Chapter : 7

1951 Words
Sementara di tempat lain kapten Halim memerintahkan anggotanya untuk ke rumah sakit saja dengan memakai kendaraan setelah tiga anggota kembali gugur ketika mereka meninggalkan masjid. “Ali, bawa mereka ke rumah sakit,” “Lalu kapten?” “Saya tetap lanjut mencari yang lain, kita sudah putus kontak sejak semalam jadi pergilah.” “Tidak kapten.” “Ini perintah! Menunggu bantuan pun tidak tahu kapan akan kembali turun, lebih baik selamatkan diri kalian.” “Kap.. “ “Kalian lihat dia,” menunjuk Ayu yang bergetar ketakutan. “Dia butuh pertolongan, jadi pergilah.” Ali dan yang lain saling bertatapan kemudian mengangguk, “Yes kapten.” “Bagus. Kemarilah,” kapten Halim memperlihatkan petanya yang ia dapat dari atasan entah itu benar atau tidak. “Lihat, satu titik di jalan ini hanya beberapa, kalian bisa kesana dan medical center sekarang ini paling aman.” Lanjut beliau kemudian menunjuk satu mobil terlihat kokoh di seberang jalan. “Kesana sekarang.” Perintahnya dan mereka pun melangkah pergi. Walau memakai senapan, mereka tak sedikit melakukan perkelahian jika di perlukan seperti sekarang. Merasa tidak memungkinkan untuk Ayu berjalan, kapten Halim menarik Ayu untuk naik ke punggungnya. “Naik nak.” Ucapnya, Ayu mengangguk mengalungkan tangannya erat, pria setengah baya itu mengikat dirinya bersama Ayu agar gadis itu tidak jatuh jika sewaktu-waktu dia lelah bergelantungan. Berada dalam gendongan Ayu memejamkan mata terus berdoa berharap mereka selamat, sementara itu mereka mendapat serangan dari para mutan. Karna serangan tiba-tiba itu ada yang harus mengorbankan diri, kapten Halim langsung memukul kepala mutan yang menggigit pergelangan tangan salah satu anggota lain. Terkejut mendapat gigitan, mata pemuda itu berkaca-kaca mengingat orang tuanya. “Hei sadarlah, kamu harus melawannya.” Sentak kapten Halim menyadarkan anggotanya agar tidak melamun. Satu penyesalan kapten Halim, ia mengira perintahnya ini tidak ada korban lagi namun ternyata satu persatu anggotanya menjadi bagian dari mereka. Ali berusaha sekuat tenaga, pemuda yang mendapat gigitan itu perlahan berubah, sebelum berubah total ia menatap Ali yang berusaha melawan mutan. “S-senior, anda harus selamat agar menyampaikan pesanku pada ibu kalau putranya bangga menjadi bagian dari tim.” Menarik kalung tandapengenalnya setelah itu matanya pun perlahan berubah putih tak ada hitam. “Arrgghh.. sial!” Ali berteriak kesal melihat rekannya lagi-lagi gugur. Mereka semakin mendapat serangan, Wahyu lebih dulu tiba di mobil dan menghidupkan yang sialnya mobil itu malah macet. “Ali naik sekarang! Kalian naik cepat!” perintah kapten Halim membuka pintu mobil menurunkan Ayu, lalu menarik anggotanya yang tersisa mendorongnya masuk kemudian menutupnya tanpa ikut naik. “Wahyu, go!” teriaknya di luar mobil sesekali mendorong mobil. “Kapten!!” mereka berteriak dari dalam ketika sang kapten di lompati dari arah samping, pria setengah baya itu terseret menjauh dari mobil. Ali yang melihat itu berinisiatif keluar tapi sebelum itu iya menarik kalungnya dan menaruhnya di telapak tangan rekannya. “Se-senior.. “ “Kalian harus selamat, saya serahkan Ayu pada kalian. Wahyu, jangan berhenti apapun yang terjadi kalian harus sampai di tempat.” Ali beralih pada Ayu, merogoh saku celananya menatap gadis itu, “Ini foto istri abang dan juga calon anak bang Ali. Kalau suatu saat nanti Ayu bertemu mereka, sampaikan kalau sata sangat mencintai dan menyayangi mereka.” Ayu perlahan terisak memeluk Ali, “B-bang Ali hati-hati, Ayu berharap abang sendiri yang ngucapin semuanya sendiri. Ayu yakin kita akan selamat, Ayu berdoa untuk kalian semua.” “Terimakasih cantik. Jangan nangis, hem.” Ali mengusap air mata Ayu dan tak lama mobil pun hidup. “Ingat, kalian semua harus selamat dan membawa semua ini kembali.” Ali hormat begitu juga yang lain setelah itu ia keluar dari mobil dan menepuknya sekali sebelum berlari ke arah sang kapten yang sudah tak berdaya. “Kapten!” menarik sang kapten untuk bangun, di dalam mobil mereka hanya bisa menunduk meninggalkan sang kapten dan rekan mereka. “Apa yang kamu lakukan bodoh!!” kapten Halim menyentak kedua tangan Ali. “Melakukan tugasku sebagai abdi negara tidak peduli dengan apapun karena ini sudah tugasku sebagai prajurit kapten.” Mendengar hal tersebut sang kapten terdiam berkaca-kaca merasa bangga dengan pengabdian semua anggota. Keduanya tersenyum sebelum saling memunggungi menahan serangan para mutan. Di tempat lain seorang pemuda kembali mengalami kesulitan, dia kembali ke tempat orang tersayangnya berubah seperti mereka. dadanya sesak ketika melihat bayangan orang tuanya di antara kaca toko tempat pertama dia bersembunyi. Kedua kesayangnya itu tetap saling bersama walau sudah tak saling mengenal lagi. Hal itu membuat d**a Tiger seakan sesak rasanya ingin meledak karena begitu menyesakkannya melihat keadaan mereka. “Hiks.. i-ibu, Tiger kehilangan Niko. Anak nakal itu pergi tanpa pamit, kalau kalian mendengar ini pasti akan mengomeli Tiger karena tak becus menjaga adiknya sendiri hiks.. maafkan Tiger.” Tiger menekan dadanya menggigit bibir untuk meredam suaranya. “Apa Tiger perlu ikut dengan kalian? Lalu bagaimana dengan Niko? Siapa yang akan menemaninya nanti? Aku merindukan kalian.” Perlahan mengumpulkan akal sehatnya menyeka lelehan air matanya merogoh saku celana meraih hp lalu mengirim pesan ke Niko. [Gue ketemu mereka. lo tau mereka tetap bersama walau tak saling mengenal lagi, itu ngebuat gue berpikir untuk nyerah.] [Jaga diri lo dek, sorry kalau gue gak berguna jadi abang dan anak tertua di keluarga kita.] [Geli sih tapi gue pengen ngomong ini sebelum pergi, gue sayang lo, gue bangga punya adik dokter hebat kayak lo.] Alien sok pintar sedang mengetik... Tiger terkekeh, mematikan hpnya kemudian melangkah pergi dari sana lewat belakang. Sementara Niko membalas pesan Tiger, sayangnya sang kakak sudah tak online lagi. [YAK! JANGAN BERANI-BERANI NGANCEM GUA SIALAN!] [JONATHAN TIGER! BALAS PESAN GUE b******n!] [Bang please jangan buat gue takut. Oke gue juga minta maaf kalau selama ini selalu aja rendahin lo, please balas.] [Bang, gue butuh lo disini.] [Alien adik lo yang sok pintar ini butuh abangnya yang pengangguran.] [BANG TIGER PLEASE!] Niko mengacak rambutnya kesal, air matanya tiba-tiba menetes. Niko menyekanya kasar kemudian mendongak menatap yang lain. “Kenapa?” tanya Jasmin melihat gelagat aneh dari Niko. “Gue harus pergi sekarang!” “Eh? Mau kemana?” tanyanya lagi mewakili yang lain. “Pengangguran yang ngehubungin gue sebenarnya abang gue sendiri dan gue malah ninggalin dia sendirian setelah nolongin gue dari mereka.” “Apa?!” Niko menunduk kembali menyeka air nya, bahunya bergetar. “D-dia tadi ketemu ibu sama ayah dan dia malah mau gabung sama mereka hiks.. gue cuma punya dia sekarang hiks.. “ Merasa kasihan Dafa mendekati Niko, merangkul pria itu. “Kalau lo kesana dalam keadaan begini, yang ada jadi santapan mereka. gue ngerti tapi yakin abang lo pasti gak akan tega ninggalin lo sendirian. Jadi.. “ “Udah biarkan aja kalau dia mau pergi.” Potong Andi. “Detektif Andi, lo terlalu.. “ “Gapapa dokter, gue duluan semoga kalian selalu bersama.” Niko meraih besi pemberian sang kakak, perlahan meraih gagang pintu hendak melangkah keluar. Braakk!! Suara mobil tabrakan entah itu terbalik atau tidak terdengar begitu jelas di telinga mereka. Niko yang hendak keluar memutar punggung ke yang lain. Andi bergeser ke depan Niko melihat keluar tidak lama terdengar suara tembakan. Mutan berlarian ke arah mobil tersebut, Andi dan yang lain segera berlari membantu. Niko yang hanya tau cara mengobati itu berusaha membantu meski dalam hati terus berdoa agar selamat sampai bertemu dengan Tiger. Sebelumnya mobil yang di tumpangi Ayu harusnya melewati jalan yang sudah di arahkan oleh sang kapten namun tiba-tiba dari arah tersebut mutan berlarian karena mengejar beberapa orang jadinya Wahyu terpaksa memutar balik mobil yang kebetulan dekat dengan tempat Niko menunggu Jaka. Yang di tunggu tak kunjung datang malah orang lain yang tiba lebih dulu. Dalam pertikaian dengan para mutan, Niko melihat anak kecil di antara mobil yang ternyata terbalik. Sekuat tenaga ia mengayungkan besi memukul kepala mutan yang menghalangi jalannya untuk sampai di mobil tersebut, meski sesekali ia harus harus terjatuh karena serangan dari arah belakang. Sama hal nya dengan Andi dan anggotanya, mereka hanya memiliki pistol yang kapan saja pelurunya akan habis itu harus menggunakan tenaga mereka untuk berkelahi. Wahyu masih berusaha mengeluarkan Ayu yang terjepit sementara ke lima temannya di seret keluar oleh para mutan. Walau begitu mereka masih bertahan seperti pesan sang kapten untuk bisa sampai ke kamp dengan selamat. “O-om hiks.. “ Ayu menangis merasa kesakitan di bagian lutut kebawah kaki. Wahyu yang mengerti hanya bisa tersenyum mencoba berucap walau terdengar lirih. “Gapapa, Ayu akan sampai di tempat tujuan biar bisa ketemu sama abang. Tahan ya, om tarik Ayunya.” “AAAAHH SAKIT!” Teriakan histeris Ayu membuat mereka sejenak berhenti namun tidak dengan Wahyu, pemuda itu masih berusaha mengeluarkan Ayu dengan hati-hati sampai Niko berada di samping kemudi. “Masih mas saya bantu.” Ujar Niko dan mendapat anggukan dari Wahyu. “A-ayu tahan ya, liat ada bantuan.” Kata Wahyu masih mencoba menenangkan Ayu, gadis kecil itu hanya mampu mengangguk sesenggukan. Kaki nya terasa kesemutan sampai-sampai tak bisa bergerak. “O-om, kaki Ayu gak bisa bergerak!” Mendengar hal itu, Niko berteriak. “Bang Andi! Gue butuh bantuan sekarang!” Andi berlari ke arah Niko dengan penjagaan yang lain. “Ayu!!” Andi terbelalak kaget melihat Ayu disana. Pantas saja teriakan tadi terdengar begitu asing, tenyata adik dari sahabatnya. “B-bang Andi kaki Ayu gak bisa bergerak hiks.. “ “Sstt.. jangan nangis ya, abang Ayu udah jalan kesini. Duta kesini cepat.” Panggil Andi dan tak lama Duta pun datang ikut membantu Wahyu lebih dulu kemudian berusaha mengeluarkan Ayu di susul teriakan dari Jasmin yang ternyata mendapat gigitan di bagian pundak. “Jasmin!!” teriak mereka. dengan mata berkaca-kaca Jasmin menatap satu persatu rekannya sendu. Dokter Dafa segera memukul kepala mutan yang mengigit Jasmin dan terlepas namun sayangnya perlahan gadis itu ikut berubah. Dengan sangat terpaksa anggota Hunter menembak kepala Jasmin seperti yang ia lakukan pada tim nya melihat gadis itu akan menggigit rekannya Dafa. Kali ini Jasmin gugur bersama tiga tim Wahyu. Mereka berhasil mengeluarkan Ayu, Andi menepuk punnggungnya agar Ayu naik, dengan bantuan Wahyu dan Niko Ayu kini berada di punggung Andi. Salah satu mutan melompat ke arah Andi namun terpental jauh setelah mendapat tembakan dari jauh, ternyata Jaka telah tiba berjalan sedikit pincang sepertinya sudah terjadi sesuatu dalam perjalanan tadi. “ABANG!!” Ayu berteriak memanggil sang abang, Jaka tersenyum haru disana dan terus menembaki mutan yang mndekati adik dan teman-temannya sesekali menembak mutan yang berlari mendekatinya. Para mutan terus berlarian melihat para mangsa berada di sekitar mereka, Niko membantu Wahyu sementar yang lain menghalau dengan tongkat dan tembakan untuk kembali ke toko. Jaka melihat arah tujuan rombongan sahabatnya terus menembak, setelah tiba di toko Andi menurunkan Ayu lalu kembali keluar membantu yang lain membiarkan Niko melihat keadaan gadis kecil itu bersama Wahyu. Tatapan Niko terhenti pada benda yang mengalung di leher Ayu. “Sebentar ya,” ujarnya mulai memeriksa keadaan Ayu namun sebelum itu ia mencari obat disana. Semakin kencang Jaka berlari semakin kencang pula para mutan berlari mengejar. “Woi, gue nih sialan!” jeritnya mendapat tembakan dari Andi untung tidak kena. “Sorry sengaja!” Andi balik berteriak membuat Jaka berdecak kesal di tengah-tengah lelahnya berlari. “Kalian masuk, biar gue yang nunggu dia disini.” Pinta Andi sediki melirik yang lain. “Tapi.. “ “Udah buruan!” sentak Andi keras tak ingin di bantah. Niko membuka pintu toko lebar agar mereka masuk, berkat dorongan Andi, Duta Dafa dan rekan Wahyu masuk ke toko meninggalkan Andi yang masih menembaki mutan di belakang Jaka. Begitu Jaka tiba di depan Andi, dari dua arah berlawanan mutan datang hendak ngejeruduk Andi kalau saja Duta dan tim Wahyu yang tersisa tak keluar menembak mereka hingga terpental jauh. Jaka sejenak berhenti tertarik oleh Andi dan semua berhasil memasuki toko swalayan tersebut. “Ayu!!” “Abang hiks.. “ Jaka memeluk adiknya erat sementara yang lain duduk sambil menghirup nafas dalam-dalam kelelahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD