BAB 14

1131 Words
Rie sudah mulai kembali ke kantor kepolisian. Kembali bekerja menunaikan tugasnya seperti biasa, karena kondisinya saat ini yang sudah benar-benar pulih. Dan ini ia benar-benar bekerja seperti biasanya penuh semangat dan juga berdedikasi tinggi. Ya setidaknya itu yang ada dalam pikirannya. Gadis itu bekerja hingga sore hari. Kemudian menyelesaikan semua kegiatannya dengan merapikan barang-barang yang tergeletak di atas meja, merapikan tasnya, sedikit merapikan riasannya dan berjalan ke luar kemudian. Hari ini semua terasa begitu mudah untuknya. Jadi senyuman tersungging di bibirnya karena tak begitu banyak mendapatkan tekanan di hari ia kembali bekerja. Langkahnya riang menuju luar kantor, lalu melihat seseorang yang kini berada tepat berdiri di sudut pintu. Rie memperlambat langkahnya untuk meyakinkan bahwa orang yang ia lihat itu adalah Raiden. Pria itu tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangan. "Hai," sapanya. "Kau di sini?" Rie bertanya. Sepertinya dewa keberuntungan hari ini berpihak padanya. Jarang sekali Rie merias dan merapikan dirinya sebelum pulang bekerja. Namun, hari ini tanpa sengaja ia merapikan riasannya. Sepertinya memang dewa ingin menunjukkan kalau ia harus terlihat cantik di depan Raiden. Raiden menganggukkan kepalanya, kemudian menjawab pertanyaan dari Rie. "Iya, aku sengaja menunggumu di sini. Sejujurnya aku ingin bertanya, restoran mana yang mungkin akan kau pilih untuk makan malam kita nanti? Karena waktu itu aku lupa meminta nomor teleponmu jadi aku harus mendatangimu langsung untuk bertanya." Rie memukul kepalanya, sejujurnya ia lupa kalau hari ini akan ada acara makan malam bersama dengan Raiden. Dalam hatinya merutuki bagaimana ia bisa lupa kalau memiliki jadwal kencan hari ini. Hah, apa bisa makan malam ini dikatakan sebagai kencan padahal tujuan sebenarnya untuk mengganti uang Raiden yang sudah keluar banyak saat membayarkan administrasi rumah sakit untuk Rie ketika terluka parah kala itu? Sementara itu Raiden menatap dan melihat tingkah Rie yang tampak gelisah dan panik, menyadari gadis itu lupa dengan rencana mereka. "Hei, jangan bilang kalau kau lupa dengan janji kita malam ini? Hm?" Mendengar pertanyaan dari Raiden, Rie segera terkekeh geli. Dirinya merasa tertangkap basah dengan tingkahnya barusan. "Sedikit lupa, tapi kemudian segera ingat ketika kau bertanya tentang itu." "Aish, bagaimana jika sore ini aku tak datang ke sini? Kemudian tak bertanya di mana restoran tempat kita akan makan malam bersama? Jika seperti itu, apa yang akan terjadi?" "Tentu saja, kau akan menunggu di restoran itu sendirian. Sementara aku akan tidur di rumah." Raiden mendengus pelan. "Menyebalkan. Ayo katakan padaku di mana kita akan makan malam? Rie terdiam sejenak memikirkan di mana ia akan makan malam hari ini. Tentu saja tempatnya harus yang ia sukai. Belakangan ia ingin sekali makan mie soba. "Ah, bagaimana kalau di Japanese Soba Noodles Tsuta?" Raiden berpikir sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya. "Yakin ingin makan di sana? Kau bisa mengganti tempatnya jika ingin? Aku masih memberimu kesempatan satu kali lagi. Siapa tahu kau berubah pikiran." Rie berpikir sekali lagi, apakah ada tempat yang benar-benar ingin ia datangi selain tempat itu? Gadis itu berpikir dan tanpa sadar menggembungkan kedua pipinya. Raiden coba menahan senyum atas kelakuan gadis di hadapannya. Sampai akhirnya pria itu tak sabar kemudian menepuk kedua Rie, yang membuat gadis itu tertawa. "Tidak, aku ingin makan di sana saja. Japanese Soba Noodles Tsuta, yang terbaik. " Japanese Soba Noodles Tsuta terletak di 1 Chome-14, Sugamo, Toshima, Tokyo 170-0002. Rie memilih itu karena belakangan restoran itu menjadi salah satu restoran favorit yang terkenal. Sepertinya akan menyenangkan jika ia berangkat ke sana untuk menikmati makan malamnya bersama dengan Raiden. "Baiklah, kalau begitu aku akan menunggumu di sana ya?" Raiden kemudian meninggalkan tempat itu setelah mendapatkan jawaban berupa anggukan dari Rie. Tak ada ungkapan atau perhatian yang diberikan oleh Raiden sebelum ia beranjak pergi meninggalkan gadis itu. Sedikit sebal juga, padahal Rie berharap akan ada perpisahan yang sedikit manis. Seperti ciuman di pipi misalnya? Rie menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk menepis pemikiran konyol itu, padahal dia dan Raiden tidak ada hubungan apa-apa, kenapa bisa dia memiliki pemikiran seperti itu? Hei, ada apa dengan hatinya? Ini aneh sekali. Rie tak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Rie dalam perjalanan pulang dengan sejuta rencana dalam pikirannya. Ini dan itu kemudian memikirkan yang lainnya, hal-hal yang menyenangkan yang ingin dihabiskan bersama dengan Raiden. Langkahnya sangat cepat begitu tiba di depan rumahnya, sampai akhirnya masuk ke dalam rumah, dia bergegas untuk membersihkan dirinya. Gadis itu bahkan mandi dengan waktu yang cukup lama. Ingin memastikan dirinya bersih dan memancarkan aroma tubuh yang wangi di depan pria itu. Intinya malam ini Rie ingin terlihat sempurna di mata Raiden. Setelah selesai mandi Rie bahkan mencium tangannya, mencoba menghirup aroma tubuhnya sendiri. "Aku sudah cukup harum hari ini?" Aroma milk strawberry terendus di penciumannya menandakan mandi sorenya sukses, dan tentu saja membuatnya lebih percaya diri makan malam bersama dengan Raiden. Setelahnya ia melangkahkan kakinya menuju lemari pakaian. Masih sambil tertutup dengan kimono handuk ia mencoba satu persatu pakaian itu di depan cermin miliknya. Satu persatu ia cocokan dengan tubuhnya. Hanya saja selalu saja merasa kurang pas, satu demi satu dicobanya. Berkali-kali menggonta-ganti, tapi rasanya tak ada juga pakaian yang cocok untuk dikenakan. Rie memang tipikal wanita sekali yang selalu merasa kalau tak ada pakaian yang cocok untuk dikenakan. Padahal baju yang ia punya sudah banyak sekali, dari berbagai merek dan model, dari yang lama hingga model terbaru. "Kenapa tak ada pakaian yang bisa aku gunakan sih?" Rie menggerutu karena kesal. "Yang ini?" Ia bertanya sendiri, sambil menatap pada cermin. Melihat setelan berwarna merah muda yang ia tempelkan pada tubuhnya. "Tidak ini terlalu girly." Gadis itu lalu mengambil pakaian yang lain, kalau yang ia lakukan kembali menempelkan pakaian itu pada tubuhnya. "Kalau yang ini?" Rie bertanya lagi sambil mengamati pantulan tubuhnya di cermin. "Tidak, ini juga terlalu sexy. Lalu yang mana? Hingga kini tumpukan pakaian itu berada di atas tempat tidur miliknya. Hampir setengah pakaian keluar dari dalam lemari. Tapi dia tak peduli walau malam ini harus bekerja keras untuk merapikan kembali pakaian itu. Jelas malam ini ia harus tampil paripurna. Kemudian berharap pujian dari Raiden yang mengatakan kalau dirinya cantik. "Apa dia akan memujiku seperti itu?" Rie bergumam sendiri. Berimajinasi dan membayangkan seandainya saja Raiden memujinya. "Ah Rie, Rie, kau terlalu berharap banyak dari pria itu." Rie bergumam untuk dirinya sendiri. Akhirnya Ia memutuskan untuk menggunakan sebuah dress berwarna cream dengan potongan rok pendek selutut, dipadukan dengan outer mocca, dan juga sebuah sepatu boot yang berwarna senada dengan outer yang ia kenakan. Malam ini sengaja berdandan manis dan terlihat girly sekali. Setelahnya gadis itu berjalan menuju meja rias. Meskipun tak terlalu pandai untuk merias diri setidaknya ia ingin membuat wajahnya sedikit lebih segar. Memoleskan lip tint berwarna peach, membubuhkan sedikit blush on di pipinya, sedikit melentikkan bulu matanya. Dan kini itu sudah membuat dirinya terlihat lebih segar dan cantik tentu saja. Lalu dengan sengaja, ia menggerai rambutnya, menyematkan sebuah hair clip berbentuk pita berwarna perak. Setelahnya melangkahkan kakinya ke luar rumah, untuk datang ke restoran menemui Raiden.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD