SEMEDI II

538 Words
Gadis itu mulai terbiasa dengan segala gangguan dan godaan dari makhluk-makhluk halus di sekitarnya. Entah itu binatang, makhluk dalam wujud wanita atau siluman, Winarsih tetap tak bergeming. Ia tetap duduk bersila di tempatnya. Dan tepat pada malam ke 41 ,Nyai Tapa kembali datang dengan membawa sebuah cemeti. “Cah ayu kau dengar suaraku,sekarang rapalkan mantra ini Niat ingsun amatek ajiku sijaran goyang.Tak goyang ing tengah latar,cemetiku sodo lanang upet-upet ku lewe benang .Tak sabetake segoro asat. Tak sabetake ombak gedhe sirep.Tak sabetake atina wong lanang. Pet sidho edanora edan sidho gendeng ora gendeng. Ora mari mari yen ora ingsun sing nambani. Ucapkan mantra itu sampai tiga hari ke depan tanpa putus maka kau akan melebur dengan ajian itu.” Tanpa menjawab Winarsih segera merapalkan mantra yang diucapkan oleh Nyai Tapa. Sementara Nyai Tapa pun kembali meninggalkan tempat itu. Tepat di malam terakhir, Winarsih merasakan bulu kuduknya merinding tak seperti biasanya. Gadis cantik itu menahan napasnya dan terus merapalkan mantra-mantra. Tiba-tiba terdengar auman harimau yang terasa begitu dekat dengan Winarsih. Perlahan winarsih membuka matanya dan ia melihat seekor harimau bermata satu sedang duduk tak jauh dari hadapannya. Dada Winarsih berdebar kencang dan menatap harimau itu. Namun gadis itu tetap merapal mantra dalam hatinya. Tiba-tiba ia mendengar suara tawa wanita dari kejauhan, dan saat mendengar suara wanita itu tiba-tiba harimau di hadapannya itu mengaum dengan sangat keras. Winarsih hanya mampu duduk diam tak bergerak dari tempatnya. Tak lama kemudian muncul sesosok wanita cantik dengan penampilan seperti putri kerajaan dengan mahkota di kepalanya. Wanita itu melangkah perlahan mendekati Winarsih. Kemudian membelai wajah Winarsih dengan tangannya yang lembut. Kemudian ia membelai bagian tubuh Winarsih mulai dari d**a sampai area intim yang memang tidak tertutup sehelai benangpun. Melihat Winarsih tetap diam tak bergerak dan memejamkan mata ,wanita cantik itu membuka kedua telapak tangannya dan dari telapak tangan itu keluar sinar berwarna kuning mengelilingi sekujur tubuh Winarsih. Tubuh Winarsih tiba-tiba terangkat beberapa meter ke atas. Winarsih merasa tubuhnya terasa hangat, ia juga merasakan tubuhnya terangkat ke atas. Namun Winarsih tidak berani membuka matanya. Ia terus konsentrasi dan merapalkan matranya. Setelah beberapa saat tubuh Winarsih pun turun ke kembali ke atas batu besar. Ada darah yang mengalir dari tubuh inti Winarsih pertanda bahwa janin yang sedang dikandungnya sudah gugur. Dan wanita cantik itu tersenyum. “Wahai anak manusia, akulah yang tinggal di gunung ciremai ini.Akulah Nini Pelet. Semedimu telah berhasil dan ajian jaran goyang itu sudah melebur di dalam darahmu. Kau hanya tinggal merapal mantra,menyebut nama dan membayangkan wajah orang yang kau tuju,maka orang itu akan bertekuk lutut dan mengejar cintamu.” Winarsih menghela napas panjang,namun ia belum berani bergerak. Sesaat ia kembali mendengar auman harimau sebelum suasana kembali sunyi. Dan saat ia membuka mata tidak ada siapa-siapa lagi di sekelilingnya. Tak lama kemudian ia mendengar suara langkah kaki mendekat,dan Nyai Tapa pun muncul di hadapannya. “Tapamu sudah selesai cah ayu. Sekarang kau bisa bergerak,” kata Nyai Tapa. Winarsih menghela napas panjang. Perlahan ia meluruskan kakinya. Ia baru menyadari bahwa kini tubuhnya begitu kurus. “Apa yang kau rasakan sekarang?” tanya Nyai Tapa. “Lega ,Nyai.” Winarsih mencoba untuk bangkit berdiri namun, karena selama empat puluh empat hari ia tidak makan dan minum,tubuh itu pun langsung terjatuh dan tak sadarkan diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD