Hadiah terakhir

1438 Words
Pada akhirnya dengan berat hati dia harus meninggalkan rumah keluarganya untuk menetap sementara di negara tetangga sesuai dengan keinginan bosnya. Steve menerima tawaran dari pak Handoko. Dengan jaminan jika selama tinggal di sana seluruh kebutuhannya akan pria tersebut tanggung. Meskipun dia kaya. Tapi jika sudah urusan pekerjaan, Steve cukup perhitungan juga dengan bos nya tersebut. Leoni yang ada disamping ibunya untuk pertama kalinya juga jadi ikut-ikutan menangis sesenggukan saat melihat abangnya akan pergi. Dengan air mata yang kali ini cukup tulus. Rupanya perempuan tersebut cukup serius menangisi kepergian kakaknya. Sambil berkacak pinggang, dia memarahi Steve, agar pria tersebut memikirkan ulang keputusannya. "Baang, lu yang bener aja kenapa ! Serius, tega banget ninggalin gue sama mereka ? Jahat banget sih jadi kakak, Paling enggak kalo lu tetep stay di sini kan gue masih bisa tenang. Ini malah bukannya bantuin adiknya malah lu tinggalin gue sendirian sama dua orang ini, Hiks, Hiks, Hiks,... Jahat banget sih lu bang." Tunjuknya. Dasar anaknya ini anak durhaka. Ibunya yang melihat kelakuan konyol anaknya langsung menoyor gemas dahi perempuan tersebut. Lalu beralih memeluk Steve yang saat ini hanya menyipit melihat kelakuan kumat adik bungsunya. "Emang sekata-kata aja adek kamu satu ini. Dah jangan dengerin dia sayang ! Kalo kamu emang mau pergi, Gapapa kamu pergi aja kita di sini gak ada yang keberatan. Asal kamu bisa jaga diri ! Sama jangan lupa pulang ke rumah kalo kamu ada penerbangan kesini !." Bisik ibunya dijawab anggukan patuh oleh putranya Steve. Steve juga berpamitan pada ayahnya. Ayahnya Steve jujur kecewa dengan keteguhan hati putranya. Maunya dia jika Steve meneruskan perusahaan milik keluarganya, tapi jika keputusan putranya sudah bulat, Mau dibujuk sekeras apapun, ayahnya hanya bisa pasrah lalu menerima keputusan tersebut dengan lapang d**a. "Inget tawaran daddy masih berlaku. Kalo kamu berubah pikiran, datang ke rumah ! nanti daddy siapin posisi yang bagus buat kamu di kantor." Plak. Ibunya langsung menggeplak keras punggung kokoh suami gemblungnya. Steve memeluk semua keluarga sebelum meninggalkan area perumahan. Leoni dari belakang sana menangis meraung-raung. Dia meneriaki nama abangnya. Sambil mengeluarkan sumpah serapah. Awas saja jika laki-laki sialan tersebut tidak segera pulang dan memilih untuk menetap selamanya di negara tersebut. "Gue bakalan ancurin jepang kalo lu gak pulang. DENGER GAK LU BANG ?!." Teriaknya sambil mengarahkan jari tengah kearah mobil jemputannya Steve. Steve yang dari awal memang niatnya tidak berencana membawa kendaraan satupun ke sana. Jikapun suatu saat nanti dia membutuhkan kendaraan untuk pulang pergi di negara barunya, dengan nominal uang yang ada di rekeningnya, sekelas 'Porsche' masih bisa dengan mudah Steve dapatkan. Yang dilakukan pria tersebut juga hanya tersenyum tengil saat adik kesayangannya melayangkan jari tengahnya kearah mobil yang ditumpangi oleh Steve. Steve lanjut duduk bersandar untuk melihat notifikasi apa yang saat ini muncul di ponselnya ?. Pesan dari Christ yang pertama kali dia lihat dan memenuhi layar. Steve melihat pesan tersebut. Di sana rupanya Christ mengirim sebuah undangan elektronik dimana pernikahan putrinya Thania dan juga Jayden akan dilaksanakan bersamaan setelah Steve tinggal di negara barunya. "Sial. malah gue lupa pamitan ke mereka." Sesalnya. Jika sudah seperti ini dia yakin keluarga besar tersebut akan marah besar dengan ulahnya. Segera setelah dia sadar Steve menghubungi sahabatnya tersebut untuk mengatakan permintaan maafnya. Awalnya tidak diangkat, pada deringan ketiga. Pria tersebut menerima panggilannya disusul dengan sumpah serapahnya karena Steve tanpa pamit tiba-tiba sudah pergi menuju bandara lalu mengatakan akan tinggal sementara di jepang. "Sialan. Kelakuan b*****t lu dari dulu gak pernah berubah. Gue kena musibah lu malah pindah ? Seenaknya aja lu. Dasar setan. Tai." Makinya seperti dugaannya. Christ marah. Dia menolak apapun penjelasan dari Steve. Menurutnya keputusannya tersebut benar-benar keputusan yang gegabah. Akibat dari ulahnya, dia jadi bingung harus pada siapa lagi dia meminta pertolongan ?. "Serah lu b*****t. Lu udah terlanjur gue apus dari daftar keluarga gue pokoknya. Gak ada akhlaknya banget di situasi kaya gini bukannya bantuin malah pergi. Setan lu. Jauh-jauh sana lu pergi ! Jangan sampe ni mata liat lu ada di negara ini !." Bentaknya lagi. Sepertinya kesalahan Steve kali ini benar-benar sudah mengacaukan perasaan Christ. Christ menutup telpon tanpa sedikitpun mendengar penjelasan lanjutan dari Steve. Jika sudah semarah ini. Dia datang ke kantornya pun tidak akan mungkin berhasil, jadilah dia memilih untuk tetap berjalan saja, toh pada akhirnya tanpa hadirnya dia di pernikahan tersebut pernikahannya Thania tetap akan berjalan dengan lancar. Beda lagi ceritanya jika dia memilih untuk tinggal di ibukota bukannya segera berangkat ke Jepang. Kerjasama antara maskapai tempatnya bekerja dan juga pihak sana dipastikan akan terancam selesai karena permasalah yang dialami dibiarkan berlarut-larut, tidak segera mereka selesaikan titik temu permasalahannya. Sampai mobil yang ditumpanginya tersebut benar-benar sampai didepan pintu masuk menuju bandara. Steve melihat layar jendela ponselnya sekali lagi tetap tidak ada satupun jawaban atas permintaan maafnya dia dan juga bingkisan yang pria tersebut berikan pada keluarganya Christ. Entah mungkin bingkisan tersebut yang belum sampai atau memang tidak diterima dengan baik oleh penerimanya ? Selesai menapak, hendak masuk lebih jauh lagi kedalam area bandara. Dari arah samping, siluet seseorang yang sangat dia kenal tiba-tiba saja menarik tangannya. Lusi menarik tangan Steve menuju area yang lebih sepi. Mendapatkan kabar jika pria tersebut akan pindah negara demi mengurusi kekacauan yang ditimbulkan oleh salah satu FO maskapainya. Perasaan takut sekaligus was-was pria tersebut berpaling tiba-tiba menyeruak begitu saja. Lusi mencium brutal bibir Steve. Tangannya dia gunakan untuk menangkup kedua pipinya. Bukannya membalas yang dilakukan Steve malah mendorong pundak Lusi lalu mengelap bibirnya. "Kamu,.." Cegahnya. Sedangkan Lusi hanya bisa menatapnya nanar lalu mengerjapkan lucu kedua bola mata bulatnya. "Steve. Ayo lakukan sekali lagi ! Aku mana tau kita bisa ketemu laginya kapan ? Satu menit asal kamu mainnya cepet, abis itu aku janji, sedikitpun aku gak bakalan larang kamu buat pergi." Ngaco. Memang dipikirnya, pergi atau tidaknya Steve tergantung pada keputusannya Lusi ? Malas berdebat, ditambah memang kondisi jadwal keberangkatannya yang sebentar lagi akan tiba. Steve mencoba untuk mengabaikan tingkah konyol Lusi. Dia menarik kopernya kearah samping. Lusi yang memang tahu pergerakan pasangannya, dengan secepat kilat dia ambil alih koper tersebut. Lalu dia arahkan pria pemilik kopernya untuk mengikuti pergerakan dari Lusi menuju kearah toilet. "Sebentar aja ! Ini udah paling aman kok. Toilet disini jarang ada yang pake. Ayolah ya,...! Sekaliii aja ! Please,... Sayang, yah ?!." Bujuknya sambil dia memepetkan tubuh Steve agar masuk kedalam bilik toilet. Lusi langsung mengunci rapat pintu toilet tersebut setelah pria tercintanya berhasil masuk. Tanpa banyak basa-basi dia lucuti seluruh busananya. Lalu menggelayutkan diri. Melingkarkan kakinya dipinggang Steve sembari berusaha membuka kemejanya agar bisa dia gesekan dengan p******a ranum miliknya. "Akh,.." Begitu sudah berhasil terbuka lalu menempel lembut dengan p******a ranumnya. Steve sejak awal hanya diam saja. Disini yang bergerak hanya Lusi. Dari mulai dia melucuti seluruh busana Steve, sampai dia berjongkok dan membangunkan birahi pria tersebut agar mau bersetubuh dengan dirinya. "Akh. Ayolah sayang ! Jangan ditahan-tahan ! Anggap ini percintaan terakhir kita ! Aku buat kamu gak bisa lupa sama service dari aku,... Euugghhh,... Ayo Steve ! Sayangh,..." Benar-benar memaju mundurkan benda berurat tersebut timbul tenggelam di mulut mungilnya. Steve mengerang disela-sela pertempuran batinnya. Awalnya biasa, Lama-lama setan dalam dirinya berontak juga lalu menarik Lusi, membantingnya, agar dia bisa pepetkan diujung dinding. "Eugghh,..." Lenguh Lusi. Ketika bibir tipis Steve mengincar dua buah p******a kenyal didadanya. Steve menghisap kesetanan dua buah tersebut. Gerakannya yang kasar membuat Lusi semakin belingsatan. Mereka beralih dari posisi biasa orang bercinta menuju gerakan-gerakan ekstrem yang lainnya. Satu kaki Lusi dia luruskan dengan posisi wanita tersebut berada diatas pangkuan, sementara kejantannya menerobos masuk diikuti kepala wanita tersebut yang menengadah kebelakang sehingga p******a ranumnya bisa dengan mudah dieksplor oleh pria pujaannya diikuti bagian bawahnya juga yang terus menggenjot dan memaju mundurkan miliknya dilubang hangat milik Lusi. "Aegghhh,... Steve,... Sayang. Akh,.. Terus ! Faster honey ! I wanna c*m, Honey,... Faster ! Faster Please,... Honey. SAYAAAANG." Teriaknya dengan pergerakan Steve yang semakin lama semakin brutal. Steve dan Lusi memenuhi ruangan sempit tersebut dengan suara erotis yang ditimbulkan oleh kegiatan b***t mereka berdua. Awalnya hanya berniat mencoba sekali saja. Lama-lama dia ketagihan juga sampai penerbangan pertamanya harus dia lewatkan digantikan dengan penerbangan yang selanjutnya dan itu di jam yang berbeda. "Sial. Gara-gara kamu saya jadi ketinggalan pesawat. Tanggung jawab kamu ! Saya jadi harus nunggu sampe malam baru bisa berangkat." Ketusnya. Yang dia tahu tanggung jawab yang dimaksud adalah dengan cara mengembalikan lagi pesawat yang tadi berangkat putar arah lalu menjemput balik dirinya. Yang dipikirkan Lusi malah hal sebaliknya. Selesai mereka memakai busana Lusi menarik kembali Steve untuk pergi ke apartemen miliknya. Karena apartemen milik Lusi merupakan apartemen terdekat dibandingkan apartemen milik yang lainnya. Termasuk Steve. Setelah mereka sampai. Tentulah, tanpa perlu kita tebak juga kalian semua pasti paham, apa yang setelah ini mereka lakukan di apartemen kecil tersebut ?.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD