Hampir dua minggu ini suasana kantor sangat tidak kondusif itu karena Bian sangat presdir dalam suasana hati yang buruk. Ia mudah sekali marah bahkan untuk kesalahan yang sepele. Penyebabnya karena sejak malam peluncuran produk Zettira, Ristie tak lagi menghubunginya, bahkan tak pernah mengangkat panggilannya. Awalnya Bian menganggap Ristie hanya ngambek yang dalam satu dua hari sudah baikan lagi, ternyata Ristie benar-benar marah padanya.
Bian tengah duduk bersama Randy di sofa yang ada di ruangan Bian, keduanya terlihat serius membicarakan sesuatu, wajah Bian terlihat kelam sementara Randy menyembunyikan senyum di wajahnya. Keduanya berbincang hampir satu jam hingga Randy keluar dari ruangan itu.
Di ruang pantry Mumut sedang menyelesaikan sarapannya setelah selesai membersihkan ruangan direksi, Hari yang baru masuk ke ruang pantry tersenyum menatapnya, di matanya gadis itu selalu terlihat menarik walau penampilannya sangat sederhana.
"Pagi, cantik.."
Mumut hanya menatapnya malas, bagi Mumut, Hari hanyalah seorang playboy yang tengah menebar pesonanya.
"Pagi, kak,"
Mumut menlanjutkan makannya tanpa memperhatikan Hari lagi, ia terlihat sangat menikmati makanan sederhana yang ada di tempat bekalnya yang hanya berupa nasi, sayur, sambal dan sepotong tempe.
Hari tak beranjak dari tempatnya walau merasa diacuhkan, ia memperhatikan gadis itu sambil tersenyum. Tak seperti kebanyakan gadis di tempat ini yang mengejarnya, gadis ini selalu berusaha untuk menghindarinya dan membuatnya makin penasaran untuk menaklukannya.
Tak lama kemudian Harti masuk ke ruangan pantry dan membuat beberapa gelas minuman dan menyuruh Hari mengedarkannya di ruang direksi, setelah itu ia menyuruh Mumut membawakan kopi untuk Bian setelah selesai makan. Dengan bersungut- sungut Hari melaksanakan perintah Harti tanpa berani menolaknya. Mumut hanya mengiyakan sambil menghabiskan makanannya.
Selesai makan, Mumut membersihkan dan mengeringkan tempat bekalnya, ia kemudian meminum segelas air putih baru kemudian membawa kopi ke ruangan Bian. Ia tahu Bian selalu uring-uringan akhir-akhir ini tapi dia tak perduli, tugasnya hanya meletakkan kopi ini di mejanya dan pergi meninggalkan ruangan itu. Ia juga tak perduli gosip yang beredar diantara karyawan tentang hubungan Bian dengan Ristie, tentang Ristie yang hampir sebulan tak pernah menapakkan kaki di tempat ini. Sebagian besar karyawan perempuan tampak senang dengan kondisi itu, kondisi Ristie tak pernah datang lagi ke ruangan Bian, mereka berharap Bian benar-benar putus dengan Ristie sehingga mereka punya peluang untuk mendekatinya.
Mumut melewati meja sekretaris dan tersenyum pada gadis itu, Via menyuruh Mumut untuk langsung menuju ruangan Bian. Mumut kemudian mengetuk pintu dan walau tak mendapat jawaban apapun ia tetap memasuki ruangan itu. Bian tengah berdiri di samping jendela memperhatikan keluar dan seperti biasa tak pernah memperdulikannya. Mumut melanjutkan jalannya menuju meja Bian meletakkan kopi di sana, sekilas tatapannya tertuju pada benda berwarna merah muda dengan desain yang cantik dan mewah. Mumut menduga benda itu pastilah sebuah undangan pernikahan, ia tersenyum tipis membayangkan seandainya Andika melamarnya, Mumut merasa yakin undangan yang bisa mereka sebar hanyalah sebuah undangan sederhana bukan undangan mewah seperti yang dilihatnya. Tanpa sengaja Mumut membaca nama yang tertera di sana, Mumut menjadi terkejut, Ristie! Pantas saja bos selalu uring-uringan karena dia ditinggal kawin!
Mumut segera bergegas keluar dari ruangan Bian, memikirkan tentang Andika hatinya menjadi hangat, ia merindukan cowok itu karena sejak pertemuan di halte itu, ia belum pernah bertemu Andika lagi.
Mumut segera meletakkan nampan di pantry dan menuju mushola untuk melakukan sholat dhuha.