Liam menikmati wajah merah istrinya. Padahal sebenarnya Liam sudah tahu mengapa Harriet mungkin berkata seperti itu. “Mm, yang kau maksud adalah ayahku, kan?” tanyanya. Wajah Harriet menjadi kesal. Ia menyipitkan matanya pada Liam yang sudah menggodanya, padahal ia sudah tahu tentang hal itu. “Pelakunya adalah Putra Mahkota itu, kan? Apa yang ia inginkan darimu?” tanya Liam kemudian. Harriet menolak untuk membiarkan otaknya memutar memori tentang penghinaan Ezekiel terhadapnya hari itu. Jadi ia tersenyum memandang wajah Liam dan menggeleng. “Ia ingin aku mendukungnya sebagai Kaisar,” jawab Harriet, setengah berbohong dan setengah mengatakan kebenaran. “Ah. Tapi bukankah sudah jelas bahwa ia akan menjadi Kaisar selanjutnya?” tanya Liam yang teringat rasa tidak nyaman yang ia rasakan sa