"Hahaaa...aku suka" koment Rose.
"Tapi apa kau merasa tidak begitu keterlaluan bicara seperti itu dengan aku, calon mertuamu?!" tambahnya. Olive menelan ludahnya kasar. Ia tahu, bosnya sedang berusaha menahan rasa kesalnya.
"Mertua?" kutip Mina. "Bukankah anda hanya meminta saya melahirkan calon penerus. Jadi hubungan kita tak lebih dari sebagai atasan dan pesuruhnya!" cecar Mina tak ingin lemah.
"Kamu benar!" tanggap Rose setuju. "Karena kamu sudah mengerti apa yang seharusnya kamu kerjakan, maka mulai detik ini. Lakukanlah apa yang menjadi tugasmu.
Dan, ambillah uang itu. Aku tak suka menjilat ludahku sendiri" seringainya berlalu. Olive meletakkan kopernya di samping Mina. Mina menendang koper itu kasar, dan membuat jatuh isinya.
Dengan sigap Paty mengumpulkan uang itu kembali dan memasukkannya ke dalam.
"Nona... Terimalah" desisnya mendongak ke arah Mina. Dari sorot matanya terlihat begitu memohon.
"Ambil saja kalau kamu mau" kata Mina
"Yang benar, Nona?!" Ia sampai menggenggam erat sisa uang yang ada di tangannya dan mendekatkan ke dadanya. Mina melirik, bukankah uang itu miliknya. Jadi sudah menjadi haknya untuk mengambil atau memberikannya ke orang lain.
Mina hanya mengangguk samar sebagai jawabannya.
"Aku akan pergunakan uang ini untuk membayar biaya operasi adikku" kata Paty masih terlihat bahagia.
"Pergunakanlah sebanyak apapun kamu butuhkan" balas Mina tak peduli, baginya uang itu hanya alat untuk mempertegaskan betapa rendah harga dirinya di mata Rose.
"Sungguh, Nona?!" Paty segera mengambil dua gepok lagi dari dalam koper.
"Aku lelah, aku ingin pulang" lirih Mina hampa
"Jangan Nona, maksud saya. Anda pasti tidak di ijinkan pulang. Jadi lebih baik saya menyiapkan kamar tamu untuk anda" ijin Paty. Mina mengangguk, karena ia tak tahu harus pulang dengan apa ia dicuaca yang masih hujan deras seperti sekarang.
"Silahkan Nona, Ini kamar tamu yang paling besar. Dan di sebelah, itu kamar Tuan muda Kale" sahut Paty memberitahu tanpa Mina bertanya.
"Terima kasih...Eemm!"
"Aku Paty, Nona. Anda bisa memanggil saya dengan sebutan itu" santunnya.
"Terima kasih, Paty" Mina masuk ke dalam. Benar yang Paty bilang. Kamar itu sangat lengkap fasilitasnya. Meski Mina tidak memeriksanya secara detail. Tapi ia tahu hanya dengan melihat barang-barang disana yang terlihat Wah.
Tapi dasar Mina, ia bahkan tak ingin tidur di kasur. Ia justru merebahkan dirinya di lantai beralaskan karpet bulu yang cukup tebal. Air matanya kembali jatuh ketika ia tidur menghadap samping.
Angannya teringat ke masa kecilnya, betapa bahagianya ia bersama orangtua dan abangnya, Hasa.
---
"Ngapain,yah tuh cewek kesini?!" gumam Kale yang masih terjaga. Ia sudah selesai mandi, dan sekarang ia masih duduk di ruang bacanya. Buku yang ada di tangan tak sekalipun ia balik halamannya meski telah satu jam ia pegang. Fokusnya terpecah, antara membaca atau mengetahui tentang Mina.
"Apa dia kesini karena setuju married sama gue?!" bathinnnya memperkirakan. Kale keluar karena merasa penasaran
"Paty..." tegurnya melihat Paty membawa koper dengan dua gepok uang di tangannya.
"Uang siapa itu?" curiga Kale, Paty tertunduk dalam.
"Ma...Maaf Tuan muda tapi Nona Mina memberikan uang ini untuk saya. Nona Mina sendiri mendapatkannya dari Mama anda, Tuan" jawabnya takut-takut
"Untuk apa Mama memberikan uang itu ke cewek itu?" selidiknya. Meski Kale sudah berfirasat pastinya untuk harga dari kesepakatan mereka berdua.
"Sa... saya tidak tahu Tuan, dan Maaf jika saya lancang. Koper ini biar saya taruh disini" Paty masih ingin bekerja di rumah ini. Karena ia merasa masih membutuhkannya. Kale diam, tapi ia membawa koper itu menuju kamar Mamanya.
"Ma...." sahut Kale meletakkan koper itu.
"Kenapa kamu yang membawa koper itu?" heran Rose, seingatanya ia meminta Olive memberikan pada Mina.
"Wanita itu tidak mau, dan malah memberikannya pada Paty" jawab Kale
"Heemmmm..." Rose tersenyum, entah ide licik apa yang melintas di otaknya.
"Ma, itu artinya wanita itu tidak setuju dengan persyaratan Mama, jadi aku minta untuk Mama tidak melanjutkannya lagi" harap Kale
"Kau tahu apa Kale, ini adalah cara terbaik untuk kita. Kau ingatkan kehadiran anak itu saja sudah membuat kita terpecah belah. Dan beruntung Mama tidak sekejam itu sampai berniat menyiksanya. Mama hanya meminta ia membalaskan budi keluarga kita" jelas Rose
"Ma..." rengek Kale berusaha mengendurkan pendirian Rose, meski itu percuma. Ia wanita yang terkenal keras kepala dan pemaksa tak mampu sedikitpun tergugah hanya dengan kata-kata.
"Tinggalkan koper itu disini" titah Rose
Kale menghempaskan koper itu ke lantai dengan kasar.
Pagi harinya,
Sejak tadi Mina sudah bangun, bukan tepatnya ia hampir tidak tertidur sama sekali seandainya saja rasa kantuk yang teramat tidak mendera tubuhnya. Bahkan sesaat ia terlelap Mina merasa mimpi buruk, beginikah rasanya tidur di kamar mewah. Tak ada setitik ketenangan yang ia rasa.
"Hemm..." Mina menatap ke daun pintu yang terbuat dari kayu jati itu. Jika ia membuka pintu itu, lalu apa yang terjadi? apa ia akan kembali bertengkar dengan Rose. Tidak, Mina takut... Ia hanya takut menjadi kualat karena berani kepada orangtua. Bagaimanapun Rose adalah mantan Mama angkatnya.
Tapi ia juga tak mungkin terus ada disini, bukan.
Tokk... ttokk... " Selamat pagi, Nona. Saya Eugine. Saya diminta untuk memanggil Nona" kata lelaki itu santun. Mina bangun ia langsung berniat membukakan pintu.
Cekleekk... senyum tipis terulas di wajahnya yang sendu.
"Nona belum sarapan, mari saya antar Nona untuk makan" kata lelaki itu. Mina menggeleng, apa bisa ia sarapan disaat seperti ini.
"Tidak baik Nona, saya tahu jika Tuan Hadi sangat menyayangi Nona. Ia pasti sedih jika tahu Nona seperti ini" nasihatnya dengan pandangan berkaca-kaca
"Anda mengenal Tuan Hadi?" girang Mina spontan. Baru kali ini ia merasakan bahagia berada disini.
Eugine mengangguk. " Dulu saya adalah tangan kanan Tuan Hadi, saya jugalah yang membantu Tuan Hadi untuk mengadopsi anda setelah beliau memboyong anda kesini"
"Berarti anda tahu asal usul saya, Dan bisakan anda membawa saya kembali ke kampung halaman saya. Karena jujur saya tidak begitu ingat letaknya" papar Mina, saat bencana itu usia Mina masih begitu kecil, sehingga ia tak tahu dengan pasti letak geografis kampungnya. Eugine diam.
"Baik saya tahu, permintaan saya begitu keterlaluan" lirih Mina, ia mengerti jika Eugine tak bisa melakukanya untuknya.
"Mintalah pada Tuan Kale untuk mencarinya. Ia sangat pintar mengenali suatu daerah" jawab Eugine memberikan clue. Satu kelebihan Kale ia mengerti dimana tempat itu berada hanya dengan satu kata.
"Baiklah" sahut Mina pelan, setidaknya ia punya alasan lain bertemu pria itu. Untuk meminta bantuan, walau mungkin sangat mustahil Kale mau membantunya.
Sekarang anda mau sarapankan Nona?" Mina mengangguk, ia belum berencana mati konyol disini.
Eugine sendiri yang memasak untuk Mina, kelihaian yang ia dapat setelah menemani Hadi selama dalam perantauannya
"Terima kasih" sahut Mina mulai melahap makanannya.
"Bisa ceritakan pada saya tentang Tuan Hadi?" tanya Mina disela aktivitas mengunyahnya.
"Tuan Hadi itu sangat baik, juga tegas. Dan mungkin jika ia tahu, ia pastinya tidak akan setuju dengan ide Nyonya Rose. Anda tahu, di dalam kartu keluarga ini ada nama anda. Dan bukankah tidak boleh sesama anggota keluarga menikah" desisnya memberi tahu Mina. Mina langsung meletakkan sendoknya semangat, berjalan mengitari rumah itu. Benar ini alasan yang kuat untuknya menolak semua tawaran gila Rose.
"Ibu Rose... " panggil Mina, saat melihat Rose tengah duduk santai di gazebo rumahnya.
"Ada apa?"
"Ibu tidak bisa menikahkan saya dengan anak Ibu, karena saya adalah anak adopsi Tuan Hadi. Dan itu artinya saya dan anak anda kakak-beradik" tekan Mina
"Hahahaa.... " sesaat Rose tertawa dengan istilah adik-kakak.
"Kau tenang saja Mina, tidak akan ada yang tahu pernikahan ini. Aku tak akan mendaftarkan pernikahan ini di KUA Manapun. Lagipula kau tahu, Kale seorang letnan muda. akan sulit jika pernikahan ini diketahui khalayak ramai. Karena kalian harus melakukan pernikahan secara negara dan prosesnya terlalu panjang. Dan aku tak suka buang waktu" papar Rose dingin
"Maksud anda?" selidik Mina, apa ia akan menjual tubuhnya layaknya pela*ur.
"Kalian cukup menikah siri, toh belum tentu kamu memenuhi syarat yang aku ajukan" balasnya licik.
"Aku gak mau!" kuat Mina menolak.
"Sayang sudah terlambat, kamu telah mengambil uang itu!" sahut Rose, Mina tiba-tiba sadar, pasti uang yang ia berikan pada Paty semalaam. Ahk... mengapa ia begitu ceroboh? Ia memang tidak membutuhkan uang itu, tapi bagaimanapun uang itu masih memiliki nilainya untuk menekan dirinya.
"Paty..." panggil Rose. Paty datang.
"Pat..." panggil Mina tak enak.
"Katakan apa uang itu diberikannya padamu dalam keadaan sadar?" selidik Rose.
"Benar, Nyonya. Nona bahkan meminta saya mengambil sebanyak apapun yang saya butuhkan" jujur Paty. Mina mengulum bibirnya sedikit menyesal, semalam ia hanya larut dalam cerita Paty.
Rose tersenyum mengejek ke arah Mina.
"Apa yang mau kau lakukan dengan uang itu?" tanyanya berniat membuat Mina sakit hati
"Saya akan membelikan rumah dan berfoya-foya dengan uang itu, Nyonya" cerita Paty. Mina mendelik kaget. Bukankan Paty bilang ia membutuhkan uang itu untuk biaya berobat adiknya. Sekarang Mina sadar, ia betul-betul berada di sarang psychophat
"Silahkan kembali bekerja, Paty" usir Rose.
"Sudah jelaskan. Uang itu sudah dipakai Paty untuk bersenang-senang dan kamu tinggal menjalankan sisanya" kata Rose berbisik di telinga Mina. Mina menarik nafasnya.
Nasi telah menjadi bubur, sekarang ia hanya perlu mengikuti aliran arus yang membawanya kemanapun. Bahkan jika ia harus di hempaskan ke bawah jurang
Sesaat setelah Rose masuk.
"Nyonya saya sudah berbohong, jadi apakah saya di maafkan?" takut Paty. Setelah semalam Kale menemui Mamanya, Rose memanggil Paty. Meminta ia berbohong tentang keinginannya. Tentu saja tujuannya menyakiti Mina lagi
"Sekarang saya minta untuk kamu tidak bekerja disini lagi, saya tak ingin sampai Ia merasa sungkan berada disini" titah Rose. Begitulah Rose satu sisi ia membenci Mina tapi disisi lain ia tak ingin Mina pergi jauh darinya, Mina adalah salah satu peninggalan Hadi, lelaki yang ia cintai. Dan sebisa mungkin ia ingin menjaganya. Yah.. Rose si wanita psycho.
Sudah tiga hari Mina tinggal disini, tapi tak sekalipun ia bertemu Kale. hatinya bertanya-tanya bagaimana wajah dari calon imamnya itu? Apa ia mirip seperti Tuan Hadi
---
Dan saat Kale berada di luar.
"Jadi lo batal ikut ngjaga negara A?" selidik sahabatnya, Archi
"Hemm..." dehem Kale sebal karena masih saja dilarang Rose.
"Kenapa? lo masih gak boleh pergi sama Mama lo?" ledek Archi lagi.
"Boleh kok, tapi dengan syarat gue nikah dan punya anak" jujur Kale yang memang bisa bersikap santai pada Archi
"Puuffttt... hahahaa"
"Bisa diem gak lo?" sarkas Kale
"Eeeh,, gue kasih tahu. Kawin itu enak, apalagi kalau lawannya masih perawan" jujur si playboy Archi. Kale melirik ke sahabatnya, apa benar senikmat itu?
"Pokoknya kalau lo emang daper istri yang masih perawan, lo harus hati-hati. Bro karena pengalaman pertama pasti sakit banget" katanya lagi. Kale diam, tapi otaknya men-save perkataan Archi
---
Seminggu sudah Mina tinggal disini, ia tak lagi bertemu dengan Rose ataupun Kale, hanya para maid dan penjaga yang mengisi rumah mewah ini. Ia juga tak pernah mendapatkan akses untuk menghubungi Zakiyah dan lainnya, perasaannya semakin frustasi. Betapa rasa rindu semakin menguar kuat, Ia bahkan jauh lebih kurus dari awal ia datang kesini.
"Nona, menikahlah dengan Tuan Kale. Ia yang akan membantu Nona dari jahatnya nyonya Rose" hanya itu yang bisa Eugine terus nasihatkan kepada Mina.
Atas dasar itu, Mina menandata tangani semua syarat. termasuk memberikan hak asuh anaknya utuh kepada keluarga ini.
"Bagaimana jadi ia sudah siapkan? kalau sudah besok juga kita akan menikahkan Kale dengannya" kata Rose setelah mendapat laporan Mina sudah menanda tangani surat-surat sialan itu.
"Tolong cari Kale, katakan untuk ia pulang karena malam ini adalah terakhir untuknya bebas"