Tak sampai satu jam kemudian, mereka sudah sampai di kediaman Bian. Rumah besar bertingkat tiga dengan gaya eropa yang mewah itu berdiri megah di kawasan elit kota ini. Di halaman depan terdapat taman yang luas dengan berbagai tanaman dan sebuah kolam ikan koi yang cukup luas juga yang membuat rumah itu terlihat asri. Di rumah ini mama Bian tinggal sendiri ditemani beberapa asisten rumah tangga dan sopir, juga satpam.
Mumut memandangi rumah itu dengan takjub. Rasa gugup yang datang dari tadi membuat tubuhnya gemetar, Ia tak tahu harus bersikap bagaimana kalau nanti bertemu mamanya Bian.
Bian menggandeng tangan Mumut menaiki teras rumah dan memencet bel. Seorang asisten rumah tangga membuka pintu dan memberi salam pada mereka. Perempuan itu menatap Mumut dengan pandangan takjub sekaligus penuh tanya tanya tapi dia segera menunduk karena tatapan mematikan Bian menghujamnya. Tampaknya si bibi penasaran dengan Mumut karena biasanya Ristie yang selalu Bian ajak kemari.
"Mama di mana, Bi?" tanya Bian dingin.
"Di ruang tengah, Mas. Ibu sudah menunggu Mas Bian dari tadi." sahutnya sambil sesekali mencuri pandangan ke arah Mumut.
Bian segera menggandeng Mumut ke ruang tengah dan menemukan mamanya tengah duduk di sofa sambil membaca gadgetnya. Perempuan itu terlihat sangat cantik dan terlihat seperti baru berumur empatpuluh tahunan, wajahnya hampir Mario seperti Bian. Mama tersenyum saat melihat kehadiran mereka, wajahnya sedikit mengernyit saat melihat gadis yang datang bersama Bian. Bian segera memeluk mamanya dan perempuan itu membalas pelukannya serta mencium pipi kiri kanan Bian dan melakukan hal yang sama pada Mumut yang membuat gadis itu tertegun dan merasakan kehangatan cinta keluarga itu.
"Ini Mutiara, Ma," Bian memperkenalkan Mumut pada mamanya.
Mama kembali menatap gadis itu, tersenyum, Mumut merasa sangat gugup dadanya seperti hendak meloncat keluar saat merasa tatapan mama Bian seperti menelanjanginya, Ia tersenyum canggung.
"Nama yang cantik, secantik orangnya," mama membelai wajah Mumut yang bersemu merah.
"Terimakasih, tante."
"Masih kuliah atau sudah kerja?"
"Dua-duanya, ma." kali ini Bian yang menjawab."Mutiara lagi skripsinya, sebentar lagi selesai."
Mumut hanya tersenyum.
Seorang asisten rumah tangga datang membawa beberapa cangkir teh dan cemilan. Mama segera menyuruh mereka untuk meminum teh dan menikmati cemilan.
Bian kemudian mengutarakan niatnya untuk menikah dalam minggu ini, mama terkejut tapi juga senang karena Bian akhirnya memutuskan untuk menikah bukan dengan Ristie. Sebenarnya selama ini mama tidak setuju Bian menjalin hubungan dengan Ristie karena gadis itu terlalu mendominasi anak lelaki satu-satunya itu. Ristie tak pernah menghargainya sebagai orang tua Bian, dia hanya bersikap baik padanya bila Bian ada, tapi karena Bian terlalu mencintai gadis itu maka dia membiarkan saja Bian bersama Ristie. Mama hanya berharap Ristie mencintai Bian setulusnya dan suatu saat akan berubah. Tapi Mama juga terkejut dengan keputusan Bian untuk segera menikahi gadis di depannya karena sebulan sebelumnya Bian masih bersama Ristie. Mama menatap keduanya bergantian, dia melihat wajah gadis Mumut yang gelisah dan terlihat sangat gugup sementara Bian tersenyum penuh percaya diri.
"Kamu serius???"
"Serius, ma! Kami akan menikah minggu ini, aku sudah menyuruh Randy mengurus semuanya."
"Apa karena kalian....?*
" Tidak, Ma. Kami tidak seperti yang mama kira. Kami baik-baik saja, Mumut tidak hamil," Bian menggenggam tangan Mama dan mengelusnya. "Percayalah, Ma,"
Mama kembali menatap Mumut dan melihat gadis itu mengangguk.
Melihat hal itu Mama merasa percaya dengan apa yang dikatakan Bian. Setelah berfikir berapa lama mama akhirnya setuju apalagi umur Bian hampir tiga puluh tahun.