"Mas.. Mas...!" suara desahan Mina, mengalun mengisi malam penuh hasrat yang bertaburkan cahaya bintang-bintang.
"Apa?!" sahut Kale berat.
"Doa dulu, Mas!" titah Mina malu, ia tahu sebentar lagi yang akan terjadi adalah sebuah kewajibannya sebagai seorang istri, dan ia ingin melakukannya dengan benar.
Tak menjawab, Kale menarik selimut menutup tubuhnya dan Mina. Mulai memimpin doa dengan khusuk.
Perasaan aneh semakin Kale rasakan, kali ini bukan hanya gairah tapi rasa sayang yang perlahan menyelinap masuk ke palung hatinya. Membuat lelaki itu mengecup kening Mina sayang.
Pandangan mereka beradu, Mina menatap Kale penuh haru, tangannya terjulur memeluk leher Kale. Kale larut, sedikit membalas tatapan Mina dengan senyum tipisnya. Mengecup bibir itu sekali lagi.
'Mas, aku harap suatu saat nanti kamu bisa mencintaiku, dan kita bisa hidup bersama selamanya' bathin Mina bermonolog.
Kale kembali bangun, tangannya menekuk kaki Mina, membuat milik Mina terpampang jelas, jemarinya mengelus pelan, menatap Mina yang mengigit bibir bawahnya geli.
"Hai, buka matamu. Aku ingin kau tersadar saat bercinta denganku" serunya.
Ia mulai memasukkan jari telunjuknya disana, sempit baru jarinya yang berukuran kecil masuk saja, Kale sudah terpejam, sangat menikmatinya. Bagaimana kalau juniornya yang masuk kesana?
"Mas...!" panggil Mina manja, tangannya ingin mendorong tangan Kale agar berhenti bermain di sekitaran sana
Kale tak memperdulikan, ia malah menambah ritmenya.
"Mas... Cukup Mas, a-ku... Aku gak tahan!" balas Mina belingsakan, sesaat ia menegang karena mencapai klimaks untuk pertama dalam hidupnya.
Kale menatap jarinya yang basah, deru nafasnya semakin tak beraturan. Menyeka jarinya di sprei dan mulai menyodorkan miliknya di depan milik Mina.
"Tahan, dan jangan berteriak!" titahnya sekali lagi.
Ia menggesekkan kepala juniornya di depan milik Mina, sedikit memaksa masuk, tapi masih belum berhasil karena Mina yang terus menggeliat maju.
"Tahan!" geram Kale sambil melotot.
Mina berusaha mengikuti intruksi Kale, ia menahan kepalanya agar tidak beringsut kemana-mana.
Kembali lelaki itu mendorong miliknya, terus mendorong juniornya agar cepat masuk.
"Aahkk...!" 'Sial kenapa susah banget?'. bathinnya frustasi, sambil menatap miliknya yang baru masuk setengahnya.
Beralih melihat Mina yang berusaha untuk tidak berteriak. Senyum nakal tersemayai di wajah Kale.
Dengan ganas ia menerobos sesuatu penghalang antara ia dan Mina.
Mina mendongak, perih luar biasa terasa pada bagian intinya, dengan Kale yang nampak biasa saja.
'Anjirrr... Darah!' seru lelaki itu dalam hati, ia telah berhasil mengoyak selaput darah Mina.
Tak ingin berhenti, ia mulai menggerakkan pinggulnya, awalnya pelan karena miliknya yang seakan terjepit erat. Lama kelamaan ia semakin mempercepat gerakkannya. Terlebih saat kobaran hasratnya semakin membara. Kembali ia merebahkan dirinya mengulum tonjolan kecil di ujung d**a Mina penuh nafsu saat merasa bagian bawahnya berkedut dan ingin memuntahkan isinya.
Sebenarnya ini juga pengalaman pertama bagi Kale, dan tak mungkin ia melupakan sensasi memabukkan yang ia rasa dari tubuh wanita pertama yang merasakannya
Jika bibirnya meminta Mina untuk segera hamil, dan tak ingin terus melakukan hal ini, tapi tidak dengan hatinya yang berharap bisa terus melakukan kegiatan mengasikkan ini bersama Mina.
"Mas... Mas...!" Tanpa segan Mina mencekram punggung kekar Kale, ia bahkan mengigit bahu suaminya itu kuat. Sedang Kale masih sibuk mencapai klimaksnya. Bibirnya trus bermain memanjakan kedua bukit kembar Mina
"Mina... Ahk...!" Lelaki itu ambruk bersamaan dengan Mina yang tak lagi mengeluarkan suara desahannya, ia juga sama lelahnya dengan Kale.
Waktu terasa berjalan lambat, saat tubuh Kale masih setia di atas tubuh Mina, wanita itu menatap wajah damai suaminya, bulu matanya yang lentik sangat jauh berbeda dengan dirinya yang angkuh dan tak berperasaan itu.
Tangan Mina terjulur, mengelus alis mata tebal milik Kale, perasaan sayang kuat ia rasakan.
Perlahan kelopak mata Kale bergoyang, matanya menatap jemari putih kurus yang membelai alisnya. Segera tangannya menghentikan gerakan Mina.
"Cukup, lo gak bisa sentuh-sentuh gue sembarang!"
"Cuma gue yang boleh sentuh lo!" tambahnya seraya bangun dari tubuh Mina, dan mencabut miliknya. Lelaki itu berjalan ke kamar mandi, meninggalkan Mina sendiri di sana.
Air mata Mina tumpah, detik penyatuan mereka masih jelas terbaca di memorinya, tapi detik selanjutnya kembali mereka sejauh jarak mentari.
Dan semua ini karena tawaran gila yang diberikan Rose pada Mina.
Flashback On.
"Apa Ma, aku boleh pergi kalau sudah nikah!" seru Kale, tepatnya Letnan satu Kale Mata Tjandra
Rose yang masih duduk di sofanya hanya mengangguk datar.
"Ayoklah, Nak. Kau anak satu-satunya Mama. Dan tempat yang ingin kau kunjungi itu berbahaya, Mama gak mau jika seandainya terjadi sesuatu sama kamu, lalu keluarga kita tid-...!" Rose menatap Kale yang ikut duduk di sebelahnya, Rose yakin tanpa ia meneruskan kalimatnya, Kale tahu maksudnya. Terbukti dari wajah kusut Kale yang seolah bisa menangkap ketakutan yang Rose rasakan.
"Aku cuma tinggal bikin seorang wanita hamilkan, oke Ma!" sahut Kale seraya menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa
"Hei, gak bisa gitu, kita harus memilih wanita yang sehat, yang memiliki sikap yang baik dan penurut, dan yang paling penting tak akan repot berebut hak asuh soal anak jika seandainya terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan!" Kale menyeritkan alisnya, apa ada wanita seperti itu?
Seperti tahu pertanyaan bathin Kale, Rose tersenyum. Ia memang telah lama menyiapkan Mina, sebagai "Penampung benih Kale"
"Kamu tak perlu khawatir, serahkan semuanya pada Mama!" katanya kemudian.
Rose sudah sampai di sebuah panti yang letaknya di kaki bukit, yaitu rumah dimana Mina dibesarkan. Gadis berparas ayu itu sedang sibuk menyiapkan masakan untuk adik-adik panti lainnya.
"Assalamuaikum...!" seru Rose dengan angkuhnya, bahkan kacamata besar masih menutupi setengah wajahnya. Para anak berhampuran untuk mengambil tangan Rose berniat cium tangan.
"Walaikumsallam... Nyonya Rose!" pekik Zakiyah kepala panti.
"Alhamdulilah Nyonya masih sempetin waktu main kesini!" sambungnya dengan senyum mengembang di sudut bibirnya.
"Saya kesini karena ingin bertemu dengan Mina!" balasnya seraya menatap tempat kumuh yang selama ini Mina tinggali.
"Mina? Wihelmina?!" beo Zakiyah.
"Ya, memangnya ada Mina yang lain disini?" jawab Rose yang malah balik bertanya.
Zakiyah berfikir, untuk apa Rose mencari Mina. Anak angkat yang sudah ia buang dari rumahnya
"Baik Nyonya, tunggu sebentar...!" Wanita itu langsung masuk kedalam untuk memanggil Mina.
"Mina...!" panggil Zakiyah lembut, Mina menengok seraya tersenyum manis kepada Zakiyah.
"Iya, Bu!" sahutnya santun.
"Ada yang mau bertemu sama kamu, Mina!" ucap Zakiyah sedikit ragu.
"Siapa, Bu?"
"Dia Ibu Rose, istri dari Let Jend Hadi Tjandra kau tahukan dia siapa?!" tanya Zakiyah memastikan.
Mendengar nama Hadi saja sudah membuat sudut bibir Mina mengembang tak mungkin ia tak mengingat lelaki yang telah membawanya ke panti ini. Lelaki yang telah menyelamatkannya dari bencana alam yang terjadi di desanya dulu.
"Ingat, Bu. Tuan Hadi adalah yang membantu saya sewaktu saya kecil. Jadi apa di depan juga ada Tuan Hadi?!"
Zakiyah menggeleng lemah, karena nyatanya lelaki baik itu telah lama pergi ke surga.
"Hanya Nyonya Rose, temuilah dia Mina!" titahnya lembut. Mina langsung menurut ia menghampiri Rose, tak lupa menyiapkan nampan berisi secangkir teh hangat beserta gorengan yang baru saja ia buat.
"Nyonya Rose" panggilnya, sambil meletakkan secangkir teh dan hidangan lainnya di meja lalu memilih duduk di lantai. Setidaknya Mina tahu posisinya.
"Duduk di atas saja!" pinta Rose tegas. Meski ragu tapi Mina menurut ia duduk di bangku sebrang Rose. Keduanya hanya terpisah oleh meja kecil.
"Saya tak ingin basa-basi, saya ke sini untuk memberikan tawaran padamu. Maukah kau menikah dengan anak saya satu-satunya?!" tanya Rose serius.
"Hhaaah... Apa Nyonya?!" rasanya ini tawaran paling aneh yang pernah Mina dengar.
"Yah, menikahlah dengan Kale Mata, lalu hamilah secepatnya, setelah itu kau bisa kembali bebas. Kau tenang saja, akan ada bayaran fantastis jika kau bersedia!" telak Rose.