Chapter 5

1228 Words
Ralf baru saja meletakkan Elin di kamarnya. Begitu sampai di apartemen tadi. Elin sudah dalam keadaan pingsan. Awalnya Ralf bingung, sejak kapan Elin pingsan. Mungkin dia masih terlalu syok dengan pertarungan tadi. Ralf dengan santainya berjalan lalu duduk di sofa ruang tamu. Ia memandang George yang masih berdiri dengan kepala tertunduk. "Lama tidak bertemu, George," sapa Ralf senang. "Be ... benar, tuan. Lama tidak bertemu," ucap George gugup dan langsung berlutut hormat. "Berdirilah. Panggil aku Ralf saja jika ada Elin. Aku tidak ingin dia tahu," perintah Ralf. "Baik tuan," jawab George mantap lalu berdiri. "Tapi kenapa Anda ingin merahasiakannya?" tanya George penasaran. "Ingatan masa lalu Elin saat menjadi tunanganku belum kembali, dia hanya boleh tahu jika aku vampire biasa," jelas Ralf santai. "Lagi pula besok aku akan pindah dari sini," ucap Ralf sedih. Mendengar itu George hanya bisa diam. Ia tidak berani untuk menanyakan lebih jauh lagi begitu melihat perubahan ekspresi Ralf yang terlihat sedih. "George tolong bereskan barang-barangku, aku harus segera pindah, aku akan kembali ke rumahku saja," perintah Ralf. "Baik tuan," jawab George mantap. "Pertarungan tadi membuat aku haus," ucap Ralf tiba-tiba. "Anda haus? Apa perlu saya kembali untuk meminta darah ibunda Anda?" tanya George panik. "Kau tidak perlu melakukan itu, ambilkan saja setengah gelas air mineral." Perintah yang di berikan Ralf membuat George bingung. Tapi ia memilih untuk diam dan mengambilkan setengah gelas air mineral sesuai perintah Ralf. Tak berapa lama George kembali dengan membawa setengah gelas air mineral lalu memberikannya kepada Ralf. "Silakan, tuan." Ralf menerima gelas itu sambil tersenyum tanpa berkata apapun lalu meletakkannya di atas meja. Setelah itu Ralf mengambil botol yang penuh dengan pil berwarna putih dari saku celananya membuat George semakin bingung. "Maaf tuan, apa yang akan Anda lakukan?" tanya George pada akhirnya. "Lihat saja," ucap Ralf singkat sambil sedikit menyunggingkan senyuman membuat George penasaran. Setelah itu ia melihat Ralf memasukkan beberapa pil itu kedalam gelas yang terisi setengah gelas air mineral itu. Tak berapa lama pil itu mulai larut dan berubah menjadi warna merah gelap. Seperti ... seperti darah. George membulatkan matanya sempurna begitu ia bisa mencium aroma darah dari air yang tadi ia bawakan. "Tuan, apakah itu pil darah?" tanya George masih dalam keadaan terkejut. "Ya, ini pil darah buatanku sendiri. Jadi aku tidak perlu meminum darah Ibunda lagi," jelas Ralf santai lalu meminum setengah gelas air yang sudah tercampur darah itu hingga habis. "Tapi tuan, jika Anda tidak meminum darah dari Ibunda Anda, keadaan Anda yang lemah ini akan semakin lemah, atau jika Anda menolak. Kenapa Anda tidak meminum darah nona Elin yang termasuk reinkarnasi tunangan Anda?" ucap George khawatir. "Kau ini, aku saja tidak ingin meminum darah ibunda, yang pasti aku tidak akan mau meminum darah Elin," ucap Ralf. "Tapi kenapa tuan? Ini demi kebaikan Anda," tanya George khawatir dan bingung. "Elin yang saat ini hanyalah manusia biasa, aku tidak ingin menyakiti Elin. Lagi pula aku masih bisa bertahan sampai bulan merah kan," jelas Ralf santai. Membuat George langsung terdiam. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Memang benar tuannya bisa bertahan sampai bulan merah datang. Namun jika tuannya bertemu dengan musuh, dan melawan mereka sebelum bulan merah pun tuannya tidak akan bertahan lama itulah yang membuat George khawatir. Ralf dan George pun membicarakan hal yang lain. Tanpa mereka sadari Elin mendengar semua percakapan mereka. Saat ini ia masih terkejut dari balik pintu kamarnya. Ralf. *** Cahaya sang mentari mulai menerangi bumi. Di hutan seorang pria berambut silver bermata kuning baru saja keluar dari rumahnya yang cukup besar dan berada di tengah hutan. "Aslyen cepatlah!" teriak pria itu yang tak lain adalah Albert. "Iya iya, sabar. Kamu kan gak perlu berteriak," ucap Aslyen kesal sambil berjalan keluar dari rumah. "Baiklah, ayo," ajak Aslyen lalu segera melesat dengan diikuti oleh Albert. *** Elin baru saja selesai berdandan. Ia akan melakukan aktivitas paginya seperti biasa. Ia masih terpikirkan percakapan Ralf dengan George semalam. Apa benar Ralf baik-baik saja? Batin Elin khawatir sambil berjalan keluar dari kamarnya. "Selamat pagi, sayang." Seperti biasa Ralf akan menyapa Elin dan menjailinya dengan memanggil Elin 'sayang'. Namun kali ini Elin hanya diam saja, ia memandang Ralf dengan raut muka khawatir. Membuat Ralf sedikit heran. Jarang sekali Elin tidak marah jika Ralf memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. "Ralf, apa kau baik-baik saja?" tanya Elin khawatir membuat Ralf semakin bingung. "Ah sudah lupakan, sepertinya kau baik-baik saja," lanjutnya dengan nada dingin. "Selamat pagi, nona Elin," sapa George membuat Elin membulatkan matanya sempurna. "Kau kan yang tadi malam? Siapa kau dan Kenapa masih di sini?" tanya Elin bingung. "Ah maaf saya belum memperkenalkan diri. Nama saya George William, teman Ralf, saya baru saja kembali kemari," jelas George sopan. "Ah begitu, kau tidak perlu terlalu formal kepadaku, panggil saja aku Elin. Memang ada urusan apa kau kemari?" tanya Elin santai sambil berjalan menuju meja makan dan mengambil selembar roti gandung, dan menambahkan selai strowberry kesukaannya. "Apa Ralf tidak memberitahukan kepadamu, jika dia akan pindah dari apartemenmu?" tanya George heran membuat Elin menghentikan aktivitasnya mengoleskan selai lalu memandang George terkejut. "Pindah?" tanya Elin memastikan. "Benar," jawab George mantap membuat Elin menatal tajam Ralf. Sedangkan pemuda vampire yang sedang di bicarakan itu hanya duduk santai dan pura-pura menatap keluar jendela sambil bersiul. "Aku kemari untuk membawa sisa barang milik Ralf." Ucapan terakhir George berhasil membuat Elin menatapnya terkejut. "Dia pindah sekarang?" tanya Elin masih dalam keadaan terkejut. "Sebenarnya ia mau pindah ketika kamu masih tidur. Tapi ternyata kamu sudah bangun sepagi ini," jelas George membuat Elin semakin terkejut lalu menundukkan kepalanya. "George kau terlalu banyak bicara, bawakan saja koperku. Kau bisa langsung atau menungguku di depan gedung. Ada yang harus aku katakan kepada Elin," perintah Ralf. "Baiklah," ucap George santai lalu berjalan menuju kamar Ralf. Mengambil dua koper besar lalu keluar dari apartemen Elin. Ralf berjalan santai mendekat ke Elin. Ia menatap Elin yang masih tertunduk. "Elin--" ucapannya terhenti, begitu Elin menepis tangannya yang akan menyentuh bahu Elin. Elin mengangkat kepalanya memperlihatkan wajah yang sudah terlihat kesal dan air mata mengalir deras dari matanya. "Kenapa kau tidak bilang dulu? Kenapa kau ingin pergi diam-diam? Kenapa kau harus pergi sekarang? Kenapa tidak dari dulu saja? Kenapa kau harus masuk dalam kehidupanku? Sekarang kau mau meninggalkanku begitu saja? Kenapa? Katakan kenapa?!" Banyak sekali pertanyaan yang keluar dari bibir munyil milik Elin. Ralf yang melihat itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia menarik Elin dalam lalu memeluknya lembut. Membiarkan Elin melampiaskan semua kekesalan dan kesedihannya dalam pelukan Ralf. "Maaf." Hanya itu. Ralf hanya bisa mengucapkan satu kata itu. Sebenarnya ia sendiri tidak ingin meninggalkan Elin. Namun ia harus, ini demi kebaikan dan keselamatan Elin. "Aku harus melindungimu, jika kau dekat denganku. Maka kau akan dalam bahaya. Aku hanya ingin kau menikmati hidupmu sebagai manusia biasa. Namun setelah kejadian tadi malam. Aku takut bukan hanya Albert yang akan menyerang, aku takut musuhku akan mencelakaimu," jelas Ralf lembut sambil mengelus rambut Elin lembut. "Tidak, aku tidak peduli jika kejadian seperti tadi malam terjadi lagi, aku ingin tetap bersamamu!" bentak Elin sedih. "Maaf, tapi aku tidak bisa membiarkanmu terluka. Kau harus tetap hidup dan bahagia," ucap Ralf lembut lalu mencium kening Elin. Membuat wanita itu pingsan dalam pelukannya. Setelah itu Ralf membawanya dan meletakkannya di tempat tidur. "Ralf..." rintih Elin sedih tanpa membuka matanya. Ralf berjalan pelan akan meninggalkan kamar Elin. Pada saat di ambang pintu, ia memperhatikan wajah manis Elin sebentar lalu menutup pintu kamar Elin rapat, dan berjalan keluar dari apartemen Elin. "Selamat tinggal, Elin."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD