bc

SultanAndhara

book_age16+
169
FOLLOW
1K
READ
possessive
arrogant
CEO
billionairess
sweet
bxg
humorous
office/work place
small town
like
intro-logo
Blurb

Ketika tahu dirinya hamil, Andhara segera menemui Reino, pacarnya yang juga ayah dari calon bayinya untuk dimintai tanggung jawab.

Pada saat itu, Reino hanya menatapnya lama.

"Kalau begitu gugurkan." Dia berkata tanpa berpikir.

“Tapi Reino, seorang bayi itu karunia, biarpun bayi ada karena kesalahan, dia juga punya hak untuk hidup. Kamu nggak kasihan apa?”

“Aku lebih kasihan sama diriku sendiri kalau harus punya anak sekarang. Andhara, kamu pikir menikah muda itu enak? Punya anak itu karunia? Bukan, itu beban! Kamu tahu berapa harga s**u? Pampers? Itu nggak cukup seratus dua ratus ribu. Belum lagi imunisasi dan yang lainnya kalau dia sakit. Aku masih mau senang-senang, Ra, mau menikmati masa mudaku. Nggak mau dibebani dengan hal-hal seperti itu!”

Lima tahun kemudian, ketika bertemu dengan Andhara yang menggandeng seorang anak kecil yang lucu, Reino berlari mengejarnya.

"Andhara, anak ini adalah milikku. Benar, kan?"

"Bukan, anakmu sudah mati!"

kemudian, Andhara menerima surat panggilan dari pengadilan tentang tuntutan hak asuh anak.

******

Cerita ini masih proses revisi ya...

chap-preview
Free preview
Bab 1 (sudah revisi)
Andhara berdiri tidak jauh dari pintu gerbang perumahan, memegang lembar laporan yang baru saja dia bawa dari rumah sakit di tangannya, matanya yang indah kosong dan bingung. Vonis yang dijatuhkan dokter masih terngiang-ngiang di telinganya. “Ibu Andhara, menurut hasil tes, ibu sedang hamil. Usia janinnya empat minggu. Selamat.” Meskipun saat itu matahari bersinar tepat diatas kepala, menyebabkan hawa panas menguap kemana-mana, dia merasa kedinginan di sekujur tubuhnya yang mungil. Perut Andhara sering kembung dan merasa mual akhir-akhir ini. Awalnya dia kira asam lambungnya naik, tapi setelah minum obat untuk gejala asam lambung yang dia beli di apotek, bukannya sembuh, rasa mual ditambah pusing semakin menjadi, dan dia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk berobat. Saat itu, dokter menyarankan melakukan tes gastroskopi, yaitu prosedur untuk memeriksa kerongkongan, perut, dan bagian awal usus dua belas jari. Dia pikir itu hanya gejala sakit magh biasa, tetapi ternyata menjadi hamil. Kabar kehamilan ini membuatnya merasa tertekan. Sebagai wanita dewasa yang sudah punya pacar, tidak munafik, dia sudah beberapa kali melakukan hubungan badan dengan Reino, pacarnya. Mereka, terutama Reino sangat memperhatikan langkah-langkah pencegahan, dia tidak pernah lupa minum pil darurat yang tingkat keamanannya 100%. Mungkinkah ini karena terakhir kali dia hanya minum satu obat dari yang seharusnya dua? Kebetulan saja sudah habis, dan dia terlalu malas untuk keluar membelinya.   Dia melihat awan abu-abu timah yang berkumpul di atas kepalanya, seolah-olah akan turun hujan, dan dia tidak bisa bernapas, jantungnya naik turun, dan merasa gelisah.   Berdiri dalam satu posisi untuk waktu yang lama, membuat tubuhnya kaku, terutama kakinya mati rasa, dan setelah menunggu lama, dia akhirnya melihat Reino keluar dari pintu gedung ini. Perusahaan yang dirintis oleh Reino menyewa ruko dua lantai didepan perumahan, biarpun itu agak jauh dari jalan raya, tetapi biaya sewanya sangat rendah.   Melihat sosok Reino yang semakin mendekat, Andhara menjadi semakin gugup untuk memberitahu kabar ini. Reino mengenakan kemeja lengan pendek biru hari ini, biru muda, seperti warna langit. Posturnya tinggi , penuh semangat dan menarik perhatian, dan pria itu berjalan ke arahnya dengan gagah. Andhara menghela napas, seberkas sinar matahari diproyeksikan ke dalam hatinya, dan langit mendung langsung menjadi cerah.   Reino mendekatinya, sedikit mengernyit dan kesal, membuat Andhara berpikir apakah dia menemukan sesuatu yang tidak bahagia? Apakah ada masalah dengan operasi perusahaan?   Pria itu berdiri di depan Andhara dan bertanya secara tidak sengaja,”Aku sibuk banget, Ay. Ada apa? Kenapa kamu maksa mau ketemu langsung?”   Ditanya begitu, wajah Andhara langsung pucat, jantungnya berdetak kencang, jari-jarinya gemetar saat mencubit kertas, tubuhnya sedikit gemetar, dia selalu terlihat lemah di depannya, mungkin karena Reino terlalu kuat, dia menurunkan matanya, tidak berani menatap pria itu meskipun Andhara merasakan tatapannya tertuju padanya. “Ay, kamu kok malah diem?”   Andhara membenci dirinya sendiri karena pengecut dan tidak memiliki keberanian untuk mengatakan tentang kehamilannya. Dia tahu kalau Reino belum mau menikah sekarang. Reino baru saja memulai karirnya dan tidak ingin terseret oleh urusan rumah tangga, terutama anak. Itulah kenapa Reino selalu cerewet tentang kontrasepsi. Andhara juga tidak mau jadi beban, tetapi kehamilan ini adalah kecelakaan, bisakah dia percaya dan menerima calon bayi mereka?”  Keluar hanya menemukan Andhara yang terus membisu, Reino menjadi tidak sabar, "Ay, aku sibuk banget, kalau memang nggak ada apa-apa, kamu pulang aja dulu, nanti aku ke rumahmu.” Setelah Reino selesai berbicara, dia berbalik untuk pergi, tetapi Andhara tergagap di belakangnya dengan tergesa-gesa, "Reino, aku ... aku hamil ."   Langkah yang dia ambil tiba-tiba berhenti, dan untuk waktu yang lama, dia berbalik dan menatapnya dengan mata aneh. Di bawah tekanan mata ini, Andhara menundukkan kepalanya.   Sebuah suara dingin masuk ke telinganya. “Jangan konyol! Aku lagi nggak mood buat bercanda.”   Andhara mengangkat kepalanya karena terkejut dan melihat keraguan di matanya, hatinya seperti ditusuk jarum.   Dadanya sesak, dan untuk waktu yang lama, dia menarik napas dan berbisik, "Kalau aku benar-benar hamil, apa kamu mau menikahiku?"   Ketika dia mengatakan ini, Andhara mengepalkan selembar kertas di saku celananya dan ingin menghancurkannya. Dia kehilangan martabatnya dan memohon seorang pria untuk menikahinya. Dia tidak pernah merasa begitu rendah hati seperti yang dia lakukan hari ini. Pada saat ini, dia menyesal bahwa dia seharusnya tidak pernah melakukan seks sebelum menikah.   Reino tidak menjawab, berpikir beberapa saat, dia berkata dengan tegas, "Andhara, “ alih-alih memanggil Ay seperti biasanya, Reino kali ini memanggil Andhara dengan namanya, “Aku nih masih struggle sama usaha yang baru aku rintis, kamu jangan recokin sama masalah pernikahan. Menikah, apalagi anak, itu nggak ada dalam rencanaku sampai lima tahun ke depan.”   Wajahnya tanpa ekspresi dan nada suaranya tegas ketika berhadapan dengan Andhara yang mendesaknya untuk menikah, dia menjawab dengan sederhana dan tanpa kelonggaran. Andhara mengulurkan setengah tangannya dan kemudian menariknya lagi. Dia lemah dan tidak bisa memaksa pernikahan.   Melihat wajahnya salah, Andhara melembutkan nada suaranya, "Aku ingat, tapi—“ Andhara takut-takut, hampir memoho saat berbisik dengan suara sepelan dengungan nyamuk, "Kalau-kalau itu terjadi…”   "Lalu apa gunanya kontrasepsi? Selama kamu nggak lupa, kehamilan itu bisa dicegah." Reino menunjukkan sedikit ketidaksabaran. Andhara biasanya selalu patuh dan mengalah, itulah kenapa dia bisa bertahan dengannya karena dia tidak rewel atau merepotkan.   Andhara kembali bergumam, "Reino, segala kemungkinan selalu ada, bagaimana kalau kontrasepsinya gagal dan aku… dan aku tetap hamil?”  "Kalau begitu gugurkan." Dia berkata tanpa berpikir.   Ada kepanikan di mata Andhara, dia benar-benar tidak percaya mendengar jawaban kejam Reino, nadanya acuh tak acuh, pria yang dia kenal lambut dan baik sekarang begitu asing.   Andhara lah yang pertama kali jatuh cinta pada Reino. itu adalah cinta diam-diam, dan tidak pernah berpikir akan mendapat balasan karena merasa dirinya tidak layak untuk Reino, seorang mahasisa yang tampan, pintar, aktif di semua organisasi sampai akhirnya terpilih sebagai ketua BEM dengan nilai mutlak. Butuh beberapa hari untuk Andhara percaya kalau dia akhirnya bisa jadi pacar Reino. kedekatan mereka berawal dari saling balas komentar di media sosial kampus, itu adalah satu-satunya komentar yang ditanggapi Reino, dan Andhara sangat tersanjung. Sejak saat itu, Reino adalah satu-satunya dalam hidupnya, mengambil kebahagiaan dirinya untuk kebahagiaan Reino, dan menanggung kesulitan Reino sebagai kesulitannya. Selama pacaran, Andhara berusaha menjadi yang terbaik disegala sisi, karena dia sadar diri terlalu biasa untuk seorang Reino yang luar biasa. Dia bahkan rela kehilangan jati dirinya sendiri, tetapi dia tidak keberatan karena Andhara sangat mencintainya. “Tapi Reino, seorang bayi itu karunia, biarpun bayi ada karena kesalahan, dia juga punya hak untuk hidup. Kamu nggak kasihan apa?” “Aku lebih kasihan sama diriku sendiri kalau harus punya anak sekarang. Andhara, kamu pikir menikah muda itu enak? Punya anak itu karunia? Bukan, itu beban! Kamu tahu berapa harga s**u? Pampers? Itu nggak cukup seratus dua ratus ribu. Belum lagi imunisasi dan yang lainnya kalau dia sakit. Aku masih mau senang-senang, Ra, mau menikmati masa mudaku. Nggak mau dibebani dengan hal-hal seperti itu!” Tidak memberi Andhara kesempatan untuk berargumen, Reino melanjutkan lagi kata-katanyaa, “Kita melakukan seks karena sama-sama butuh, bukan karena menginginkan seorang bayi. Jadi kalau kamu hamil, kamu sudah tahu apa yang harus kamu putuskan.” Sekarang Andhara dianiaya dan berdiri dengan bodoh tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pada saat ini Andhara memikirkannya, kenapa dia jatuh cinta pada Reino, dan mulai tidak yakin apakah Reino pernah mencintainya saat itu. Atau, dia hanya memanfaatkan kebucinannya? Andhara merasa kasihan untuk dirinya sendiri saat ini, selama ini dia selalu mengenyangkan ego Reino, mulai dari penampilan, sifat, dan sikap semuanya berdasarkan selera dan kesukaan pria itu, tetapi lihat bagaimana reaksi pria itu ketika dia berandai-andai hamil walaupun sebenarnya dirinya memang hamil. Mungkin dari awal Reino memang tidak pernah berencana untuk menikahinya. Pernikahan itu hanyalah angan-angannya sendiri.   Ketika Reino pergi, Andhara masih berdiri di tempat, untuk waktu yang lama, langit berguling dengan awan gelap, awan semakin rendah untuk menumpahkan air hujan, dan pejalan kaki di jalan bergegas supaya tidak kehujanan.   Benar saja, tetesan air mulai turun dari langit, dan pejalan kaki bergegas berteduh di bawah atap untuk menghindari hujan. Dia adalah satu-satunya yang dibiarkan berdiri sendirian di lapangan terbuka. Tetesan hujan menghantam wajahnya, dingin seperti air matanya.   Pakaiannya basah kuyup oleh hujan dan dia tidak sadar. Andhara berjalan perlahan, berkeliaran tanpa tujuan. Di jalan yang kosong, guntur terdengar, dan hujan turun seperti manik-manik dengan benang putus. Semakin besar, tetesan hujan menampar jendela pinggir jalan, percikan air ke tanah, dan tempat-tempat dataran rendah di kedua sisi jalan dipenuhi air.  Andhara perlahan mengeluarkan selembar kertas persegi panjang dari sakunya, dengan karakter hitam dan putih di atasnya, yang sangat memesona. Ketika dia melepaskan tangannya, selembar kertas itu jatuh, mengambang di tengah hujan, dan mengalir ke selokan yang setengah terbuka. Pada saat itu, Andhara langsung bangun dan sibuk, dia berjongkok untuk mengambil kertas yang tidak sengaja dia buang. Seorang pria muda berdiri di depan jendela perkantoran, memandangi tirai hujan di bawah teras, matanya melintasi trotoar, dan dia melihat Andhara di sisi jalan dengan ekspresi terkejut, sedikit kesepian.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook