah mempersiapkan diri untuk menyerang sesuatu yang ada di dalam sana.
''Baiklah hitungan yang ketiga.''
Seraphin dan Gaspar mengangguk bersamaan.
"1...2...3."
Dengan gerakan cepat , aku membuka semak-semak dan mengeluarkan apa yang berada di sana. Kami terkejut dengan apa yang kami temukan di dalam semak-semak.
''Liesel,''seruku.
Gadis berkerudung merah itu menyengir lebar.''Hai,''katanya.
Aku melepaskan cengkeraman tanganku di jubahnya.'' Apa yang kamu lakukan di sini?''tanyaku.''Apa kamu mengikuti kami?''
Gadis itu mengangguk.''Tapi kalian jangan marah kepadaku. Aku hanya ingin ikut kalian. Itu sebabnya aku mengikuti kalian sampai ke sini.''
Gadis itu meraih tanganku.''Aku mohon bawa aku pergi bersamamu, jadikan aku pelayanmu. Aku tidak ingin tinggal di sini lagi.''
Gadis itu menatapku dengan tatapan memohon. Aku tidak bisa membawanya pergi bersamaku, karena mungkin perjalanan ini akan sangat berbahaya baginya.
''Aku janji akan menjadi pelayan yang sangat baik.''
''Aku tidak mempekerjakan gadis kecil seperti kamu sebagai pelayan. Sebaiknya kamu kembali.''
Gadis itu menunduk sedih, lalu tiba-tiba ia menangis dengan sangat keras dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Selama ini aku tidak pernah membuat seorang wanita menangis kecuali ibuku karena kenakalanku waktu aku masih kecil. Aku menghela napas panjang.''Sudah jangan menangis. Baiklah. Kamu bisa ikut dengan kami.'' Gadis itu berhenti menangis dan tersenyum.
''Benarkah?''tanyanya dengan wajah berbinar senang.
Aku mengangguk dan Liesel menubruk tubuhku, memelukku.''Terima kasih. Anda memang baik Tuan....''
''Panggil saja aku Asael.''
''Asael,''katanya dan kembali memelukku.
Gaspar dan Seraphin memandang kami dan aku hanya mengangkat kedua bahuku. Liesel melepaskan pelukanku dan memimpin perjalanan.
''Kalian tunggu apalagi. Bukankah kalian akan pergi ke Morvia untuk menemukan Leprechaun. Kita bisa sampai sana sebelum malam tiba.''
Gaspar dan aku cepat-cepat membereskan barang-barang kami dan menyusul Liesel yang sudah berjalan di depan kami.
''Master Asael, dari mana gadis itu tahu kalau kita akan pergi ke Morvia mencari Leprechaun. Bukankah kita tidak pernah mengatakan kemana tujuan kita,''kata Seraphin setengah berbisik.
''Apa yang dikatakan Seraphin benar. Kecuali kamu memberitahu gadis itu,''kata Gaspar.
''Aku tidak memberitahunya,''kataku.
Kami bertiga saling memandang bingung.
''Ini sangat mencurigakan. Siapa sebenarnya gadis berkerudung merah itu?''tanya Gaspar.''Asael, gadis itu sangat mencurigakan. Kita harus hati-hati dengannya.''
Aku mengamati Liesel dari belakang. Gadis itu berjalan dengan gembira sambil bersenandung riang. Aku tidak percaya kalau gadis kecil berkerudung merah itu adalah penyihir jahat. Gadis itu nampak baik dan lugu, tapi penampilan luar bisa menipu. Tidak ada salahnya aku berhati-hati dengannya.