“Jangan banyak bertanya, sekarang, kau sudah resmi kuterima sebagai muridku, dan aku sudah bisa melihatnya, potensimu yang bergejolak, membara besar di matamu. Kau punya bakat menjadi seorang penyihir hebat, nak. Bahkan sekarang, aku yakin kau telah mampu mengendalikan energi sihirmu sendiri dengan baik. Tunjukanlah padaku, sampai mana kau bisa mengendalikannya, nak. Cepat.”
Disitu, Tuan Jonas sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk bertanya hal lain lagi selain merespon perkataan penuh kekaguman pada diriku lalu memerintahkanku untuk menunjukkan pengendalian energi sihirku sendiri di depannya sekarang. Sejujurnya aku masih tidak mengerti pada maksud dari ucapannya, padahal aku masih belum menuntaskan latihanku dengannya, dan bahkan kami masih belum sampai ke tahap pelatihan pengendalian sihir, tetapi kenapa Tuan Jonas berkata seolah-olah aku sudah mencapai dan menguasai teknik dasar itu? Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti.
Namun, karena wajah Tuan Jonas tampak begitu serius, mau tidak mau aku harus mencobanya semampuku. Aku pun bernapas panjang sejenak, dan memejamkan dua kelopak mataku rapat-rapat. Aku berusaha menyingkirkan segala pikiran buruk demi menetralkan energi sihirku, dan entah kenapa, walau aku sedang memejamkan mata, aku melihat ada sebuah cahaya putih yang berpendar di depan mataku, aku tidak yakin, aku bisa melihatnya dengan jelas meski dengan mata tertutup. Tidak, aku tidak berpikir kalau cahaya itu benar-benar di depan wajahku, lebih tepatnya, aku merasa kalau mataku kini bisa melihat langsung ke dalam energi sihirku yang ada di dalam tubuhku. Aku tidak tahu lokasi pastinya di mana, entah di perut, di d**a, di kepala, atau di manapun aku tidak peduli, tetapi sekarang aku bisa melihatnya.
Cahaya putih itu sangat mungil seperti api di atas lilin, dan terasa begitu hangat. Betapa gembiranya aku saat menyadari kalau aku berhasil menemukan energi sihirku sendiri di dalam sini. Namun, perjuanganku tidak sampai di situ. Aku memang telah berhasil menemukannya, tetapi apakah aku bisa mengendalikannya? Aku sebenarnya masih belum paham bagaimana cara ‘mengendalikan’ sebuah energi sihir, apakah dengan menyentuhnya? Atau bagaimana? Baiklah, aku mengambil napas panjang dan aku mencoba memfokuskan pikiranku untuk berpikir seakan-akan tanganku ada di sana, menyentuh cahaya putih mungil itu. Dan anehnya, aku berhasil. Sekarang, dua tanganku, secara fisik, merasakan kehangatan yang sangat lembut, meski menyentuh cahaya putih itu, hanyalah proses dari pemikiranku yang berandai-andai, tetapi itu berhasil.
Menahan kegembiraanku, aku mencoba untuk kembali fokus. Sekarang, setelah menyentuh energi sihir ini, aku harus bagaimana? Aku kembali berpikir dengan serius, dan aku langsung mendapatkan sebuah pencerahan. Aku membayangkan seakan-akan dua tanganku mengipasi energi sihirku sendiri agar cahaya putih itu bisa menyala lebih terang. Dan sekali lagi, itu berhasil! Cahaya putih itu jadi semakin terang dan terang, bentuknya jadi membesar dan membesar, dan itu membuatku silau saat melihatnya. Perlahan-lahan, aku membuka dua kelopak mataku dan aku terkejut saat dua telapak tanganku mengeluarkan sebuah cahaya putih di telapaknya. Bersinar sangat terang, seperti bola lampu.
Melihat itu, Tuan Jonas tersenyum kecil. “Kau lihat sendiri, kan? Prediksiku tidak pernah salah, sekali aku bilang, orang itu punya potensi, maka begitulah kenyataannya.”
Aku hanya menatap wajah Tuan Jonas dengan hening sebelum akhirnya, aku tersenyum tipis. Ya, aku bisa meyakini perkataannya, karena sekarang, aku telah mampu mengendalikan energi sihirku, seperti yang dikatakannya. Aku tidak tahu harus bilang apa, karena aku hanya bisa gembira dalam diam, dan sepertinya kesedihanku terhadap kejadian sebelumnya masih belum terobati. Aku jadi tidak bisa merespon apapun selain tersenyum dalam diam, sampai akhirnya Tuan Jonas berjalan mendekatiku dan mengelus-elus kepalaku dengan lembut.
“Aku minta maaf pada perkataanku di aula latihan kita tadi pagi, sepertinya aku terlalu berlebihan dan membuatmu terluka. Aku yakin kau masih tertekan, dan aku tidak mau muridku terus bersedih karena ulahku, jadi bagaimana kalau kita pergi ke restoran mewah sekarang, apa kau tidak keberatan, Osamu?”
Aku kaget dan mendongakkan kepala, memandang wajah Tuan Jonas dengan tatapan yang heran. “Mengapa Anda mengajak saya ke restoran? Untuk apa, Tuan Jonas?” tanyaku dengan suara yang pelan, jujur aku masih tidak paham pada segala yang dia ucapkan, rasanya aku masih belum fokus.
“Anggap saja itu sebagai permintaan maafku, nak. Jadi cepatlah, ayo kita berangkat, temanmu sudah menunggu di luar.”
“Temanku? Maksudmu Galliard!? Kenapa dia menunggu di luar? Apakah Anda dan Galliard bekerja sama dalam hal ini?” Saat mendengar Galliard sedang menunggu di luar, kebingunganku semakin tak tertahankan, jadi aku langsung saja bertanya pada intinya ke Tuan Jonas, meski terkesan agak tidak sopan.
“Yah, bukan begitu, aku datang kemari dan mengajakmu ke restoran, itu ideku sendiri, sementara temanmu yang bernama Galliard, hanya memberikan ruang padaku untuk menemuimu di sini sendirian. Dia juga masih belum tahu soal restoran, jadi tenanglah dan berangkat.”
Setelah kami telah sampai di restoran, aku, Tuan Jonas, dan Galliard duduk di meja yang sama, kami bertiga memesan makanan yang berbeda, aku makanan pedas, Tuan Jonas makanan asin, sementara Galliard makanan manis. Kami makan dengan lahap sebelum akhirnya, Galliard membuka percakapan dengan perkataan yang terkesan menggodaku.
“Jadi bagaimana perkembanganmu, Osamu? Apakah kau sudah bisa mengendalikan energi sihirmu sendiri? Atau kau malah bersedih dan mengurung diri di kamarmu karena Tuanmu yang sangat kau obsesikan, menghinamu?”
Disitu aku cukup kesal, tapi baiklah, akan kuladeni ejekan itu dengan pedas. “Bukan urusanmu, perhatikan saja makananmu dan habiskan itu dengan cepat. Jangan banyak bertingkah, karena kau masih bagian dari diriku, Galliard.”
“Apa-apaan itu? Kau menganggapku bagian dari dirimu padahal sekarang, kau terlihat sangat kesal, dan aku yakin, kau tidak sudi menganggap diriku yang hebat ini, menjadi bagian dari dirimu. Tidak apa-apa, Osamu. Aku tahu kau pasti minder harus satu jiwa denganku, karena mau bagaimana pun, kau tidak bisa sejajar denganku, benar, kan? Hahahahahahah!”
Sialan, dia semakin menjengkelkan saja, aku sampai menggebrak meja saking kesalnya.
“Bisakah kalian jelaskan padaku, apa yang kalian maksud dengan ‘bagian dari diri, satu jiwa, dan hal-hal aneh lainnya yang kalian sebutkan barusan di hadapanku’?” Tuan Jonas tampak penasaran pada hal tersebut, sementara aku dan Galliard hanya saling memandang dalam diam.
Sepertinya aku mau pun Galliard tidak bisa menjelaskannya langsung pada Tuan Jonas, karena bagi kami itu termasuk ke dalam sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, tetapi karena Galliard keceplosan membicarakan itu di depan Tuan Jonas, tentu membuatnya jadi penasaran pada hal-hal tersebut, yang akhirnya membuat kami berdua jadi bingung harus bagaimana menjelaskannya.
Seketika, Tuan Jonas tersenyum tipis. “Bagus, beginilah seharusnya, kau marah, kau sedih, kau kesal, kau jijik, kau benci, kau terluka. Beginilah seharusnya sifat seorang manusia.”
Mengernyitkan alis, aku terheran. “Apa maksud Anda, Tuan Jonas?”
“Jangan banyak bertanya, sekarang, kau sudah resmi kuterima sebagai muridku, dan aku sudah bisa melihatnya, potensimu yang bergejolak, membara besar di matamu. Kau punya bakat menjadi seorang penyihir hebat, nak. Bahkan sekarang, aku yakin kau telah mampu mengendalikan energi sihirmu sendiri dengan baik. Tunjukanlah padaku, sampai mana kau bisa mengendalikannya, nak. Cepat.”
Disitu, Tuan Jonas sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk bertanya hal lain lagi selain merespon perkataan penuh kekaguman pada diriku lalu memerintahkanku untuk menunjukkan pengendalian energi sihirku sendiri di depannya sekarang. Sejujurnya aku masih tidak mengerti pada maksud dari ucapannya, padahal aku masih belum menuntaskan latihanku dengannya, dan bahkan kami masih belum sampai ke tahap pelatihan pengendalian sihir, tetapi kenapa Tuan Jonas berkata seolah-olah aku sudah mencapai dan menguasai teknik dasar itu? Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti.
Namun, karena wajah Tuan Jonas tampak begitu serius, mau tidak mau aku harus mencobanya semampuku. Aku pun bernapas panjang sejenak, dan memejamkan dua kelopak mataku rapat-rapat. Aku berusaha menyingkirkan segala pikiran buruk demi menetralkan energi sihirku, dan entah kenapa, walau aku sedang memejamkan mata, aku melihat ada sebuah cahaya putih yang berpendar di depan mataku, aku tidak yakin, aku bisa melihatnya dengan jelas meski dengan mata tertutup. Tidak, aku tidak berpikir kalau cahaya itu benar-benar di depan wajahku, lebih tepatnya, aku merasa kalau mataku kini bisa melihat langsung ke dalam energi sihirku yang ada di dalam tubuhku. Aku tidak tahu lokasi pastinya di mana, entah di perut, di d**a, di kepala, atau di manapun aku tidak peduli, tetapi sekarang aku bisa melihatnya.
Cahaya putih itu sangat mungil seperti api di atas lilin, dan terasa begitu hangat. Betapa gembiranya aku saat menyadari kalau aku berhasil menemukan energi sihirku sendiri di dalam sini. Namun, perjuanganku tidak sampai di situ. Aku memang telah berhasil menemukannya, tetapi apakah aku bisa mengendalikannya? Aku sebenarnya masih belum paham bagaimana cara ‘mengendalikan’ sebuah energi sihir, apakah dengan menyentuhnya? Atau bagaimana? Baiklah, aku mengambil napas panjang dan aku mencoba memfokuskan pikiranku untuk berpikir seakan-akan tanganku ada di sana, menyentuh cahaya putih mungil itu. Dan anehnya, aku berhasil. Sekarang, dua tanganku, secara fisik, merasakan kehangatan yang sangat lembut, meski menyentuh cahaya putih itu, hanyalah proses dari pemikiranku yang berandai-andai, tetapi itu berhasil.
Menahan kegembiraanku, aku mencoba untuk kembali fokus. Sekarang, setelah menyentuh energi sihir ini, aku harus bagaimana? Aku kembali berpikir dengan serius, dan aku langsung mendapatkan sebuah pencerahan. Aku membayangkan seakan-akan dua tanganku mengipasi energi sihirku sendiri agar cahaya putih itu bisa menyala lebih terang. Dan sekali lagi, itu berhasil! Cahaya putih itu jadi semakin terang dan terang, bentuknya jadi membesar dan membesar, dan itu membuatku silau saat melihatnya. Perlahan-lahan, aku membuka dua kelopak mataku dan aku terkejut saat dua telapak tanganku mengeluarkan sebuah cahaya putih di telapaknya. Bersinar sangat terang, seperti bola lampu.
Melihat itu, Tuan Jonas tersenyum kecil. “Kau lihat sendiri, kan? Prediksiku tidak pernah salah, sekali aku bilang, orang itu punya potensi, maka begitulah kenyataannya.”
Aku hanya menatap wajah Tuan Jonas dengan hening sebelum akhirnya, aku tersenyum tipis. Ya, aku bisa meyakini perkataannya, karena sekarang, aku telah mampu mengendalikan energi sihirku, seperti yang dikatakannya. Aku tidak tahu harus bilang apa, karena aku hanya bisa gembira dalam diam, dan sepertinya kesedihanku terhadap kejadian sebelumnya masih belum terobati. Aku jadi tidak bisa merespon apapun selain tersenyum dalam diam, sampai akhirnya Tuan Jonas berjalan mendekatiku dan mengelus-elus kepalaku dengan lembut.
“Aku minta maaf pada perkataanku di aula latihan kita tadi pagi, sepertinya aku terlalu berlebihan dan membuatmu terluka. Aku yakin kau masih tertekan, dan aku tidak mau muridku terus bersedih karena ulahku, jadi bagaimana kalau kita pergi ke restoran mewah sekarang, apa kau tidak keberatan, Osamu?”
Aku kaget dan mendongakkan kepala, memandang wajah Tuan Jonas dengan tatapan yang heran. “Mengapa Anda mengajak saya ke restoran? Untuk apa, Tuan Jonas?” tanyaku dengan suara yang pelan, jujur aku masih tidak paham pada segala yang dia ucapkan, rasanya aku masih belum fokus.
“Anggap saja itu sebagai permintaan maafku, nak. Jadi cepatlah, ayo kita berangkat, temanmu sudah menunggu di luar.”
“Temanku? Maksudmu Galliard!? Kenapa dia menunggu di luar? Apakah Anda dan Galliard bekerja sama dalam hal ini?” Saat mendengar Galliard sedang menunggu di luar, kebingunganku semakin tak tertahankan, jadi aku langsung saja bertanya pada intinya ke Tuan Jonas, meski terkesan agak tidak sopan.
“Yah, bukan begitu, aku datang kemari dan mengajakmu ke restoran, itu ideku sendiri, sementara temanmu yang bernama Galliard, hanya memberikan ruang padaku untuk menemuimu di sini sendirian. Dia juga masih belum tahu soal restoran, jadi tenanglah dan berangkat.”
Setelah kami telah sampai di restoran, aku, Tuan Jonas, dan Galliard duduk di meja yang sama, kami bertiga memesan makanan yang berbeda, aku makanan pedas, Tuan Jonas makanan asin, sementara Galliard makanan manis. Kami makan dengan lahap sebelum akhirnya, Galliard membuka percakapan dengan perkataan yang terkesan menggodaku.
“Jadi bagaimana perkembanganmu, Osamu? Apakah kau sudah bisa mengendalikan energi sihirmu sendiri? Atau kau malah bersedih dan mengurung diri di kamarmu karena Tuanmu yang sangat kau obsesikan, menghinamu?”
Disitu aku cukup kesal, tapi baiklah, akan kuladeni ejekan itu dengan pedas. “Bukan urusanmu, perhatikan saja makananmu dan habiskan itu dengan cepat. Jangan banyak bertingkah, karena kau masih bagian dari diriku, Galliard.”
“Apa-apaan itu? Kau menganggapku bagian dari dirimu padahal sekarang, kau terlihat sangat kesal, dan aku yakin, kau tidak sudi menganggap diriku yang hebat ini, menjadi bagian dari dirimu. Tidak apa-apa, Osamu. Aku tahu kau pasti minder harus satu jiwa denganku, karena mau bagaimana pun, kau tidak bisa sejajar denganku, benar, kan? Hahahahahahah!”
Sialan, dia semakin menjengkelkan saja, aku sampai menggebrak meja saking kesalnya.
“Bisakah kalian jelaskan padaku, apa yang kalian maksud dengan ‘bagian dari diri, satu jiwa, dan hal-hal aneh lainnya yang kalian sebutkan barusan di hadapanku’?” Tuan Jonas tampak penasaran pada hal tersebut, sementara aku dan Galliard hanya saling memandang dalam diam.
Sepertinya aku mau pun Galliard tidak bisa menjelaskannya langsung pada Tuan Jonas, karena bagi kami itu termasuk ke dalam sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, tetapi karena Galliard keceplosan membicarakan itu di depan Tuan Jonas, tentu membuatnya jadi penasaran pada hal-hal tersebut, yang akhirnya membuat kami berdua jadi bingung harus bagaimana menjelaskannya.
Seketika, Tuan Jonas tersenyum tipis. “Bagus, beginilah seharusnya, kau marah, kau sedih, kau kesal, kau jijik, kau benci, kau terluka. Beginilah seharusnya sifat seorang manusia.”
Mengernyitkan alis, aku terheran. “Apa maksud Anda, Tuan Jonas?”
“Jangan banyak bertanya, sekarang, kau sudah resmi kuterima sebagai muridku, dan aku sudah bisa melihatnya, potensimu yang bergejolak, membara besar di matamu. Kau punya bakat menjadi seorang penyihir hebat, nak. Bahkan sekarang, aku yakin kau telah mampu mengendalikan energi sihirmu sendiri dengan baik. Tunjukanlah padaku, sampai mana kau bisa mengendalikannya, nak. Cepat.”
Disitu, Tuan Jonas sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk bertanya hal lain lagi selain merespon perkataan penuh kekaguman pada diriku lalu memerintahkanku untuk menunjukkan pengendalian energi sihirku sendiri di depannya sekarang. Sejujurnya aku masih tidak mengerti pada maksud dari ucapannya, padahal aku masih belum menuntaskan latihanku dengannya, dan bahkan kami masih belum sampai ke tahap pelatihan pengendalian sihir, tetapi kenapa Tuan Jonas berkata seolah-olah aku sudah mencapai dan menguasai teknik dasar itu? Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti.
Namun, karena wajah Tuan Jonas tampak begitu serius, mau tidak mau aku harus mencobanya semampuku. Aku pun bernapas panjang sejenak, dan memejamkan dua kelopak mataku rapat-rapat. Aku berusaha menyingkirkan segala pikiran buruk demi menetralkan energi sihirku, dan entah kenapa, walau aku sedang memejamkan mata, aku melihat ada sebuah cahaya putih yang berpendar di depan mataku, aku tidak yakin, aku bisa melihatnya dengan jelas meski dengan mata tertutup. Tidak, aku tidak berpikir kalau cahaya itu benar-benar di depan wajahku, lebih tepatnya, aku merasa kalau mataku kini bisa melihat langsung ke dalam energi sihirku yang ada di dalam tubuhku. Aku tidak tahu lokasi pastinya di mana, entah di perut, di d**a, di kepala, atau di manapun aku tidak peduli, tetapi sekarang aku bisa melihatnya.
Cahaya putih itu sangat mungil seperti api di atas lilin, dan terasa begitu hangat. Betapa gembiranya aku saat menyadari kalau aku berhasil menemukan energi sihirku sendiri di dalam sini. Namun, perjuanganku tidak sampai di situ. Aku memang telah berhasil menemukannya, tetapi apakah aku bisa mengendalikannya? Aku sebenarnya masih belum paham bagaimana cara ‘mengendalikan’ sebuah energi sihir, apakah dengan menyentuhnya? Atau bagaimana? Baiklah, aku mengambil napas panjang dan aku mencoba memfokuskan pikiranku untuk berpikir seakan-akan tanganku ada di sana, menyentuh cahaya putih mungil itu. Dan anehnya, aku berhasil. Sekarang, dua tanganku, secara fisik, merasakan kehangatan yang sangat lembut, meski menyentuh cahaya putih itu, hanyalah proses dari pemikiranku yang berandai-andai, tetapi itu berhasil.
Menahan kegembiraanku, aku mencoba untuk kembali fokus. Sekarang, setelah menyentuh energi sihir ini, aku harus bagaimana? Aku kembali berpikir dengan serius, dan aku langsung mendapatkan sebuah pencerahan. Aku membayangkan seakan-akan dua tanganku mengipasi energi sihirku sendiri agar cahaya putih itu bisa menyala lebih terang. Dan sekali lagi, itu berhasil! Cahaya putih itu jadi semakin terang dan terang, bentuknya jadi membesar dan membesar, dan itu membuatku silau saat melihatnya. Perlahan-lahan, aku membuka dua kelopak mataku dan aku terkejut saat dua telapak tanganku mengeluarkan sebuah cahaya putih di telapaknya. Bersinar sangat terang, seperti bola lampu.
Melihat itu, Tuan Jonas tersenyum kecil. “Kau lihat sendiri, kan? Prediksiku tidak pernah salah, sekali aku bilang, orang itu punya potensi, maka begitulah kenyataannya.”
Aku hanya menatap wajah Tuan Jonas dengan hening sebelum akhirnya, aku tersenyum tipis. Ya, aku bisa meyakini perkataannya, karena sekarang, aku telah mampu mengendalikan energi sihirku, seperti yang dikatakannya. Aku tidak tahu harus bilang apa, karena aku hanya bisa gembira dalam diam, dan sepertinya kesedihanku terhadap kejadian sebelumnya masih belum terobati. Aku jadi tidak bisa merespon apapun selain tersenyum dalam diam, sampai akhirnya Tuan Jonas berjalan mendekatiku dan mengelus-elus kepalaku dengan lembut.
“Aku minta maaf pada perkataanku di aula latihan kita tadi pagi, sepertinya aku terlalu berlebihan dan membuatmu terluka. Aku yakin kau masih tertekan, dan aku tidak mau muridku terus bersedih karena ulahku, jadi bagaimana kalau kita pergi ke restoran mewah sekarang, apa kau tidak keberatan, Osamu?”
Aku kaget dan mendongakkan kepala, memandang wajah Tuan Jonas dengan tatapan yang heran. “Mengapa Anda mengajak saya ke restoran? Untuk apa, Tuan Jonas?” tanyaku dengan suara yang pelan, jujur aku masih tidak paham pada segala yang dia ucapkan, rasanya aku masih belum fokus.
“Anggap saja itu sebagai permintaan maafku, nak. Jadi cepatlah, ayo kita berangkat, temanmu sudah menunggu di luar.”
“Temanku? Maksudmu Galliard!? Kenapa dia menunggu di luar? Apakah Anda dan Galliard bekerja sama dalam hal ini?” Saat mendengar Galliard sedang menunggu di luar, kebingunganku semakin tak tertahankan, jadi aku langsung saja bertanya pada intinya ke Tuan Jonas, meski terkesan agak tidak sopan.
“Yah, bukan begitu, aku datang kemari dan mengajakmu ke restoran, itu ideku sendiri, sementara temanmu yang bernama Galliard, hanya memberikan ruang padaku untuk menemuimu di sini sendirian. Dia juga masih belum tahu soal restoran, jadi tenanglah dan berangkat.”
Setelah kami telah sampai di restoran, aku, Tuan Jonas, dan Galliard duduk di meja yang sama, kami bertiga memesan makanan yang berbeda, aku makanan pedas, Tuan Jonas makanan asin, sementara Galliard makanan manis. Kami makan dengan lahap sebelum akhirnya, Galliard membuka percakapan dengan perkataan yang terkesan menggodaku.
“Jadi bagaimana perkembanganmu, Osamu? Apakah kau sudah bisa mengendalikan energi sihirmu sendiri? Atau kau malah bersedih dan mengurung diri di kamarmu karena Tuanmu yang sangat kau obsesikan, menghinamu?”
Disitu aku cukup kesal, tapi baiklah, akan kuladeni ejekan itu dengan pedas. “Bukan urusanmu, perhatikan saja makananmu dan habiskan itu dengan cepat. Jangan banyak bertingkah, karena kau masih bagian dari diriku, Galliard.”
“Apa-apaan itu? Kau menganggapku bagian dari dirimu padahal sekarang, kau terlihat sangat kesal, dan aku yakin, kau tidak sudi menganggap diriku yang hebat ini, menjadi bagian dari dirimu. Tidak apa-apa, Osamu. Aku tahu kau pasti minder harus satu jiwa denganku, karena mau bagaimana pun, kau tidak bisa sejajar denganku, benar, kan? Hahahahahahah!”
Sialan, dia semakin menjengkelkan saja, aku sampai menggebrak meja saking kesalnya.
“Bisakah kalian jelaskan padaku, apa yang kalian maksud dengan ‘bagian dari diri, satu jiwa, dan hal-hal aneh lainnya yang kalian sebutkan barusan di hadapanku’?” Tuan Jonas tampak penasaran pada hal tersebut, sementara aku dan Galliard hanya saling memandang dalam diam.
Sepertinya aku mau pun Galliard tidak bisa menjelaskannya langsung pada Tuan Jonas, karena bagi kami itu termasuk ke dalam sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, tetapi karena Galliard keceplosan membicarakan itu di depan Tuan Jonas, tentu membuatnya jadi penasaran pada hal-hal tersebut, yang akhirnya membuat kami berdua jadi bingung harus bagaimana menjelaskannya.