Kasih love ya untuk tulisan author yang ini. Jangan lupa nantikan untuk cerita yang lainnya juga.
"Kak Kinaaaarrr..." suara melengking itu mampu membuat Argi tersenyum ketika anaknya berlari menuju ke kamar Kinar yang sedangkan istirahat. Tidak bisa dihentikan langkah kecilnya tapi sangat gesit itu oleh gerakan Argi sekalipun langkahnya begitu panjang sebab kaki jenjangnya. Namun, Elena yang sangat rindu dengan sikap manjanya pada Kinar tak membuat Argi keberatan jika anaknya masuk ke kamar gadis itu.
Ralat, bukan gadis lagi. Kekeh Argi yang kemudian mengikuti langkah ke mana anaknya pergi.
Perlahan dia membuka pintu yang ditutup dengan keras tadi oleh Elena. Langkah Argi berakhir di kamar Kinar kemudian dia menutup pintunya lagi dengan begitu pelan. Melihat perempuan kesayangannya sedang duduk sambil bersandar dengan selimut yang menutupi setengah tubuhnya dan tersenyum ketika Elena naik ke atas pahanya.
Ingat dengan kejadian semalam dan juga kejadian tadi pagi yang mungkin sangat mengerikan bagi Kinar. Tapi, begitu menyenangkan bagi Argi ketika dia bisa mendapatkan apa yang dia mau. Apa yang sudah membuatnya tersiksa dengan keteledoran di kolam renang kala itu. Kenyal dan membuat sinyal langsung tegak ketika berdekatan dengan atau bersentuhan langsung dengan Kinar.
Argi duduk dipinggiran ranjang ketika anaknya berceloteh sedari tadi menanyakan kabar Kinar yang dari pagi sampai malam begini masih setia berada di ruang tidur. Ya, Argi memang pulang malam hari dengan Elena karena ulah mamanya yang memaksa untuk jalan-jalan bersama dengan Alisya dan juga Elena. Besar kemungkinan juga jika Alisya akan datang ke rumah mereka nantinya. Mengingat bahwa mama Argi pernah jujur jika yang dibawa Argi malam itu merupakan pengasuh Elena—suatu bencana bagi Argi.
"Sudah baikan?"
Wajah Kinar bersemu ketika Argi bertanya demikian. Mengingat bagaimana percintaan panas itu pernah terjadi semalam. Dan juga tadi pagi. Kinar menerima dengan baik sentuhan-sentuhan itu. entah, apa yang terjadi nantinya Kinar tidak tahu. Dia mengelus kepala Elena ketika gadis kecil itu menempel pada perutnya dengan tatapan yang begitu hangat. Anak kecil ini—sangat sulit untuk ditinggalkan.
"Aku baik-baik aja," jawaban singkat tanpa mengalihkan pandangan Kinar kepada Argi yang sedari tadi memandanginya.
"Kak Kinar nggak boleh sakit," pinta Elena yang kemudian memeluk perempuan itu dengan penuh kasih sayang. Sama, Kinar juga tidak ingin sakit. Sebenarnya dia tidak sakit demam atau apa. Tapi sakit? Ah bukan sakitnya tuh di sini. Melainkan sakitnya di sana. Ya, di sana.
Rasanya dia tidak ingin jika lama-lama bersama dengan Argi karena ingatakan semalam mampu mengacaukan pikiran Kinar yang tadi sudah seharian bisa lari dari pria itu. harus punya keberanian yang besar lagi untuk bertemu Argi. Sayangnya, justru tidak ada tempat lain untuk pergi karena mereka tinggal bersama. "Kak, Elena bobok sini, ya?"
"Sayangnya Kak Kinar ngantuk?"
"Ya, Elena ngantuk. Mau bobok sama Kak Kinar. Boleh ya? Papa juga bobok di sini sama Elena dan Kak Kinar! Soalnya Kak Kinar kan sakit,"
Argi menyeringai begitu perintah anaknya terdengar sangat memelas. Argi bukannya tak ingin menuruti. Tapi, dia butuh waktu bersama dengan Kinar bicara empat mata. Atau—entahlah.
Perlahan, Elena tidur dengan begitu lelap diatas perut Kinar yang tadi menyandarkan tubuhnya disandaran ranjangnya sambil mengelus kepala gadis kecil itu dengan lembut. Elena tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari mamanya. Rasa takut kehilangan pasti akan terasa ketika Kinar jauh. Maka, Elena akan mencari bahkan Elana akan meminta Kinar untuk dijemput ketika perempuan itu pulang untuk menikmati libur bekerjanya menemani neneknya yang ada di kampungnya.
Tangan Kinar dengan begitu cekatan mengelus kepala Elena hingga tertidur pulas di atas perutnya. Kasih sayang yang diberikan juga begitu tulus sehingga tidak pernah didengar oleh Argi sendiri perempuan itu membentak atau memarahi anaknya. Apalagi memukul. Itu sangatlah mustahil. Gaji? Tidak peduli berapa gaji yang diminta oleh Kinar. Pasti dia akan memberikannya dengan tulus. Tapi sayangnya perempuan itu selalu menolak dan meminta gaji yang sudah sewajarnya diberikan.
Andai saja Kinar minta mobil? Argi tidak akan menunggu besok. Hari ini, bahkan detik ini juga dia akan menuruti permintaan perempuan yang sudah merawat anaknya dengan sangat baik. Rasanya, ini sangatlah adil untuk menuruti. Tapi, Kinar tidak pernah meminta hal yang banyak.
Tangan Argi tiba-tiba menyusup untuk menyatukan tangannya dengan tangan kiri Kinar dan menyatu sempurna hingga Kinar melirik dengan pelan ke arah Argi. "Mengenai pertanyaan aku tadi pagi, jawaban kamu apa?"
Wajah Kinar merah ketika dia ditanya lagi mengeni jawaban tadi pagi saat Argi meminta untuk dia menjadi mama sambung anaknya. Kinar sangat mau, apalagi untuk pria sebaik Argi. Sayangnya, dia merasa tidak pantas. Dari segi materi, apalag banyak hal yang tidak bisa membuat Kinar berada di sisi pria ini.
"Kamu nggak mau?" tanya Argi sekali lagi.
Lamunan Kinar akhirnya tersadar ketika Argi bertanya entah untuk kesekian kalianya. "Pak," Kinar gugup tapi Argi semakin erat menggenggam tangan Kinar. "Apa yang kita lakukan itu salah."
Argi terdiam sejenak. "Apa salahnya? Apa kamu nggak bisa terima kalau saya adalah, duda?"
Kinar menggeleng. Bukan itu alasannya, tapi karena mama Argi pasti akan menolak sangat keras. Pendidikannya apa? Sampai berani untuk mendekati Argi? Soal semalam, dia tidak tahu harus berkata apa. Karena dia yang terpengaruh obat perangsang yang dia minum sehingga membuat Kinar harus ekstra bersabar karena menahan panas dan akhirnya berakhir diranjang.
"Bukan karena kita pernah ngelakuin itu semalam... tapi terlebih karena saya memang sudah sayang sama kamu sejak lama." Jelas Argi yang berharap bahwa tidak ada penolakan sama sekali dari Kinar.
Pelukan, serta tangan lembut itu tentu terasa begitu nyaman baginya. Tidak ada celah bagi orang baru untuk masuk lagi ke dalam hidup Argi selain mempertahankan Kinar di sana. Argi sangat jatuh hati kepada perempuan yang ada disebelahnya. "Pak, tapi—"
"Kamu punya pacar?"
Kinar menggeleng cepat. "Bukan itu,"
"Terus apa?"
"Karena saya nggak bisa, Pak." Tangan Argi mengendur dan melepaskan tangan Kinar dengan perlahan. Penolakan? Itu artinya Kinar memang tidak mau untuk mempertahankan dirinya sekarang. Kinar memang tidak mau dengannya hanya karena dia duda? Tapi percayalah bahwa dia bukan pria b******k yang menebar benih di manapun itu. dia hanya melakukan hubungan itu, dua kali. Pertama dengan mama Elena. Kedua, hanya dengan Kinar—itu saja.
Argi menurunkan kakinya yang tadi sejajar ketika bersandar di dekat Kinar. "ya, saya nggak maksa kamu. Kalau kamu memang nggak mau, saya nggak apa-apa."
Tangan Kinar hendak menahan. Tapi tidak bisa dilakukan karena sudah berada pada jarak beberapa sentimeter, sedangkan diatas perutnya ada bocah yang sedang tidur dengan nyenyak.
Dengan perasaan yang sedikit berat. Kinar takut jika Argi marah. Pada dasarya, dia jauh lebih sayang terhadap pria itu. banyak kebaikan yang dilakukan oleh Argi. Terutama pada neneknya yang sering sakit. Tidak jarang pria itu mengunjungi sang nenek ke rumah sakit dan memintanya mengajak nenek ke rumahnya. Tapi Kinar menolak sebab sang nenek tidak mau dibawa ke kota.
Pelan, Kinar menurunkan Elena yang tidur tadi di atas perutnya. Saat dia menurunkan Elena, tangan anak itu memeluknya seolah takut kehilangan. "Mama," panggil anak itu dengan sangat ketakutan. Apakah Elena mimpi buruk tentang mamanya? Kinar mencium kening anak itu.
"Mama di sini sayang," entah setan apa yang menghampiri Kinar sampai dia dengan beraninya mengaku sebagai mama dari Kinar dan kini sedang memeluk anak itu dengan sangat nyaman. "Maaf." Lirihnya dan mengelus pipi Elena.
Ditengah malam terdengar suara petir yang sangat mengejutkan bagi Argi sebab terdengar tangis Elena yang memang takut dengan suara petir hingga dia terbangun. Listrik juga mati yang memaksa Argi bangun dari tempat tidur dan mengambil ponselnya untuk menerangi ruangan untuk bisa keluar dari dalam kamar dan menghampiri kamar yang ditempati oleh Kinar dan Elena.
Saat dia masuk ke kamar Kinar. Dia melihat anaknya memeluk Kinar dengan erat dan juga Argi yang menghampiri anaknya dan melihat juga bahwa Kinar memeluk anak itu.
Baru saja Argi duduk dipinggiran ranjang. Elena sudah berhamburan ke pelukannya karena takut. "Papa bobok sini ya! Elena takut," isak anaknya.
"Kita bobok di kamar Elena, ya, sama Papa juga,"
"Nggak mau. Elena mau sama Papa juga di sini." Pinta Elena yang kemudian Argi menatap Kinar dan kemudian mendapat anggukkan dari perempuan itu.
"Ya udah, kita bobok di sini sekarang sayang," ucap Argi yang akhirnya mengalah.
Argi membiarkan Elena tidur disamping Kinar. Pagi itu, dia terbangun dengan posisi memeluk Kinar dengan sangat nyaman. Ingin rasanya tidur lagi dan berharap bahwa malam tidak akan berganti pagi seperti sekarang ini agar dia bisa memeluk Kinar dengan leluasa.
Kinar bergerak dan berbalik. Begitu perempuan itu berbalik, mata mereka bertemu dan menyunggingkan senyuman pada bibir Argi. "Selamat pagi," sapa Argi yang membuat Kinar terkejut dan mundur. "Hati-hati ada Elena dibelakang kamu!" peringat Argi yang kemudian perempuan itu bangun dari tempat tidurnya yang juga membangunkan Elena.
Sejenak Kinar berhenti dan anak itu justru tidur lagi. Arti yang melihat anaknya mungkin mengerti dengan situasi seperti sekarang ini. dia menarik Kinar ke dalam pelukannya. "Yang semalam,"
Wajah Kinar merah pagi itu. ia mencoba menghindar. Tapi Argi menolak. Apa perempuan ini lupa bahwa mereka kemarin sudah mandi bersama? Apa perempuan ini juga lupa bahwa kemarin pagi mereka sarapan dengan tubuh indah mereka bersama.
"Kinar, sara serius dengan ucapan saya waktu itu."
"Kasih saya waktu untuk jawab semuanya, Pak,"
"Bisakah kamu panggil saya tanpa embel-embel, pak lagi? Seperti malam itu?"
"Rasanay sangat tidak sopan,"
"Kamu milik saya. Apa yang nggak sopan?" Argi mencoba mencari jawaban dari tatapan itu. posisinya kali ini Kinar tepat berada di atas dadanya tanpa dia mau lepas lagi. "Saya serius, sumpah,"
Kinar memberontak ingin lepas dari pelukan Argi. "Elena bangun kalau kamu ngamuk. Apa kamu mau diganggu saat obrolan kita serius seperti sekarang ini?"
"Pak, Elena lagi tidur. Saya mau mandi,"
"Bareng?"
"Nggak," jawaban singkat itu membuat Argi tersenyum. "Kenapa nggak mau? Lupa kalau kemarin kita—" wajah Kinar langsung merah seperti tomat matang yang kali ini mungkin ingin menoyor Argi. "Kenapa? Saya cuman ingetin,"
"Tapi saya nggak suka,"
"Kenapa? Bukannya kita lakukan atas dasar suka sama suka?"
Kinar menyeringai. Mungkin ini sangat menjijikkan. Tapi karena Argi tidak mengenakan baju yang saat ini juga dia berada di atas d**a pria itu. senyuman licik tercipta dari bibir Kinar dan mulai melakukan aksinya. Entah ini akan sangat menjijikkan atau mungkin memang benar-benar menjijikkan bagi Kinar. Tapi dia mulai untuk mencium, memainkan p****g Argi dengan lidahnya dan menghisapnya hingga terdengar suara erangan dan tangannya mengelus d**a Argi juga. "Terus Kinar! Ssshhhh, ah. Kamu punya nafsu besar juga ternyata," puji Argi yang waktu itu Kinar meraba bahwa Argi benar-benar sudah dalam keadaan terangsang dan ia merasakan milik Argi sudah mengeras begitu dia tidak sengaja menyentuh tepat di bagian itu.
Kinar sudah mengambil ancang-ancang begitu Argi mengendurkan pelukannya.
Kinar berlari meninggalkan tempat tidur dan berlari ke kamar mandi lalu mengunci dirinya sendiri di sana. Takut jika Argi akan marah sekarang. Karena dia memang ingin lepas dari pelukan Argi.
"Kinar, kamu yakin nggak tanggungjawab?"
"Pergi, Pak! Saya nggak mau lihat, Bapak!"
Argi mengerang dari luar ketika melihat miliknya sudah mengeras bahkan Kinar sendiri yang membangungkannya tadi. Dia menggedor pintu tapi respons Kinar tidak mau untuk tanggungjawab. Hingga pada akhirnya, Kinar memang tidak ingin keluar. Dan Argi butuh pelepasan.
Dengan langkah kesal, dia melihat anaknya masih tidur di atas ranjang Kinar. Dia keluar dari kamar itu untuk menuntaskan nafsunya sendirian di kamar mandi. "Awas kamu Kinar! Kamu pikir bisa lari begitu saja dari aku?" senyuman licik itu, Argi ke kamar mandi dan melakukannya sendiri hingga keluar cairan putih. "Benih yang sia-sia," keluh Argi dan dia memang marah besar dengan perbuatan Kinar tadi.